Dua orang sahabat yang terbiasa bersama baru menyadari kalau mereka telah jatuh cinta pada sahabat sendiri setelah jarak memisahkan. Namun, terlambat kah untuk mengakui perasan ketika hubungan mereka sudah tak seperti dulu lagi? Menjauh tanpa penjelasan, salah paham yang berakibat fatal. Setelah sekian tahun akhirnya takdir mempertemukan mereka kembali. Akankah mereka bersama setelah semua salah paham berakhir?
Ikuti lika-liku perjalanan dua sahabat yang manis dalam menggapai cinta dan cita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EuRo40, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Sesampainya di depan rumah Ana. Sudah ada orang tua Ana yang menunggu. Mereka langsung menghampiri Ana. Angga tak sempat bicara dengan Ana.
“Ana, kamu dari mana?” tanya Arin.
“Nda, nanyanya nanti aja. Udah malam, suruh masuk dulu anaknya.” Bayu menegur Arin.
“Ah, iya. Masuk An, tunggu Bunda di ruang tamu!”
Ana masuk dengan motornya ke dalam gerbang kemudian parkir di garasi. Sementara itu, Arin dan Bayu menginterogasi Angga.
“Ga, kamu ketemu Ana di mana?” tanya Arin.
“Di rumah sakit, Bunda,” jawab Angga yang sudah melepas helmnya.
“Di rumah sakit, Ana kenapa?” tanya Arin.
“Ana nggak apa-apa, Bunda. Sepertinya dia sedang menunggui temannya. Angga juga belum jelas, kami tadi nggak ngobrol banyak.”
“Bunda, udah. Nanya-nanya terus. Udah malam, kasian Angga pasti capek. Biarin dia pulang,” ucap Bayu.
“Angga, makasih banyak, ya. Kalau nggak ada kamu, Ayah sama Bunda bingung mau cari ke mana. Salam buat Mama sama Papa," ujar Bayu pada Angga.
“Iya, Ga. Makasih banyak, besok ke sini, ya. Bunda masakin makanan kesukaan kamu,” ucap Arin.
“Iya, Yah, Bunda. Angga pulang dulu.” Angga lalu pergi dari hadapan Bayu dan Arin.
Selepas kepergian Angga. Mereka masuk lalu mengunci gerbang. Di dalam rumah Ana duduk gelisah. Ia tadi mengintip di jendela dan melihat orang tuanya sedang menginterogasi Angga.
Lelaki itu pasti memberi tahu jika dirinya berada di rumah sakit tadi. Ana bingung harus beralasan apa, agar mereka tidak marah. Terus terang Ana selama ini backstreet dari mereka.
Arin dan Bayu datang. Mereka duduk berhadapan dengan Ana. “Kamu dari mana?” tanya Arin dengan wajah datar.
Ana menunduk merasa bersalah. “Dari ketemu teman,” jawab Ana.
“Yang benar kamu, jangan bohong sama Bunda! Angga bilang kamu dari rumah sakit, ngapain?” tanya Arin lagi dengan suara yang lebih tegas.
“Iya, dari rumah sakit abis jagain teman.”
“Tadi kamu izin sama Bunda mau pergi sama Angga, tapi Angganya di rumah, tuh! Kamu udah berani bohong sama Bunda. Kamu tahu nggak bahayanya pergi malam-malam naik motor sendiri?” Arin memarahi Ana karena sayang. Dia tak ingin terjadi apa pun pada Ana dan Ana paham itu.
“Iya, maafin Ana, tapi tadi emang niatnya mau pergi sama Angga cuma pas Ana udah siap Angga nggak datang, dia ngebatalin janjinya. Pas kebenaran saat itu ada telepon dari rumah sakit yang bilang temanku kecelakaan dan tidak sadarkan diri. Mereka tidak tahu harus menghubungi siapa, kebetulan nomor aku ada di urutan paling atas. Jadi, mereka telepon aku. Ana nggak mungkin mengabaikan teman Ana, jadi Ana ke sana, terus nungguin sampai orang tuanya datang baru pulang.” Ana menjelaskan panjang lebar, tetapi tidak menyebutkan nama temannya.
“Teman kamu laki-laki atau perempuan?” tanya Bayu.
Ana diam, ia ragu untuk menjawab. Namun, jika ia berbohong lagi, maka ia akan terus berbohong dan ujungnya pasti akan ketahuan juga. Ana lebih memilih untuk jujur meskipun ia yakin akan lebih banyak pertanyaan.
“Hm, laki-laki,” jawab Ana sambil menatap ke bawah.
“Siapa?” tanya Bayu lagi. Ia yang paling protektif jika ada lelaki yang dekat dengan Ana. Rasanya tidak mungkin Ana mau ke rumah sakit jika tidak ada sesuatu di antara mereka.
“Galang.”
Bayu maju duduk lebih dekat dengan Ana. “Kalian ada hubungan apa?” tanya Bayu, matanya menatap Ana lekat.
Pertanyaan itu akhirnya keluar juga. Pertanyaan yang membuat Ana dilema. Ia mengangkat wajahnya menatap Bayu, tetapi dengan cepat menunduk kembali begitu melihat tatapan Bayu yang tajam.
“Kami, teman aja,” jawab Ana masih belum berani untuk jujur.
“Dia pernah ke sini?" tanya Bayu lagi.
“Pernah beberapa kali," jawab Ana.
“Benaran kalian cuma teman?” tanya Arin.
“Iya," jawab Ana seraya menatap Arin.
Interogasi masih terus berlanjut. Arin menanyakan sebab Galang di rumah sakit. Ana pun menjelaskan kejadiannya.
***
Lagi-lagi Ana sudah rapi ia ingin menjenguk Galang. Kebetulan hari ini ia hanya ada kuliah satu kelas saja dan itu pun pukul dua siang. Ana melangkah ke meja makan. Di sana ia melihat sudah ada Angga duduk bersama orang tuanya.
“An, kamu mau ke mana, udah rapi aja?” tanya Arin.
Ana melirik Angga sekilas sebelum menjawab. “Mau ke rumah sakit, jenguk sebentar,” jawab Ana. Ia lalu duduk di samping ibunya berseberangan dengan Angga.
“Lo rajin amat, pagi-pagi udah di sini aja, Ga?” tanya Ana.
“Biarin aja, Bunda yang ngundang Angga. Nanti kamu perginya juga sama Angga, biar dia anter kamu ke rumah sakit.” Arin yang menjawab.
“Nanti ngerepotin Angga. Aku pergi sendiri aja, ngga apa-apa, kok.” Ana menolak dengan halus.
“Gue nggak repot, kok, An. Kan gue udah bilang selama di sini, gue bakal anter jemput lo,” ucap Angga.
“Ya, udah kalo gitu.” Ana tidak bisa berkutik lagi. Terlebih ada orang tuanya bersama mereka. Di sisi lain ia merasa senang karena bisa terus bersama Angga tetapi juga takut. Ia berdoa semoga Angga tidak tahu perihal hubungannya dengan Galang.
...----------------...