Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan Pagi Hari
Pukul lima lagi Aluna membuka matanya. Sesaat Aluna berdiam diri untuk mengembalikan kesadarannya. Ia menoleh ke belakang melihat sang suami masih tidur dengan nyenyak. Senyum tergambar di bibir Aluna mengingat pergulatan panas semalam. Sudah lama ia tidak merasakan kenikmatan itu.
Aluna memutuskan untuk bangun. Tangan Hariz yang ada di atas pinggangnya dipindahkan oleh Aluna. Setelah itu Aluna menyibakkan selimut mengambil bathrobe yang tergeletak di lantai memakainya lantas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Selesai mandi Aluna keluar dari kamar mandi, berjalan pelan ke walk in closet untuk berganti pakaian. Dress ketat berwarna hitam Aluna ambil dari tempat penyimpanan lantas memakainya.
"Aku siapkan sarapan dulu baru bangunkan, Mas Hariz," pikir Aluna.
Aluna keluar dari kamar menutup pintu secara perlahan agar tidak membangunkan Hariz. Ia berjalan menuruni anak tangga, sembari memerhatikan sekeliling. Dari tempatnya Aluna bisa melihat salah satu pekerjanya sedang membersihkan ruangan.
"Pagi, Nyonya," sapa Rahayu.
"Pagi, Rahayu." Aluna menyapa balik Rahayu. "Oh iya, Rahayu, apa Elgar sudah bangun?" tanya Aluna.
"Sudah, Nyonya. Pagi-pagi sekali, Mas Elgar sudah bangun," jawab Rahayu.
"Baguslah. Kalau dia butuh apapun kamu bantu dia ya," pesan Aluna.
"Siap, Nyonya," sahut Rahayu.
Aluna merespon dengan senyuman lantas pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Di sana ternyata sudah ada Susi. Keduanya saling bertegur sapa. Aluna pun mulai menyiapkan sarapan, hanya sandwich dan nasi goreng juga jus buah. Selesai dengan semua itu Aluna meminta pada Susi untuk menatanya di meja makan sementara dirinya kembali ke kamar untuk membangunkan Hariz.
Sampai di kamar Aluna menyalakan lampu lantas berjalan ke tempat tidur. Ia duduk di tepi tempat tidur di samping sang suami.
"Mas, bangun. Sudah pagi." Aluna mengusap sisi wajah Hariz. "Mas Hariz," ulang Aluna.
Beruntung Hariz bukan tipe orang yang susah untuk dibangunkan. Hariz pun bangun setelah suara Aluna masuk ke dalam indera pendengarannya.
"Ayo." Aluna membantu Hariz duduk membiarkan sang suami untuk mengembalikan kesadarannya.
"Pagi, Sayang," sapa Hariz mencuri satu kecupan di bibir Aluna. "Morning kiss, honey."
"Pagi juga," sapa balik Aluna. "Ayo bangun dan mandi."
"Jam berapa?" tanya Hariz.
"Jam setengah tujuh lebih," jawab Aluna.
"Baiklah aku mandi dulu," ucap Hariz disambut anggukkan oleh Aluna.
Aluna bangun saat Hariz akan beranjak dari tempat tidur lantas membiarkan suaminya itu untuk pergi ke kamar mandi. Awalnya ia ingin pergi ke walk in closet untuk menyiapkan pakaian kerja sang suami, tetapi tidak sengaja pandangannya mengarah pada ponsel milik Hariz yang tergeletak di meja nakas. Aluna kembali teringat akan Camelia. Ia merasa penasaran dengan orang itu.
Siapa sebenarnya Camelia? Kenapa reaksi Hariz tidak wajar?
Aluna mengambil ponsel Hariz, ia berniat mengirim pesan ke Camelia atas nama Hariz. Dicarinya nama Camelia, setelah menemukannya ia pergi ke chat room untuk mengirim pesan, tetapi akhirnya Aluna urungkan. Ia menarik napas dalam-dalam lantas menghembuskannya kembali mencoba menghilangkan pikiran negatif dari kepalanya. Meskipun begitu Aluna mengirim nomor Aluna ke ponselnya. Setelah itu menghapus riwayat pesan di ponsel Hariz.
Aluna kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula lantas pergi ke walk in closet untuk menyiapkan pakaian kerja sang suami.
"Aluna," panggil Hariz.
"Ya, aku di sini," sahut Aluna.
Aluna menoleh, ia melihat Hariz bertelanjang dada dan hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya.
"Pakaianku?" tanya Hariz.
