Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Bagaimana dengan Ayah..." Arumi menegaskan, karena Seno hanya diam entah apa yang ayahnya itu pikirkan.
"Ayah sih tidak masalah jika kamu sudah yakin akan pilihan kamu Rum, tapi kok Ayah perhatikan justru ada keraguan di mata kamu" pak Seno rupanya bisa menebak hanya dari tatapan mata Arumi.
Deg.
Arumi menunduk menyembunyikan kebenaran yang diucapkan pak Seno. Selama ini memang dia selalu terbuka kepada keluarga terutama ayah dan ibu. Serapat apapun Arumi menyimpan kegelisahan hatinya toh akan terbaca juga.
"Rum, kamu memutuskan untuk menikah dengan Papa Adel apa karena dia orang kaya Nak? Jika itu alasannya sebaiknya kamu pikirkan lagi"
"Ayah kok berpikir begitu?" Arumi menatap Seno sendu, tidak menyangka sang ayah bisa berpikir bahwa Arumi wanita materialistis padahal ayahnya tahu siapa Arumi.
"Maksud Ayah kamu bukan begitu Rum, tapi kok Ibu juga mikir kalau kamu masih ragu-ragu" bu Astiti menambahkan. Ia mengatakan jika hati putrinya itu belum mantap lebih baik jangan menikah terburu-buru.
"Benar kata Ibu kamu Rum, Ayah percaya kok sama kamu. Tetapi... menikah itu ibadah loh, tidak boleh main-main. Jadi... sebaiknya kamu harus melakukan dengan niat hati yang tulus serta mental yang kuat. Apakah kamu memang sudah berpikir matang, dan siap sehidup semati dengan... Siapa tadi namanya?" Seno lupa nama calon Arumi.
"Davin Yah, aku minta doanya saja"
"Jelas, masalah doa tidak usah kamu minta, Ayah sama Ibu tidak pernah putus berdoa untuk kalian anak-anak Ayah.Tapi, kembali lagi ke pernikahan kamu, apakah pria pilihan kamu itu nantinya bisa bertanggungjawab dan mampu menjadi imam yang baik untuk kamu? Semua ini harus kamu persiapkan Nak" nasehat pak Seno, ia tidak ingin anak perempuan satu-satunya tidak akan bahagia.
"Kami sudah siap Yah" Arumi rupanya sudah membulatkan tekat.
"Kalau sudah tidak ada keraguan di hati kamu, lalu bagaimana rencana kamu selanjutnya?" Pak Seno pun akhirnya mengalah. Walaupun di hati kecilnya ada yang mengganjal semoga perasaan itu hanya seperti perasaan para bapak di luar sana, karena sang anak akan diambil pria lain.
"Katanya sih secepatnya keluarga Xanders akan datang melamar Rumi Ayah" Pungkas Arumi.
Ketika keluarga sudah sepakat, malam harinya Arumi hendak menghubungi Davin. Namun, sebelum Arumi mencari nama Pria Galak, handphone nya bergetar. Rupanya mereka sepemikiran, nyatanya Davin sudah telepon lebih dulu.
Arumi bergegas membuka pintu balkon yang diterangi lampu redup, udara malam terasa dingin, tetapi tempat itu memang paling nyaman untuk santai Arumi dan menerima telepon entah dari siapapun sambil memandangi sinar matahari dari timur kala pagi hari, atau cahaya rembulan seperti malam seperti ini.
"Adel rewel ya?" Tanya Davin pada intinya, rupanya pria itu video call.
"Nggak, Dia sudah tidur" Arumi menatap Davin tetapi hanya sekilah lalu berpaling. Pasalnya Davin yang tengah tidur meninggikan bantal itu tanpa mengenakan kaos, hingga nampak dadanya yang ditumbuhi bulu-bulu. Entah seperti apa bagian puser ke bawah Arumi tidak tahu.
"Diajak bicara kok nggak mau lihat wajah saya" protes Davin, berbeda dengan Arumi Davin justru senyum-senyum tanpa Arumi tahu.
