Kinara yang baru menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi luar negeri segera pulang ke kampung halamannya untuk segera bertemu dengan kakak kandungnya yang sejak lama tinggal bersama sang nenek.
Namun hal tak terduga terjadi, kakaknya yang ditemukan tak bernyawa di belakang sekolah, menimbulkan berbagai spekulasi.
Mampukah Kinara menyibak rahasia kematian sang kakak ?.
Yuk baca cerita lengkapnya disini, dan jangan lupa like serta dukungannya agar Kinara bisa menyibak rahasia kematian sang kakak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qiana Lail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 3. Penyamaran
Bram langsung membalik sofa yang diduduki oleh Kinara. Meskipun mereka duduk bersebelahan tapi beda sofa dan sang penyusup mengarahkan pelurunya ke arah Kinara.
"Cepat sembunyi !." perintah kakek Fatih.
Dor ! Dor ! Dor !
Tembak menembak terjadi lagi, tanpa menunggu reaksi dari Bram dan Kinara pemuda yang tadi menjemput mereka menghalangi tembakan yang di arahkan pada Kinara dan Bram.
Ah !
Pikik Kinara saat melihat pemuda yang tadi menjemputnya terkena tiga peluru.
"Jangan pernah menampakkan wajah aslimu Nona Kinara, bersembunyi lah kemanapun asalkan kau bisa menyelamatkan nyawamu. Karena saat ini kaulah yang menjadi incaran mereka setelah nona Kinan."
Ucap pemuda tampan itu dengan menahan rasa sakit akibat tertembak oleh para penyusup.
Sementara kakek Fatih, langsung menembak para penyusup hingga bersih tanpa tersisa. Setelah memastikan keadaan aman, beliau langsung menuju ke arah Bram dan Kinara yang masih shock mendapat serangan yang mendadak.
"Cepat bawa nona Kinara bersembunyi ! Sebelum para penyusup itu datang lagi !." ucap kakek Fatih.
"Tapi dia, ... ."
Tanpa menunggu Kinara menyelesaikan ucapannya Bram langsung membopong tubuh Kinara dan segera melesat menuju ruang rahasia yang ada di villa tersebut.
"Uncle, apa sebenarnya yang terjadi ?." tanya Kinara yang masih shock sambil berpegangan erat pada Bram.
Bram segera mengunci pintu rahasia yang mereka tempati. Tanpa menjawab pertanyaan dari Kinara Bram segera membalik sebuah lemari yang sebenarnya adalah komputer, dimana dari monitor tersebut ia bisa melihat keadaan sekitar dan juga dalam vila.
"Sial !." ucap Bram.
Di sekitar Vila tersebut ada sekitar 200 penyusup yang tersebar mengelilingi Vila dan juga ada yang masuk ke dalam Vila.
Sementara Kinara terpaku melihat apa yang ada didepan matanya. Terlihat salah satu penyusup membawa sosok tubuh yang sudah berlumuran darah.
Tanpa menghiraukan lagi keadaan sekitar, penyusup itu membawa mayat tersebut masuk kedalam sebuah mobil yang berwarna hitam.
Tatapan Kinara tertuju pada mobil tersebut, terutama no plat mobil yang menurut Kinara unik.
"Kakek !." ucap Bram tiba-tiba saat melihat salah satu mayat yang tergeletak di sudut ruano.
Tanpa menunggu reaksi dari Kinara Bram langsung keluar untuk menyelamatkan kakek Fatih.
"Setelah bertahun-tahun tidak kembali ke kota ini. Banyak hal yang aku tidak mengerti. Bagaimana mungkin keluarga Abimanya bisa di serang oleh seseorang tanpa ada yang mengetahui." ucap Kinara.
"Kak Kinan aku pasti akan memberikan keadilan untukmu. Akan aku pastikan mereka mendapatkan balasan sepuluh kali lipat atas apa yang mereka lakukan kepada kakak !."
Setelah mengatakan hal itu, Tubuh Kinara jatuh ke lantai. Ia menangis, meratapi kepergian sang kakak.
