Kaina Syarifah Agatha. Gadis cantik yang cerdas. Mengetahui dirinya dijodohkan dengan pria pujaannya. Sam.
Samhadi Duardja Pratama. Pria yang diidolai Kai, begitu nama panggilan gadis itu. Sejak ia masih berusia sepuluh tahun.
Sayang. Begitu menikah. Berkali-kali gadis itu mendapat penghinaan dari Sam. Tapi, tak membuat gadis itu gentar mengejar cintanya.
Sam mengaku telah menikahi Trisya secara sirri. Walau gadis itu tak percaya sama sekali. Karena Trisya adalah model papan atas. Tidak mungkin memiliki affair dengan laki-laki yang telah beristri.
Kai menangis sejadi-jadinya. Hingga ia terkejut dan mendapati kenyataan, bahwa ia mendapat kesempatan kedua.
Gadis itu kembali pada masa ia baru mengenal Sam selama dua minggu, sebagai pria yang dijodohkan dengannya.
Untuk tidak lagi mengalami hal yang menyakiti dirinya. Gadis itu mulai berubah.
Bagaimana kisahnya? Apakah Kai mampu merubah takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEBUAH PERUBAHAN
Kai yang tengah memakai mukena itu. Langsung mengambil air dalam gelas dan berlalu dari dapur sambil membawa gelas tadi untuk ayahnya.
Sampai depan kamar ayahnya, gadis itu mengetuk pintu. Kemudian masuk setelah mendengar perintah untuk masuk.
Arin yang baru bangun melihat putrinya yang masih mengenakan mukena sambil memegang gelas berisi air. Wanita itu masih menggeliat di atas tempat tidur.
"Ayah, ini airnya," ujarnya.
"Letakkan di atas nakas, Sayang!" ternyata Umar berada di kamar mandi.
Kai meletakkan gelas itu di atas nakas. Kemudian ia berjingkat menaiki kasur lalu mencium lembut kening ibunya.
"Selamat pagi, Bu," sapanya kemudian ia menuruni tempat tidur.
"Selamat pagi, Kai," balas Arin.
Umar keluar dari kamar mandi sudah lengkap mengenakan kokonya.
"Bu, yuk bangun. Kita jamaah bareng," ajak Umar.
"Sebentar Yah," Arin beranjak perlahan turun dari kasurnya, malas.
Wanita itu ke kamar mandi, untuk berwudhu. Sebenarnya baru kali ini wanita itu mengerjakan sholat subuh berjamaah. Karena sebelum-sebelumnya sang suami juga jarang bangun pagi-pagi begini.
Selesai Arin mengenakan mukena. Mereka berjalan menuju musholla yang ada di lantai tiga. Rumah mereka memang besar.
Sebelum naik. Umar mengetuk pintu kamar Trisya. Tidak ada jawaban.
"Apa Trisya pergi lagi?" tanya Umar pada Arin, yang dijawab gendikan bahu saja.
Umar membuka pintu kamar. Benar saja. Trisya tidak ada di kamar menandakan ia tidak ada atau belum pulang.
"Kenapa akhir-akhir ini, dia jarang pulang? Bukannya jadwal pemotretan sudah selesai?" tanya Umar.
"Sudah lah, Yah. Kita buruan ke mushala, itu sudah adzan subuh," ajak Kai menghentikan pertanyaan ayahnya.
Gadis itu tidak mau subuh ini diwarnai oleh drama. Akhirnya Umar menghentikan keinginan tahuannya.
Mereka pun pergi ke mushala keluarga yang ada di lantai tiga. Usai sholat. Arin bergegas kembali ke kamar. Sedang Kai mengambil Qur'an yang ada di sana dan membacanya.
Umar masih berdiam dan mendengar lantunan merdu suara Kai yang mengaji. Hati pria paru baya itu sangat senang atas perubahan putrinya itu.
Usai mengaji. Kai berusaha meminta sesuatu pada ayahnya.
"Yah ... boleh tidak aku beli motor buat pergi ke kampus?" tanyanya.
"Motor? Buat apa. Kan di rumah sudah banyak mobil. Buat apa kamu beli motor?"
"Ayo lah, Yah. Kadang waktuku itu tidak bisa diprediksi kapan ngampusnya. Terlebih sekarang skripsi. Jadi dari pada Pak Udin atau Pak Bejo repot bolak-balik antar jemput. Mending aku beli motor," jelas Kai panjang lebar.
"Boleh ya, Yah," rayu Kai.
Umar berpikir panjang. Kemudian ia mengangguk. Anggukan Umar disambut antusias Kai dengan memeluknya erat.
"Makasih Yah. Oh ya. Nanti aku magang di kantor Ayah aja ya," ujarnya.
"Loh kenapa berubah? Bukannya kamu kemarin minta magang di kantornya Sam?" tanya Umar heran.
Kai tersenyum canggung. Tidak mungkin ia membocorkan apa yang bakal terjadi ketika ia bekerja di sana.