"Pakai baju dulu makanya. Pak Davin yang tidak sopan! Masa... berbicara dengan saya tidak pakai baju" rutuk Arumi.
"Kamu sendiri?" Davin mengerutkan kening.
"Kenapa dengan saya?" Arumi masih belum mau menatap layar Handphone.
"Lihat dulu baju kamu sebelum mengoreksi pakaian orang lain" ujar Davin.
Arumi yang bersandar di tembok kamar memperhatikan pakaiannya lalu terlonjak seketika berdiri.
"Aaagghhh..." Rumi berteriak lalu meninggalkan hape di balkon. Ia berlari masuk ke kamar lantas membuka lemari hendak mencari baju yang pantas. "Kenapa aku ceroboh sih" ucapnya merutuki diri sendiri.
"Ya Allah..." Arumi benar-benar malu, memang sudah biasa jika sedang tidur baju tanktop lah yang paling nyaman. Toh tidak ada orang lain selain dirinya. "Kenapa juga sih, pria itu video call segala" gumam Arumi. Arumi ambil sweater yang ia gantung kemudian memakainya, sebelum akhirnya kembali ke balkon ambil handphone.
Arumi memandangi hape, sebenarnya malu untuk menghubungi Davin kembali, tetapi ada hal penting yang akan Arumi sampaikan. Namun, lagi-lagi hape tersebut bergetar kembali. Arumi mengangkat dengan perasaan lega karena Davin hanya telepon biasa
"Keluarga saya sudah setuju Pak, lalu kapan rencana Bapak akan datang ke Semarang?"
"Saya bicarakan dengan Mama, sama Papa dulu" jawab Davin, lalu menanyakan Adel.
"Sudah tidur"
"Coba, aku mau lihat"
"Nggak usah" tolak Arumi tegas. Ia tidak mau Davin video call lagi. Walaupun saat ini pakaiannya sudah sopan, tetapi rasa malunya belum hilang.
"Kenapa? Kamu masih mengenakan pakaian kurang bahan itu"
"Jangan dibahas, sudah gitu dulu ya nanti saya kirim foto saja" Arumi memutuskan sambungan telepon. Seperti biasanya, Arumi ambil gambar Adel yang tengah tidur kemudian mengirimkan kepada Davin.
*************
Hari berikutnya tepatnya hari minggu, keluarga Arumi berkumpul di rumah. Menurut rencana hari itu juga keluarga Davin dari Jakarta akan datang melamar.
"Papa, Opa sama Oma, mau kesini ya Te?" Tanya Adel ketika Arumi sedang membantu mbok dan bu Astiti memasak untuk menjamu para tamu, Adel ikutan walaupun hanya pegang ini dan itu.
"Iya... Kita doakan semoga perjalanan lancar" Arumi menoleh Adel tersenyum. "Ya ampun, coba lihat wajah kamu di kaca" Arumi tidak memperhatikan wajah Adel ternyata banyak tepung, lalu menyuruh mencuci wajah dan tangan.
"Rum, Sebaiknya kamu urus Adeline gih, biar Ibu sama Bibi yang melanjutkan memasak" saran bu Astiti. Ia khawatir jika Davin keburu tiba kesal melihat Adeline seperti donut.
"Iya Bu" Arumi beranjak, benar saja apa yang dikatakan Ibu. Jika Davin keburu tiba yang ada membentak dan keburukan Davin diketahui Ayah. Bisa-bisa gagal menikah.
"Tunggu Rum" Astiti menghentikan langkah Arumi. "Sebaiknya kamu bersih-bersih juga, dandan yang cantik, kalau perlu ke salon" lanjut bu Astiti.
"Ya Allah... sampai segitunya Bu" Arumi merasa seperti wanita penghibur yang akan melayani tamu.
"Sekali-sekali Rum, kamu kan mau dilamar"
"Mari-mari masuk"
Saat sedang berdebat, suara pak Seno di luar sepertinya sedang menerima tamu.
...~Bersambung~...