Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EVAN DAN PEREMPUAN ITU
Sebastian langsung mengecek ukiran yang ada di dalam gelang itu. Memang benar ada ukiran inisial, namun inisial K. jadi sudah jelas itu bukan gelang milik Glori.
“Ini inisial K. Salah berarti,” sahut Sebastian.
“Masa sih? Tapi aku yakin ini punya Glori,” ucap Naureen yang masih berpegang teguh pada pendapat nya.
“Lu punya masalah apa sih sama kami? Semua nya aja lu salahin, kocak,” timpal Seanna yang mulai kesal.
“Udah, jangan berantem lagi. Kalian liat nih kondisi nya Evan jadi kaya gini gara-gara kita berantem. Kan udah terbukti, Naureen. Itu inisial nya bukan inisial Glori,” jelas Shavinna yang sudah malas melihat sifat kekanak-kanak an mereka.
“Tadi kami di ikutin sama seseorang,” ucap Jackson yang berusaha mengalihkan topik.
“Bukan cuma satu, tapi tiga.” Mendengar ucapan Sebastian membuat semua orang di sana terkejut.
Sebastian dan Jackson langsung menceritakan apa yang mereka alami tadi. Bagaimana mereka di ikuti dan dari sudut pandang Jackson salah satu pelaku nya terasa tidak asing oleh Jcakson. Tiba-tiba saja Evan menyebutkan ciri-ciri ketiga orang yang di katakan Jackson. Dan semua yang Evan katakan itu benar.
“Mereka ga bertiga, tapi berempat. Satu lagi pasti sembunyi di ruang audio, tapi kalian ga sadar. Dan itu pemilik asli gelang yang kalian temuin,” penjelasan Evan membuat semua orang semakin syok.
“Kok ngeri banget sih?” sahut Seanna.
“Tapi, dari mana lu tahu mereka berempat?” tanya Riki yang penasaran.
“Karena mereka berempat yang ngeroyok gue. Dan yang punya gelang itu baru dateng pas gue udah ngelawan yang lain. Jadi udah jelas kalau yang punya gelang itu, yang ngurus di ruang audio,” jawaban Evan terasa sangat masuk akal.
Tapi entah mengapa Riki masih tak percaya dengan jawaban Evan. Mereka mulai menyangkut paut kan teror yang mereka alami dengan kasus pembunuhan yang terjadi di Edelweiss. Baru sebentar mereka membahas, sudah muncul pengumuman untuk pulang. Dan mereka juga diliburkan besok. Kata nya Edelweiss akan di cek secara keseluruhan besok. Karena waktu nya terasa belum cukup bagi mereka. Shavinna mengajak berkumpul esok.
“Jadi di cafe depan sini aja?” ucap Seanna yang memastikan.
“Iya, tapi agak siangan aja. Biar guru di sini ga curiga sama kita,” jelas Shavinna.
“Aku belum pasti ya besok,” sahut Naureen.
“Mau lu dateng apa kaga. Juga ga ada hikmah nya,” balas Seanna.
“Udah, Sean. Nanti aku coba hubungi Glori, siapa tahu dia bisa ikut,” tambah Shavinna.
“Gue coba hubungi Jovan nanti, mungkin dia bisa ikut.” Ucap Jackson.
Akhirnya mereka berpisah dan pulang ke rumah masing-masing. Sementara itu Glori masih sibuk berdebat dengan kedua orang tua nya.
“Aku ga mau Ayah sama Mama ngehukum mereka. Aku aja yang kurang hati-hati. Kenapa selalu mereka yang kena sih?” ucap Glori yang mulai kesal.
“Karena mereka yang harus nya ngejagain kamu Glori. Ini memang kesalahan mereka yang teledor. Sekarang tangan kamu bisa kaya gini gara-gara mereka,” balas Ibu nya Glori yang berusaha meyakinkan anak nya itu.
“Aku bilang ga usah, ya ga usah. Kalian jangan kejam banget bisa ga sih? Aku udah gede. Soal badan ku ya harus nya aku sendiri yang jaga,” bantah Glori.
“Glori, kamu harus belajar posisi kamu yang sekarang,” sahut Ayah nya Glori.
“Aku ga mau. Kalau kalian masih kaya gini Aku bakal nekat. Berhenti ngusik mereka berdua,” bentak Glori yang mulai terlihat pucat.
“Glori!” kedua orang tua nya Glori panik melihat anak nya yang pingsan tiba-tiba.
“Glori sadar, Nak. Iya, kami ga akan ngehukum mereka,” ucap Ayah nya Glori sambil menopang tubuh Glori.
Seketika Glori terlihat sangat pucat dan badan nya terasa panas. Ibu nya Glori langsung bergegas memanggil dokter.
“Mona sama Jovan. Aku mau mereka ke sini,” pinta Glori.
Karena tak bisa berbuat apa pun. Ayah nya Glori langsung menelpon bawahan nya dan meminta Jovan dan Mona segera kembali ke markas besar.
“Sudah, kamu jangan kaya gini lagi.” Jawab Ayah nya Glori.