"Sudah aku siapakan." Aluna menunjukkan pakaian di tangannya. "Pakai pakianmu dulu, aku keluar sebentar." Aluna meletakan pakaiannya di atas meja yang ada du dekatnya.
"Hmmmm," gumam Hariz.
Aluna pun keluar dari walk in closet. Tujuannya langsung pada ponselnya. Ada beberapa pesan masuk dari beberapa suplier. Aluna membalas satu persatu pesan itu. Juga menghubungi beberapa di antara mereka.
Setengah jam Hariz keluar dari walk in closet dan sudah berpakaian rapi, tetapi Aluna masih menelpon. Melihat Hariz tengah selesai Aluna memilih untuk mengakhiri sambungan teleponnya.
"Baiklah, nanti saya kabari lagi," ucap Aluna pada orang di seberang panggilan sebelum mengakhiri sambungan telepon itu.
"Sibuk, hmm?" tanya Hariz sembari memakai jam tangan mahalnya.
"Iya," jawab Aluna. "Aku pakaian dasinya." Aluna berdiri di hadapan Hariz lantas memakaikan dasi di leher sang suami. "Sudah selesai, ayo sarapan."
"Ayo," sahut Hariz.
Aluna mengambil tas kerja milik suaminya sebelum keluar dari kamar. Ia kemudian melingkarkan tangannya ke pinggang Hariz. Begitupun sebaliknya.
"Apa kamu jadi membawa Sandra ke kantormu?" tanya Aluna tanpa menghentikan lamgkahnya.
"Ya," jawab Hariz singkat.
"Boleh aku memberi saran sedikit?" tanya Aluna.
"Hmm, boleh Katakan saja," ujar Hariz.
"Jangan berikan Sandra langsung ke posisi tinggi meskipun dia adikmu. Beri dia posisi karyawan biasa agar dia bisa belajar lebih dulu," saran Aluna.
Hariz tidak langsung menjawab, laki-laki diam seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Hmmm, aku rasa kamu benar, Sayang. Terima kasih sarannya." Hariz mencuri satu kecupan di pipi Aluna.
"Sama-sama," ucap Aluna diikuti senyumannya.
Keduanya berjalan menuruni anak tangga tanpa memberikan jarak satu sama lain dan langsung pergi ke ruang makan. Ternyata di sama sudah ada Mona dan Sandra.
Tumben bangun pagi
"Pagi Ma, Sandra," sapa Hariz.
"Pagi juga." Mona dan Sandra membalas sapaan Hariz bersamaan.
Haris lantas duduk di kursinya, sedangkan Aluna pergi ke dapur untuk membuatkan kopi untuk Hariz. Tidak lama Aluna kembali ke meja makan dengan secangkir teh di tangannya.
"Ini, Mas kopinya." Aluna meletakan kopi di dekat Hariz. Pandangan Aluna beralih pada Susi yang sedang menuang jus untuk Sandra. "Mba Susi, Elgar di mana?" tanya Aluna.
"Tadi pergi ke depan. Katanya mau manasin mobil," jawab Susi.
"Nanti tolong panggilkan dia?" pinta Aluna.
"Baik, Non," sahut Susi.
"Kamu bawa Elgar ke sini?" tanya Hariz.
Aluna menarik kursi di samping Hariz sembari menjawab pertanyaan sang suami, " Iya, Mas. Biar lebih mempermudah saja."
"Ya, aku tidak keberatan. Asal dia bisa bekerja dengan benar aku tidak keberatan," ucap Hariz.
"Terima kasih, Mas. Oh iya, mau makan apa? Aku buatkan sandwich daging sama telor dan juga nasi goreng," tawar Aluna.
"Sandwich daging saja," pilih Hariz.
"Baiklah, ini." Aluna menyajikan sandwich daging ke piring Hariz.
"Siapa Elgar?" tanya Sandra yang sedari diam saja, tetapi tetap mencibir Aluna.
"Dia sopir pribadiku," jawab Aluna.
"Sok banget sih pakai sopir pribadi," ejek Mona. "Jadi tambah pengeluaran lagi, 'kan?" cibir Mona.
Suasana di meja makan mulai memanas.
"Memang apa salahnya? Lagi pula Mama tenang saja aku sendiri yang akan membayar sopir itu," debat Aluna.
"Sudah merasa kaya kamu," sindir Mona.
"Ya Tuhan!" Aluna menarik napas berat dan mengusap wajahnya, ia mencoba mengontrol amarahnya.
"Mama, Sandra cukup!" lerai Hariz. "Aluna juga —" Belum selesai Hariz menyelesaikan ucapannya, Elgar datang dan mengalihkan perhatian semua orang.
"Aluna, ada apa?"
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang