NovelToon NovelToon
Aku? Jadi Suami Pengganti?

Aku? Jadi Suami Pengganti?

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nur dzakiyah

ig: nrz.kiya

Farel Aldebaran, cowok yang lebih suka hidup semaunya, tiba-tiba harus menggantikan posisi kakak kembarnya yang sudah meninggal untuk menikahi Yena Syakila Gunawan. Wanita yang sudah dijodohkan dengan kakaknya sejak bayi. Kalau ada yang bisa bikin Farel kaget dan bingung, ya inilah dia! Pernikahan yang enggak pernah dia inginkan, tapi terpaksa harus dijalani karena hukuman dari ayahnya.

Tapi, siapa sangka kalau pernikahan ini malah penuh dengan kekonyolan? Yuk, saksikan perjalanan mereka!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur dzakiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8: Masalah Pertama di Kantin

Waktu menunjukkan pukul 12 siang, tanda istirahat makan telah tiba. Para karyawan mulai berbondong-bondong menuju kantin perusahaan, tempat mereka bisa bersantai sejenak dari tekanan pekerjaan. Farel, yang sebenarnya tidak lapar, memutuskan ikut ke kantin, lebih karena bosan di ruangannya.

Dengan santai, Farel memilih tempat duduk di sudut kantin yang agak sepi. Dia hanya memesan kopi dingin, sementara yang lain sibuk mengantri makanan atau berbincang hangat.

Namun, suasana tenang itu tidak berlangsung lama. Seorang pria dengan jas rapi mendekati meja Farel sambil membawa nampan berisi makanan. Yoga, manajer pemasaran yang dikenal suka berkomentar tajam, duduk di meja sebelah. Matanya langsung melirik Farel, yang sedang menyeruput kopinya tanpa peduli dunia.

“Wah, akhirnya sang putra kedua Aldebaran turun ke dunia nyata, ya?” Yoga membuka pembicaraan dengan nada sinis.

Farel mendongak perlahan, alisnya terangkat. “Lo ngomong sama gue?” tanyanya santai.

Yoga menyeringai. “Iya, siapa lagi? Gimana rasanya, Mas Farel, akhirnya masuk ke kantor keluarga? Oh iya, kabarnya lo baru balik dari UK, ya? Keluar dari kampus, ya? Pasti karena ‘terlalu pintar’ buat mereka, kan?”

Farel mendengarkan sambil menyilangkan tangan. Mulutnya tetap datar, tapi matanya mulai menyipit. Dia tahu sindiran itu bukan basa-basi, melainkan pukulan telak yang disengaja.

Yoga melanjutkan, “Tapi, ya, gue nggak kaget sih. Kan, katanya lo selalu beda sama Faris. Kalau Faris itu simbol kesempurnaan, lo lebih kayak… simbol kebebasan, mungkin?”

Beberapa karyawan di sekitar kantin mulai menoleh. Obrolan itu jelas menarik perhatian, terutama karena Farel adalah wajah baru yang kontroversial di perusahaan.

Farel menghela napas panjang, berusaha menahan diri. Tapi Yoga tidak berhenti.

“Jadi, lo di sini cuma buat mengisi posisi kosong, kan? Gue sih harap lo nggak nge'rusak reputasi keluarga besar lo aja,” Yoga berkata dengan nada mencibir sambil mengambil garpu.

Farel tersenyum tipis. Senyum itu adalah tanda bahaya yang jelas. “Lo udah selesai?” tanyanya dengan nada santai tapi menusuk.

Yoga mengangkat bahu. “Kenapa? Nggak kuat dengar kenyataan, ya?”

Seketika itu juga, Farel berdiri, mengambil gelas kopi dinginnya, dan tanpa berpikir panjang, dia menyiramkan isinya ke baju Yoga.

"WOAH!" teriak Yoga, melompat dari kursinya. Kopi dingin itu mengalir di jas mahalnya, meninggalkan noda besar di dada.

Seluruh kantin hening. Mata setiap orang terpaku pada Farel dan Yoga.

“Gue nggak masalah lo ngata-ngatain gue,” kata Farel santai, tapi suaranya tegas. “Tapi kalau lo mulai ngebanding-bandingin gue sama abang gue, itu beda cerita. Lo nggak tahu gue siapa, jadi mending tutup mulut.” lanjut Farel geram, entah kenapa ia sangat kesal ketika orang seperti Yoga itu yang membandingkannya dengan Faris.

Yoga tampak marah luar biasa. Dia menunjuk Farel dengan garpu. “Lo pikir lo siapa? Gue udah kerja di sini bertahun-tahun, dan lo anak baru yang dateng-dateng bikin masalah!”

“Masalah? Lo yang mulai duluan, bro,” jawab Farel dengan nada santai, memasukkan tangan ke saku celananya. “Kalau nggak bisa terima balasannya, jangan ngajak ribut.”

Beberapa karyawan terlihat berusaha menahan tawa. Situasi itu jelas tidak biasa, dan mereka menikmati drama gratis ini.

Tepat saat suasana semakin memanas, seorang pria tinggi besar berpakaian satpam datang menghampiri. “Ada apa di sini?” tanyanya dengan nada serius.

Farel menoleh dengan santai. “Nggak ada apa-apa, Pak. Cuma kopi gue tumpah. Eh, ternyata tumpahnya di orang.”

Yoga langsung menunjuk Farel dengan wajah merah padam. “Dia nyiram gue pakai kopi, Pak! Ini jelas pelanggaran!”

“Ya, salah siapa? Mulut lo nyolot duluan,” Farel menjawab tanpa rasa bersalah.

Sebelum situasi bertambah buruk, tiba-tiba suara berat yang familiar memecah keheningan.

“Farel!”

Semua orang menoleh. Pak Aldebaran berdiri di pintu kantin dengan wajah serius.

Farel tersenyum kecut, mengangkat tangan. “Hai, Pak. Lagi inspeksi?”

“Kantor ini bukan tempat untuk membuat keributan,” kata Pak Aldebaran dengan nada tegas. “Ikut saya sekarang juga!”

Farel hanya mengangkat bahu, mengambil tasnya, dan mengikuti ayahnya keluar dari kantin. Tapi sebelum pergi, dia sempat menoleh ke Yoga. “Santai, bro. Noda kopi itu bisa dicuci, tapi mulut lo... kayaknya butuh perbaikan.”

Suara tawa tertahan terdengar dari beberapa karyawan, sementara Yoga hanya bisa berdiri dengan wajah merah dan napas memburu.

 

Ruang kerja Pak Aldebaran adalah salah satu tempat paling mencekam di kantor itu, terutama bagi Farel. Dindingnya dipenuhi rak buku besar, dan meja kerjanya selalu tampak rapi, kecuali ketika ada berkas-berkas penting menumpuk di atasnya. Namun, yang paling mencolok adalah aura pemiliknya—tegas, berwibawa, dan tidak pernah main-main.

Pak Aldebaran duduk di kursi kebesarannya dengan wajah datar, tapi matanya menatap Farel tajam. Tangan kirinya memijat pelipis, tanda ia sedang menahan diri untuk tidak meledak.

Farel berdiri di depan meja itu, memasukkan kedua tangan ke saku celananya, dengan ekspresi cuek yang menjadi andalannya.

“Apa, Ayah? Kok kayak sidang koruptor gini?”

Pak Aldebaran tidak langsung menjawab. Dia hanya menarik napas panjang sebelum berkata, “Farel, ini baru hari pertama kamu di kantor, dan kamu sudah bikin masalah di kantin. Kamu sadar itu?”

Farel mendengus. “Bukan salah aku. Si.. Si Yoga," berusaha mengingat nama pria itu dari ID Card yang menggantung di lehernya, "Dia itu nyebelin banget. Dia ngejek aku duluan. Apa aku harus diam aja? Aku ini manusia normal, bukan robot.”

“Dan kamu pikir menyiram kopi ke bajunya itu solusi?”

“Ya... enggak juga, sih. Tapi kan efeknya cepet,” jawab Farel sambil mengangkat bahu, seolah tindakannya tadi adalah hal wajar.

Pak Aldebaran mengusap wajahnya dengan kedua tangan. “Farel, dengar. Aku membawa kamu ke sini bukan untuk membuat keributan. Faris sudah tidak ada, dan aku tidak punya pilihan lain. Kamu harus mengambil alih tanggung jawab keluarga ini.”

Farel mendengar nama kakaknya disebut, dan wajahnya sejenak berubah lebih serius. Tapi hanya sesaat. Dia segera kembali memasang ekspresi cueknya. “Kenapa harus aku? Kan aku nggak cocok jadi kayak Faris. Dari dulu aku beda. Faris itu sempurna, aku cuma... aku.”

“Kamu bisa belajar.”

“Yah, belajar tanggung jawab aja aku gagal. Aku bahkan belajar di UK aja gagal. Apalagi belajar jadi Faris!” Farel menjawab, suaranya sedikit meninggi.