Akhirnya kedua orang tua Glori harus menunggu di luar. Mereka heran mengapa Glori berusaha begitu keras untuk melindungi Jovan dan Mona. Namun sebagai orang tua, mereka paling tak bisa melihat anak nya kesakitan.
Mendengar perintah bahwa mereka di suruh kembali lagi, membuat Jovan dan Mona bertambah khawatir. Tak mungkin orang tua Glori melepaskan mereka kecuali jika Glori sendiri yang meminta dengan penuh paksaan.
“Pasti Glori pingsan lagi,” sahut Jovan.
“Aih, kenapa Glori itu keras kepala nya ga pernah berubah sih?” balas Mona yang tak bisa tenang.
Di Rumah Shavinna
Shavinna di jemput Reza hari ini. Selama perjalanan Reza hanya sibuk kepada layar laptop nya. Shavinna juga tak enak mengganggu pekerjaan Reza juga, akhirnya suasana menjadi canggung.
“Ini aku langsung jemput Aelin dulu ya. Kamu jangan keluar jauh-jauh. Lagian besok libur kan?” jelas Reza pada Shavinna.
“Aku juga mau ikut. Boleh ya?” pinta Shavinna.
“Aku kan udah bilang, ga boleh,” jawab Reza.
“Pliss, boleh ya? Aku pake baju yang ketutup banget deh,” karena tak tega melihat Shavinna, Reza akhirnya memperbolehkan Shavinna ikut.
“Ya udah, sana cepetan ganti baju.” Balas Reza yang akhirnya kalah juga.
Mendengr ucapan Reza, Shavinna langsung bersiap-siap. Bahkan ia menggunakan kaca mata hitam agar tidak di kenali siapa pun. Setelah Shavinna siap, mereka langsung berangkat ke bandara. Shavinna sangat tak sabar bertemu Aelin. Karena sudah sangat lama sejak terakhir kali mereka bertemu.
Saat tiba di bandara, Shavinna sudah merasa sangat senang.
“Mana kak Aelin?” tanya Shavinna.
“Katanya dia beli roti dulu,” jawab Reza.
“Buat apa beli di sini?” balas Shavinna.
“Aku kan belum ngasih tahu kalau kamu ikut jemput. Jadi dia mau bawa in roti buat kamu,” mendengar jawaban Reza membuat Shavinna sedikit terhibur.
Shavinna dilarang keluar dari dalam mobil. Sehingga ia hanya bisa melihat dari dalam mobil, padahal ia ingin menyambut hangat Aelin. Sudah cukup lama mereka menunggu, namun Aelin belum kunjung datang juga. Shavinna dan Reza menjadi khawatir menunggu di dalam mobil.
“Aku cari Aelin dulu ya? Kamu tunggu di sini, jangan keluar,” perintah Reza pada Shavinna.
“Ih aku juga mau ikut,” perkataan Shavinna di abaikan begitu saja oleh Reza.
Reza langsung pergi mencari Aelin dengan terburu-buru. Shavinna tahu Reza khawatir, namun Shavinna sendiri juga khawatir kan. Ia tak bisa menunggu di dalam mobil saja. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Aelin. Sahvinna tak bisa berfikiran tenang saat ini. Meski orang yang ia khawatir kan adalah anggota agen rahasia, tetap saja di mata Shavinna itu berbeda. Shavinna khawatir karena dia peduli, sama seperti Aelin yang selalu peduli pada Shavinna sejak dulu. Karena sudah tak tahan lagi menunggu di sana. Shavinna akhirnya melanggar perintah Reza. Bahkan para bodyguard nya tak ada yang berani melarang. Karena Shavinna pasti akan marah jika di larang oleh siapa pun itu dalam situasi seperti ini.
Shavinna sudah mencari di dekat pintu keluar. Namun ia tak melihat Aelin atau pun Reza. Sebenarnya tindakan Shavinna ini cukup berbahaya. Di tambah lagi sangat banyak musuh yang bisa saja mengganggu nya saat ini. Tanpa pengawasan apa pun, karena ia melarang semua bodyguard nya untuk mengikuti nya. Bukan nya Shavinna seberani itu, hanya saja jika Shavinna membawa bodyguard penampilan nya akan begitu mencolok nanti nya. Akhirnya Shavinna melangkah lebih jauh demi mencari Aelin. Di sana sangat ramai orang tentu nya. Dan juga Shavinna takut penampilan Aelin akan berubah. Sama seperti Reza yang berbeda dari ingatan Shavinna. Tanpa bantuan apa pun, Shavinna hanya menggunakan insting nya sekarang.
Tiba-tiba pandangan nya tertuju pada sepasang kekasih. Mereka menarik perhatian banyak orang, namun bagi Shavinna mereka terlihat sangat familiar. Setelah Shavinna lihat lebih jelas, ternyata laki-laki itu adalah Evan. Tapi Shavinna tidak mengenal siapa perempuan di sebelah nya. Hanya saja Shavinna seperti pernah melihat perempuan itu di suatu tempat. Shavinna yakin itu adalah pacar nya Evan. Yang menjadi permasalahan nya adalah, apa yang mereka berdua lakukan di bandara?