Fariq Atlas Renandra seorang pria yang berprofesi sebagai mandor bangunan sekaligus arsitektur yang sudah memiliki jam terbang kemana-mana. Bertemu dengan seorang dokter muda bernama Rachel Diandra yang memiliki paras cantik rupawan. Keduanya dijodohkan oleh orangtuanya masing-masing, mengingat Fariq dan Rachel sama-sama sendiri.
Pernikahan mereka berjalan seperti yang diharapkan oleh orang tua mereka. Walaupun ada saja tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari mantan Fariq hingga saudara tiri Rachel yang mencoba menghancurkan hubungan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naga Rahsyafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan
Jam menunjukkan pukul tujuh malam, acara pertunangan antara Rachel dan Fariq berlangsung sangat meriah tanpa ada kendala apa pun. Rachel tertidur setelah pulang dari gedung acara itu. Dia terbangun ketika mendengar suara nada dering ponsel yang sudah beberapa kali menghubunginya.
"Assalamualaikum ..."
"Waalaikumsalam ... Kamu ngapain, kenapa baru jawab telpon saya?"
Rachel kembali menatap layar ponselnya. Dia baru sadar ternyata orang yang sedang berkomunikasi dengan dirinya adalah tunangannya sendiri.
"Kenapa, Mas?"
"Kamu dari mana aja?"
"Aku tidur. Capek setelah acara tadi."
"Siap-siap sekarang. Kita keluar."
"Keluar kemana?" tanya Rachel.
"Jalan-jalan lah. Saya suntuk di rumah."
"Istirahat dulu, Mas."
"Sekarang diajak malah dia nggak mau. Nanti saya yang disalahkan juga."
"Tapi-"
"Saya keluar sama temen-temen ya."
"Eh. Kok gitu?"
"Kamu 'kan nggak mau temenin saya."
"Bukannya aku nggak mau."
"Saya keluar ya. Assalamualaikum ..."
"Mas-"
Tuuut! Tuuut! Tuuut!
"Lho, kok dimatiin sih."
Rachel segera mengirimkan pesan kepada calon suaminya. Bahwa dia akan segera bersiap-siap untuk keluar bersama pria itu.
Sebenarnya Rachel ada rasa was-was dengan Fariq, makin kesini dia makin mengenal watak pria itu. Terlebih lagi Fariq hobi bercanda yang berbau mesum membuat Rachel takut.
Sebagai calon istri yang baik, Rachel Diandra tidak mau menolak permintaan Fariq selagi itu dalam batas wajar. Karena itulah dia menerima ajakan calon suaminya.
Rachel sudah selesai dengan ritual mandinya, tidak lupa dengan dandanan yang begitu cantik berharap mendapatkan pujian dari sang kekasih.
"Kamu mau kemana sayang?" tanya Indi. "Ingat, kamu itu udah jadi tunangan orang."
"Mas Ariq ngajak pergi, Ma."
"Pergi kemana?"
"Nggak tau ... Katanya dia minta ditemenin keluar."
"Boleh ... Tapi jangan lama-lama."
"Iya, Ma."
[] [] []
Sepanjang perjalanan Fariq dan Rachel hanya diam saja. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka.
Fariq fokus menyetir mobil dan Rachel fokus pada layar ponselnya. Hingga pada malam ini masih banyak pesan masuk terkait acara tunangan tadi.
"Mas."
"Iya ..."
"Aku cantik nggak?" tanya Rachel tiba-tiba.
"Cantik! Malam ini dandanan kamu beda. Sengaja ya?" tanya Fariq sekilas menatap Rachel.
"Hehehe ..."
Rachel terkekeh geli, ternyata tunangannya itu mengetahui apa yang dia lakukan.
"Sengaja ... Tapi dari tadi aku tungguin nggak di puji juga."
"Mau di puji?"
"Kok nanya sih. Harusnya ada inisiatif gitu," ucap Rachel.
"Saya tidak mau memuji kamu secara tanggung."
"Maksudnya?" Tanya Rachel tidak mengerti.
"Kalau saya memuji kamu dengan perkataan, maka akan saya buktikan dengan perlakuan."
"Contohnya, Mas?"
Fariq meminggirkan mobil untuk berhenti, ia menatap Rachel begitu lekat. "Kamu cantik ..."
Kembali Rachel tersenyum dengan pujian laki-laki itu.
"Berarti saya harus-"
Cup!
Rachel membulatkan matanya ketika Fariq mengecup bibirnya dengan sangat lembut.
"Mas, apaan sih."
"Saya 'kan sudah bilang kamu cantik. Ciuman itu sebagai buktinya kalau saya tidak berbohong."
"Itu kemauan, Mas."
"Memang ... Bilang sama Mama. Pernikahan kita dipercepat."
"Kenapa memangnya?"