Pak Aldebaran menghela napas lagi, kali ini lebih panjang. Dia tahu membujuk Farel bukanlah tugas mudah. “Farel, kamu pikir aku nggak tahu bagaimana cara kamu hidup di UK? Kabur dari tanggung jawab, bolos kuliah, bikin masalah di sana-sini. Tapi aku masih kasih kamu kesempatan karena aku tahu... jauh di dalam hati, kamu bisa berubah.”

Farel tertawa kecil, tapi ada rasa kesal dalam nada tawanya. “Wah, Ayah, ini serius banget. Aku jadi kayak nonton film motivasi.”

“Farel!” suara Pak Aldebaran meninggi. “Ini bukan lelucon!”

Farel langsung terdiam. Meskipun dia sering melawan ayahnya, dia tahu kapan harus berhenti. Dia menarik napas, lalu mengusap tengkuknya. “Oke, oke. Tapi, aku nggak bisa kayak Faris. Aku nggak punya kepala dingin kayak dia. Aku... ya aku, anak yang suka bebas, suka main game, suka bikin rusuh. Itu aku.”

Pak Aldebaran menatapnya tajam. “Dan itulah yang harus kamu ubah. Kamu sudah menikah, Farel. Yena butuh suami yang bisa dia andalkan. Perusahaan ini butuh pemimpin. Aku tidak peduli seberapa sulit kamu merasa ini, tapi kamu harus mulai belajar tanggung jawab.”

Farel mendengus lagi. “Kenapa semua orang ngomong soal tanggung jawab? Emang tanggung jawab itu bisa bikin aku lebih bahagia?”

“Tanggung jawab itu bukan soal bahagia atau tidak, tapi soal menjadi manusia yang bisa dipercaya,” jawab Pak Aldebaran tegas.

Suasana ruangan menjadi hening. Farel tahu bahwa dia tidak akan menang dalam perdebatan ini. Dia menghembuskan napas keras, lalu berkata, “Oke, Pa. Aku ngerti. Tapi aku cuma minta satu hal.”

“Apa?”

“Jangan larang aku main game di kantor.”

Pak Aldebaran menatap Farel dengan pandangan yang sulit diartikan. “Kamu serius?”

“Seriuslah. Aku butuh hiburan. Kalau nggak, aku bisa makin stres dan malah bikin masalah lagi.”

Pak Aldebaran hanya menggelengkan kepala. “Keluar dari sini, Farel. Aku lelah bicara denganmu.”

Farel tersenyum kecil, lalu berjalan keluar dari ruangan itu. Tapi sebelum menutup pintu, dia sempat berkata, “Oh iya, ngomong-ngomong, kopi di kantin kita kurang enak. Nanti aku cari supplier baru, ya?”

Pintu pun tertutup sebelum Pak Aldebaran sempat membalas. Di luar, Farel berjalan sambil bersiul kecil. Meski ayahnya berhasil menekannya, dia tetap Farel yang sama, penuh kekacauan, tapi sulit untuk benar-benar membenci.

1
Angel Ine
semangat terus, ceritanya gak berhenti bikin ngakak, selalu mendukung karya k.thor
Angel Ine
Lanjut terus k.thor semangat dalam berkarya
Ana
Pokonya baca semua karya kakak, bisa jadi inspiratif yg baik, karya yg ini tema beda tapi tdk jauh banget dri ciri khas kakak,, ngakak abiss jg bacanya
El
Mampir lagi.. seperti biasa karya kakak luar biasa, apa lgi kali ini tema berbeda..
El
Bener" yee nih farelll...🤦🏻‍♀️😂
Ddek Aish
ada2 aja grup anak spesial. kirain anak disabilitas yang spesial taunya 😂😂😂
ᏦᎨᎽᎯ~: hahaha.. 🤣🥰
total 1 replies
Agnan
Kocak sih ini, keren.. keren..
ᏦᎨᎽᎯ~: terima kasih kak, atas dukungannya dan komen positifnya🥰🫶🏻🦭
total 1 replies
PuputMega Shelviana SuJanii
bahasanya kurang ngena thor, masa ank ngomong nya gue2 k ayahnya, giliran ayahnya jh bz sopan pakex saya
ᏦᎨᎽᎯ~: wajar sih kak, melihat sifat farel ya gtulah.. adapnya kurang🤣 jdi mon maap klw krng nyaman🙏🏻 tp terima kasih udh baca🫶🏻
total 1 replies
Ddek Aish
mampir lagi
ᏦᎨᎽᎯ~: terima kasih ya kak, atas dukung setiap karyaku, bakal semakin semngt nihhh🥰🫶🏻🦭
total 1 replies
Agnan
Haha Kocak si farel😂😂
ᏦᎨᎽᎯ~: beh gercep ya, tenkyu
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!