Aluna, gadis berusia delapan belas tahun dengan trauma masa lalu. Dia bahkan dijual oleh pamannya sendiri ke sebuah klub malam.
Hingga suatu ketika tempat dimana Aluna tinggal, diserang oleh sekelompok mafia. Menyebabkan tempat itu hancur tak bersisa.
Aluna terpaksa meminta tolong agar diizinkan tinggal di mansion mewah milik pimpinan mafia tersebut yang tak lain adalah Noah Federick. Tentu saja tanpa sepengetahuan pria dingin dan anti wanita itu.
Bagaimana kehidupan Aluna selanjutnya setelah tinggal bersama Noah?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 20
“Dasar bos kulkas dua belas pintu menyebalkan!” gumamnya lirih.
“Kupingku masih normal untuk mencium bau-bau umpatan mu, Vincent!”
“Mana ada kuping bisa mencium bau, Tuan?” Vincent balik bertanya karena penasaran. Atau memang benar yang dikatakan Noah, dia itu bodoh.
“Tentu saja ada. Milikku ini buktinya.” Noah menunjuk telinganya sendiri sambil menahan tawanya.
“Terserah anda saja.”
Dengan wajah kesal dan menahan emosi yang sudah ada di pucuk ubun-ubun, Vincent berbalik dan membuka pintu yang beberapa menit lalu kembali diketuk oleh seseorang.
Vincent menggelengkan kepala, tertawa dalam hati mengingat perdebatan kecilnya baru saja dengan Noah.
Setidaknya berpura-pura bodoh untuk menyenangkan atasannya tidak apa-apa, bukan?
Pintu ruangan Noah terbuka.
“Selamat datang, Nona dan silahkan masuk.” Vincent menyapa.
“Ih! Nyebelin banget! Aku udah nunggu dari tadi sampai kaki aku kesemutan gini. Kenapa baru dibuka?” gadis itu menjejakkan kakinya ke lantai.
Suara cempreng seorang gadis kecil berhasil membuat Vincent melotot heran. Ditambah lagi gaya pakaian gadis itu terlihat seperti preman pasar.
Tindik di bibir, hidung dan telinga. Juga celana jeans yang sobek di bagian dengkul dan paha serta t-shirt tanpa lengan. Rambut pendek yang diwarnai dengan warna anak muda gaul jaman sekarang membuat gadis itu terlihat... urakan.
Vincent tidak bisa lagi mengungkapkannya. Sepertinya dia kehabisan kata-kata hari ini. “Kamu siapa?”
“Hai Om, aku Lilac. Panggil saja aku Lili atau Lilac terserah Om aja.” Gadis itu mengulurkan tangannya.
‘Bertambah satu lagi beban hidupmu, Vincent. Bisa-bisanya ada gadis seperti ini?’ gumamnya dalam hati.
Lilac menatap Vincent dari atas ke bawah dan tersenyum. “Om bapaknya satpol PP, ya?”
“Kenapa memangnya?” Vincent melipat kedua tangan di bawah dada sambil menyandarkan tubuhnya ke pintu.
“Karena Om sudah berhasil mengobrak abrik hati aku.” Lilac tersenyum genit, berharap kalau candaannya bisa membuat pria berwajah datar itu klepek-klepek.
“Kamu salah! Bapakku bukan satpol PP, tapi sudah mati!” Vincent yang kesal langsung berbalik dan berjalan ke arah Noah dengan wajah ditekuk.
Masalah satu belum selesai, sekarang datang masalah baru lagi.
Lilac kemudian masuk dan menghampiri kedua pria tampan yang sedang menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. Membuat gadis itu menelan ludahnya sendiri dengan susah payah.
“Mau duduk atau tetap berdiri di sana?!” ketus Vincent.
“Iya, iya. Aku duduk.” Lilac menarik kursi yang berada di depan Noah lalu duduk.
****
Mentari sudah beranjak ke peraduan, siang berganti dan malam mulai menjelang. Hanya terdengar suara binatang yang mengusik telinga.
Aluna sedang duduk di sofa empuk yang berada di taman belakang, dibawah sinar rembulan yang terlihat terang dan indah.
Entah apa yang sedang gadis itu pikirkan. Karena hampir dua jam lamanya Aluna berada di sana tanpa beranjak sedikitpun dari sofa.
“Terlalu lama disini bisa membuatmu sakit, Luna. Ini sudah hampir pukul sembilan malam.” Yasmin menepuk pundak Aluna.
“Aku hanya ingin sendirian, Bibi. Apa boleh?” Aluna mendongak, menatap Yasmin dengan tatapan penuh harap.
Helena menghela nafas kasar lalu pergi meninggalkan Aluna seorang diri. Namun, sebelum pergi dia meletakkan secangkir teh hangat untuknya.
Aluna memejamkan kedua matanya. Menghirup dalam-dalam udara dingin malam hingga masuk melewati rongga hidungnya.
Hingga muncul kepingan-kepingan memori dimana dia pernah berada di posisi seperti ini. Duduk melihat bulan di langit malam.
Flashback on