Kai sangat ingat sekali bagaimana Sam mempermalukannya di depan semua karyawannya ketika Trisya datang. Padahal Kai sudah bekerja sangat baik.
Bagaimana Trisya yang sengaja menyenggol kopi yang dibawanya ketika Sam menyuruhnya, hingga kopi itu tumpah dan mengenai baju Trisya.
"Apa kau buta, hah!" bentak Sam waktu itu.
"Kau tahu berapa harga baju kesayanganku ini!" makinya sinis. "Aku tahu, kau anak kesayangan Ayahmu. Kau bisa meminta gantinya. Tapi, kau tidak bisa mengganti waktu yang kujalani ketika membeli baju ini!"
"Sudah Sayang, tidak apa-apa," ujar Trisya lembut menengahi.
"Aku tidak sengaja menumpahkan kopi itu. Dia menyenggol ku!" Aku membela diri.
"Apa katamu. Kau menyalahkan kekasihku?!" bentak Sam tak terima.
"Jika kau tidak percaya. Kau bisa cek CCTV," ujar Kai tenang walau dengan muka merah menahan amarah.
Sam terdiam. Sebenarnya ia tahu jika Trisya sengaja menyenggol lengan Kai. Tapi, ia menutupi kesalahan kekasihnya.
Mendengar ucapan Kai. Trisya tentu tidak bisa berkutik. Jelas ia salah akan itu.
"Sudah. Kau bersihkan itu. Aku tidak mau ada kesalahan lagi. Mengerti!" Sam masih membela Trisya.
"Sayang!" panggilan Umar menyadarkan Kai.
"Ah ... iya, Yah," jawab Kai.
"Kenapa. Apa yang kau pikirkan. Apa terjadi sesuatu pada hubungan kalian?" tanya Umar.
Kai menggeleng. Gadis itu hanya mengulas senyum manis untuk ayahnya.
"Yah, jika perjodohan itu tidak diteruskan, tidak apa-apa kan?" tanya Kai hati-hati.
Umar mengerutkan dahinya. Ia sangat tahu jika Kai sangat mencintai Sam dengan tulus. Walau kelakuan anak gadisnya terlalu berlebihan pada Sam.
"Sebenarnya, Ayah tidak enak jika membatalkan perjodohan ini. Ayah banyak hutang budi pada ayahnya Sam. Terlebih dengan neneknya Sam," ujar Umar dengan nada menyesal.
"Ya sudah, tidak apa-apa. Tapi, Yah. Bisakah, Ayah memecat Tini. Aku tidak suka tingkahnya yang kecentilan," pinta Kai cemberut.
Umar tertawa ringan ketika Kai memanyunkan bibirnya.
"Kecentilan bagaimana maksudmu?"
"Iya, masa tadi dia keluyuran hanya memakai daster tipis banget, sampai kelihatan warna **********," jawab Kai kesal.
Umar mengingat kejadian barusan. Pria itu memang melihat Tini tengah berjalan mendekatinya dengan gaya sensual. Walau ia tak yakin. Hanya saja tiba-tiba Kai membuka pintu dan langsung menutupi pandangannya.
"Lalu dari mana kau bisa keluar tiba-tiba dari kamarmu tadi?"
"Feeling, Yah," jawab Kai enteng..
Umar tersenyum lebar hingga menampakan giginya yang putih dan rapi.
"Ayah sebenarnya juga risih dengan kelakuannya beberapa hari ini. Baiklah. Ayah akan memindahkannya bekerja di rumah nenekmu," ujar Ayah lagi.
Kai akhirnya tersenyum lega mendengar hal itu.
*********
Benar saja. Umar langsung menyuruh Pak Udin untuk membawa Tini ke rumah nenek. Alasannya di sana kekurangan pekerja.
Dengan wajah ditekuk. Tini berangkat menuju kota B. Jarak antar kota B dan Kota J bekisar empat jam perjalanan.
Kai kini berada di showroom motor. Pilihannya jatuh pada Motorsport model reli. Jangan salah. Kai adalah gadis tomboy dengan segudang keahlian termasuk menjalankan kendaraan roda dua dalam kecepatan tinggi.
Motor akan sampai rumah Kai dalam tiga hari ke depan. Berarti tepat, ketika ia magang di tempat ayahnya.
Kai sudah mengurus kepindahan magangnya tadi sebelum pergi ke showroom. Beruntung permintaan magang belum diserahkan ke pihak perusahaan. Jadi Kai masih ada waktu untuk mengubahnya walau sangat mendadak.
Sedangkan di tempat lain, Sam mendapat laporan tentang peserta magang. Matanya mencari sosok yang selalu mengganggunya belakangan.
"Loh ... kenapa, nama Kaina tidak ada dalam daftar list pekerja magang ya?" tanyanya pada diri sendiri.
Pria itu menggunakan telepon kantornya.
