Felicia, seorang mahasiswi, terpaksa menjadi jaminan hutang keluarganya kepada Pak Rangga, seorang pengusaha kaya dan kejam. Dia harus bekerja keras untuk melunasi hutang tersebut, menghadapi tekanan moral dan keuangan, serta mencari jalan keluar dari situasi sulit ini. Hubungannya dengan Pak Rangga pun menjadi kompleks, menimbulkan pertanyaan tentang kebenaran, kekuasaan, dan keberanian.
Felicia berjuang untuk menyelamatkan keluarganya dan menemukan kebebasan, tetapi tantangan besar menanti di depan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi'rhmta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Operasi Rak Buku & Bencana Kue Ulang Tahun
Bulan madu di Bali telah usai, meninggalkan Rangga dan Lusi dengan segudang foto prewedding yang indah dan kulit sedikit lebih gelap. Kembali ke rutinitas, kenyataannya jauh lebih… bumilicious daripada yang mereka bayangkan.
Pagi itu, Rangga bertekad membuat sarapan istimewa untuk istrinya. Ia bersemangat mengikuti resep telur dadar keju dari internet, yang menjanjikan "tekstur lembut nan lumer di mulut". Hasilnya? Sebuah lempengan berwarna kecokelatan yang keras dan lengket, dengan keju yang gosong seperti kerak gunung berapi.
"Sayang, lihat mahakarya-ku!" seru Rangga, dengan nada bangga yang sedikit dipaksakan.
Lusi, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah, menatap telur dadar tersebut dengan ekspresi tak percaya.
"Itu… apa itu, Sayang? Fosil telur purba?" tanyanya, sambil menahan tawa.
"Ini telur dadar keju, Sayang! Resepnya dari internet!" jawab Rangga, sedikit tersinggung.
"Oh, dari internet ya? Mungkin internetnya lagi error," celetuk Lusi, akhirnya tertawa terbahak-bahak. "Kita pesan mie ayam saja, ya?"
Rangga, meskipun sedikit kecewa, ikut tertawa. "Ide bagus! Aku tidak yakin bisa menelan mahakarya-ku sendiri."
Petualangan mereka berlanjut di dapur. Saat mencuci piring, Rangga, yang masih terbawa suasana chef dadakan, berusaha menunjukkan keahliannya dalam membilas piring dengan cepat dan efisien. Hasilnya? Sebuah piring antik pemberian nenek Lusi tergelincir dari tangannya dan pecah berkeping-keping.
"Astaga, Sayang!" Rangga panik, matanya membulat.
"Aku… aku sangat menyesal! Ini… ini… piring kesayangan nenekmu, kan?"
Lusi, yang awalnya terkejut, kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Tenang, Sayang! Nenek sudah bilang, 'Piring itu hanya barang mati, yang penting cucuku bahagia!'" Ia menambahkan dengan nada bercanda, "Lagipula, kita bisa beli yang baru. Mungkin yang anti pecah, ya?"
Kejadian-kejadian lucu berlanjut. Rangga mencoba merakit rak buku yang baru dibeli, hasilnya rak buku tersebut terlihat seperti menara Pisa yang siap runtuh. Mereka berdua tertawa terbahak-bahak saat mencoba memperbaiki rak buku yang miring itu.
Bahkan saat menonton film romantis, Rangga tertidur pulas di sofa, membuat Lusi mengunggah foto Rangga yang tertidur dengan caption, "Ini dia, pangeran tampanku yang sedang bermimpi indah… atau mungkin mimpi buruk karena rak buku kita?"
Kehidupan rumah tangga Rangga dan Lusi terus berlanjut, dibumbui dengan tawa dan kekonyolan yang tak pernah habis. Setelah insiden rak buku miring, tantangan berikutnya datang dalam bentuk kue ulang tahun.
Lusi berniat membuat kejutan untuk ulang tahun Rangga, sebuah kue cokelat leleh yang mewah. Ia mengikuti resep dari buku masak kesayangan neneknya, yang terkenal rumit dan penuh dengan petunjuk samar.
Rangga, yang pulang kerja lebih awal untuk membantu, akhirnya malah menjadi pengganggu. Ia terus bertanya-tanya, memberi saran yang tidak perlu, dan bahkan mencoba mencicipi adonan sebelum waktunya.
"Sayang, ini adonan terlalu kental, ya?" tanya Rangga, sambil menunjuk adonan dengan sendok kayu.
Lusi, yang sedang fokus mengocok telur, menjawab dengan sabar, "Sabar, Sayang! Ini masih proses. Lagipula, kamu bukan koki profesional."
"Tapi aku bisa mencicipi, kan?" Rangga mencoba mengambil sedikit adonan.
"Tidak! Nanti kue kita gagal!" Lusi menghentikan tangan Rangga.
Setelah berjuang berjam-jam, kue akhirnya matang. Namun, bentuknya tidak seperti yang diharapkan. Kue tersebut terlihat seperti gunung cokelat yang meletus, dengan lapisan cokelat leleh yang berantakan.
"Sayang, lihat kue ulang tahunmu!" kata Lusi, dengan sedikit malu.
Rangga tertawa terbahak-bahak. "Ini… lucu sekali! Sepertinya gunung berapi cokelat yang sedang meletus!"
"Tapi aku sudah berusaha keras!" Lusi sedikit kecewa.
"Aku tahu, Sayang. Dan itu sangat berharga bagiku. Rasanya pasti enak kok!" Rangga memeluk Lusi, menghibur istrinya.
Malam harinya, mereka merayakan ulang tahun Rangga dengan kue "gunung berapi" tersebut. Mereka tertawa terbahak-bahak saat kue tersebut hancur saat dipotong.
"Ini kue ulang tahun paling unik yang pernah kumakan," kata Rangga, sambil membersihkan cokelat yang belepotan di wajahnya.
"Ya, dan paling berkesan," tambah Lusi, sambil tertawa. "Tahun depan, kita pesan saja ya?"
Keesokan harinya, mereka berencana untuk mengganti gorden kamar tidur. Rangga, dengan percaya diri, mencoba untuk memasang gorden tersebut sendiri. Namun, ia salah mengukur, dan gorden tersebut terlalu pendek. Lagi-lagi, tawa menggema di rumah mereka.
"Sayang, gordennya… terlalu pendek!" kata Rangga, dengan wajah sedikit merah.
Lusi tertawa terbahak-bahak. "Tidak apa-apa, Sayang! Kita bisa beli yang baru. Yang lebih panjang, ya?"