"Kamu sudah membuat saya tergila-gila. Apalagi ketika merasakan ini." Fariq mengusap bibir Rachel. "Saya penasaran dengan bagian yang lain." Fariq memandangi tubuh Rachel membuat gadis itu takut.
"Mas ngapain liatin aku gitu banget?"
Fariq kembali hendak melakukan aksinya, ia menarik tengkuk gadis itu tetapi Rachel menahan tangan pria itu. "Jangan."
"Kenapa hm?"
"Mas ... Jangan gini dong, tunggu nikah dulu ya."
Fariq mengusap-usap kepala wanita itu. "Saya suka sama perempuan seperti kamu."
"Nanti Mas akan dapatkan itu. Tapi tunggu nikah. Kita harus jaga kepercayaan orang tua kita."
"Oke, sayang ... Boleh sekali lagi nggak?" tanya Fariq.
"Apa?"
"Cium."
Rachel memejamkan matanya, mendapatkan lampu hijau laki-laki itupun melakukan aksinya tadi.
[] [] []
Fariq dan Rachel sampai di sebuah taman kota. Banyak orang-orang yang mereka temui. Bahkan tidak sedikit dari orang-orang tersebut adalah sepasang kekasih.
Fariq menunjuk orang yang sedang duduk jauh dari mereka. "Coba liat pasangan itu."
"Kenapa sama mereka?" tanya Rachel.
"Pasti tangan cowok itu lagi main-main."
Plak!
"Mas, iiih ... Jangan ngomong gitu. Mas nggak liat mereka cuma duduk biasa."
"Tapi 'kan tangan cowoknya kebawah. Kayak gini-"
Lagi, lengan Fariq ditepis oleh Rachel ketika hendak menurunkan tangannya.
"Jangan. Sabar dulu bisa 'kan."
"Ternyata punya pasangan itu enak ya. Kayak sekarang, kemana-mana ada yang nemenin."
"Ya enak lah ... Makanya dari kemarin nikah," ucap Rachel.
"Belum jodoh. Sekarang udah ketemu jodoh."
Cup!
Fariq mengecup pipi Rachel.
"Tempat umum tau. Nggak enak di liat orang."
"Nggak apa-apa. Kita udah tunangan."
"Kayaknya memang pernikahan kita harus dipercepat ini. Aku takut Mas malah macam-macam."
"Bagus. Saya senang kalau pernikahan kita dipercepat. Jadi nggak sabar-"
"Mas!"
"Hahaha ..." Fariq tertawa terbahak-bahak merasa senang sekali karena berhasil membuat calon istrinya kesal.
"Kenapa sih dipikiran pria cuma tentang itu aja."
"Kan enak sayang."
Rachel berdecak kesal, perkataan pria itu membuat dirinya malu. "Ngapain sih lihatin aku gitu banget. Aku gak suka, ah."
"Hahaha ..."
Tanpa merasa bersalah, Fariq tertawa lepas melihat ekspresi datar dari calon istrinya. Dia pun tidak sadar sudah terlalu sering mengerjai Rachel karena baginya itu adalah hal yang sangat lucu.
[] [] []
Hari ini terasa begitu beda, Rachel masih berbaring di kasur dengan tatapan keatas. Senyumnya terukir jelas ketika mengingat calon suaminya. Rachel membuka ponselnya ketika terdengar bunyi singkat dari benda itu, ia melihat jika Fariq mengirimkan pesan.
"Jangan pergi sendiri. Saya yang antar."
Begitulah isi dari pesan tersebut, dengan semangat Rachel beranjak dari tempat duduknya untuk segera bersiap-siap.
Belasan menit sudah berlalu, Rachel sekarang makan bersama Indi. Tidak ada laki-laki lagi di rumah mereka setelah orang tua Rachel memutuskan untuk pergi.
Indi merasa senang karena mendapatkan menantu yang baik seperti Fariq. Dia berharap jika laki-laki itu akan setia seperti yang dia inginkan.
"Rachel ... Menjelang pernikahan itu banyak cobaan. Mama harap kamu tetap nurut apa pun yang di bilang sama Ariq."
"Iya, Ma. Rachel tau ... Lagian Mas Ariq nggak banyak nuntut kok. Rachel juga nyaman sama dia."
"Baguslah ... Mama berharap supaya Ariq tidak seperti Papa kamu."
"Eummm, Ma ... Ngomong-ngomong soal Papa. Nanti yang menikahkan Rachel siapa?"
"Mama nggak mau egois. Mama sayang sama kamu, yang menikahkan kamu tetap dia."
"Mama serius?" tanya Rachel antusias.
"Serius, sayang."
Rachel begitu bahagia, ibunya memang tidak akrab dengan papanya-Ryan. Namun Rachel tidak pernah dendam dengan pria itu. Hanya saja Rachel bermasalah dengan anak lain dari orangtuanya.