"Halo, Ran. Coba cek kenapa nama Kaina Syarifah Agatha tidak masuk dalam list?"
Setelah mendapat jawaban dari ujung telepon, Sam menutup panggilan. Hanya waktu dua menit telepon berbunyi.
"Halo!"
"Maaf Pak, peserta magang atas nama Kaina Syarifah Agatha mengundurkan diri dari peserta magang di perusahaan kita," jelas Ran, manager HRD.
"Apa alasannya?" tanya Sam sambil mengerutkan keningnya.
"Maaf Pak, kami tidak tahu!" jawab Ran lagi.
"Baik, terima kasih. Lanjutkan kerjamu!" titah Sam kemudian menutup telepon.
"Ada apa denganmu, Kai?" tanya Sam mulai bingung. "Sudah beberapa hari ini, kau seperti menghindar dariku?"
Sam sangat tidak nyaman dengan sikap Kai belakangan ini. Bahkan gadis itu tidak lagi merecokinya dengan ribuan pesan singkat. Bahkan kadang ia telepon walau hanya mendengar suara Sam saja.
"Halo!" bentak Sam ketika Kai menelpon entah keberapa kalinya.
Pria itu sangat kesal akan ulah gadis yang dijodohkan dengannya itu. Padahal berkali-kali ia berbuat kasar. Tapi, tidak berimbas pada Kai. Justru malah makin menjadi.
Namun setelah nyaris seminggu ini. Kai benar-benar tidak mengganggunya sama sekali.
Nyes!
"Ssshhh! Kenapa dadaku tiba-tiba sakit?" keluh Sam sambil memegang dadanya.
Tiba-tiba kelebatan wajah Kai yang tersenyum manja padanya melintas. Entah mengapa, ia merindukan rengekan manja dari gadis itu.
"Aish ... sialan. Bukankah itu bagus jika dia tidak menggangguku lagi!" umpat Sam bermonolog.
"Tapi ... Aku beneran rindu," Sam menghela napas.
Sam membuka applikasi WhatsApp. Mencari pesan dari Kai terakhir. Pria itu lupa jika nama gadis itu tidak ia simpan.
Ketika melihat foto profil di akun gadis itu, ternyata hanya gambar siluet hitam. Sam mengernyit. Ia sangat yakin jika kemarin foto Kai masih terpampang di akunnya.
Sam mencoba meneleponnya.
"Maaf nomor yang anda tuju. Salah!"
Sam terkejut. Ia sangat yakin yang dipencet adalah nomor Kai. Berulang kali ia mencoba menghubungi nomor itu. Lagi-lagi jawaban sama yang ia dengar dari operator seluler.
"Apa dia ganti nomor?" tanya Sam bingung.
Sam makin gelisah. Entah kenapa, ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Tiba-tiba ponselnya berdering. Hatinya yang sedih langsung gembira.
"Halo Kai!"
"Loh kok Kai sih. Ini aku sayang, Trisya!" sebuah suara menyadarkannya.
"Ah, maaf. Kupikir tadi Kai yang menghubungiku," ujar Sam beralasan.
"Kenapa lagi dia. Apa buat ulah lagi?" tanya Trisya di seberang telepon.
"Ah ... sudah lah, tidak usah dibahas. Ada apa, sayang?" tanya Sam mengalihkan pembicaraan.
"Ah ... begini sayang. Tadi kan aku dapat job buat foto tas branded terbaru. Limited loh," jawab Trisya.
Sam yang sangat tahu apa yang diinginkan kekasihnya itu. Langsung memberikan jawaban yang membuat Trisya sangat senang.
"Kau ambil itu, jika kau ingin dan kirim tagihannya padaku."
"Tapi, Sayang. Harganya tiga ratus juta."
"Tidak masalah jika untuk wanita secantik kamu, Sayang," ujar Sam sambil membayangkan betapa bahagianya wajah Trisya sekarang.
"Ah ... Kau memang yang terbaik. Aku mencintaimu!" pekik Trisya kegirangan.
"I love you too," balas Sam sambil tersenyum.
Percakapan berakhir. Pria itu kembali tersenyum senang karena dapat membahagiakan kekasihnya.
Namun sejurus kemudian. Sam mulai membandingkan antara Trisya dan Kai.
Kai yang selalu ia tolak jika ingin dibelikan sesuatu darinya. Sam ingat ketika terakhir bagaimana usaha Kai merayu pria itu membelikannya baju rajut gambar Minie mouse. Padahal harganya tidak lebih dari satu juta.
Namun Sam langsung mencapnya dengan sebutan gadis matre. Walau akhirnya gadis itu membeli dengan uangnya sendiri.
"Kai ...."
Sedang di tempat lain. Kai yang tengah mencari sumber data untuk skripsi tiba-tiba bersin.
"Ah ... siapa yang ngomongin gue ini!" ujarnya kesal sambil mengusap hidungnya yang berasa gatal.
Bersambung..