Setelah bertahun-tahun berpisah, mereka bahkan tidak bisa bertemu meskipun untuk terahir kalinya sebelum jenazah Kinan di kebumikan.
"Menangislah Non, menangislah agar hatimu terasa lega. Dan setelah itu kita harus pergi dari sini untuk menyusun langkah selanjutnya."
Ucap Bram sambil mengusap punggung Kinara. Ia tau ini sangat berat bagi Kinara, tapi mereka tidak boleh larut dalam kesedihan ini.
Mereka harus bangkit dan harus melanjutkan perjalanan yang masih sangat panjang. Karena sejatinya kita tidak pernah tau jalan yang seperti apa yang akan kita jalani selanjutnya dalam menjalani takdir kehidupan ini.
Dengan sabar Bram menunggu Kinara hingga tangis gadis cantik itu reda.
"Bagaimana dengan kakek Fatih ?." tanya Kinara yang masih sesenggukan.
"Beliau baik-baik saja, hanya butuh sedikit perawatan. Untungnya nyawanya tidak dalam bahaya." jawab Bram.
"Apakah uncle tau tentang semua ini ?." tanya Kinara.
"Uncle tidak tau secara menyeluruh, tapi secara garis besarnya, ada seseorang yang menginginkan seluruh pewaris Abimanya musnah."
"Sebaiknya nona bersembunyi saja, jangan sampai mereka mengetahui bahwa nona Kinara masih hidup."
"Tapi bagaimana dengan Uncle ?."
"Selama nona muda baik-baik saja, uncle pasti baik-baik saja."
"Kita akan selalu bersama uncle."
Ucap Kinara dengan yakin, ia tau hanya Bram satu-satunya yang bisa ia percaya saat ini.
"Apakah nona muda akan menghubungi tuan besar dan nyonya ?." tanya Bram sambil memastikan reaksi Kinara.
Tapi Kinara justru menggelengkan kepalanya. Ia kemudian bangkit sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya.
"Jika kedatangan ku ke kota ini bisa diketahui oleh musuh, itu artinya ada musuh dalam selimut di dalam keluarga Abimanya."
"Aku tidak tau siapa yang menjadi lawanku dan siapa yang menjadi lawanku. Untuk saat ini aku percaya dengan orang kepercayaan uncle yang meminta aku untuk bersembunyi."
"Uncle percaya kepada nona muda. Lalu apakah kita akan kembali ke rumah kita yang diluar negeri ?." tanya Bram lagi.
"Tidak uncle, kita tidak akan kembali kesana. Kita akan tetap disini untuk membalaskan kematian kak Kinan."
"Mereka tidak akan menemukan kita, jika mereka tidak mengenali wajah kita." jelas Kinara sambil tersenyum.
.
.
Di sinilah Bram dan juga Kinara saat ini, mereka berdua tinggal disebuah rumah sederhana yang tidak jauh dari kediaman utama keluarga Abimanya.
Dengan penampilan yang baru, Kinara dan juga Bram tinggal dengan menyewa sebuah rumah dan juga mobil sederhana.
Rencananya mereka akan mendaftar ke sekolah tempat Kinan menuntut ilmu. Dengan identitas yang baru dan juga dengan penampilan yang baru.
"Apakah kau sudah siap cantik ?." tanya Bram sambil mengetuk pintu kamar Kinara.
Perlahan pintu kamar terbuka, terlihat seorang gadis cantik dengan kacamata yang tebal, serta rambut yang dikepang dua, lengkap dengan tompel di pipi kakannya.
Gadis itu tersenyum dengan polosnya, namun senyuman itu dapat menggucang dunia. Senyuman yang tampak manis dari gadis lugu yang sangat murni.
Bram menganga melihat perubahan Kinara, gadis cantik yang begitu modis kini berubah menjadi gadis cantik namun terlihat sangat lugu.
Seandainya saja Bram tidak tau rencana Kinara pasti ia tidak akan mengenali gadis polos yang kini berdiri dihadapannya.
"Bagaimana uncle, apakah aku sudah terlihat berbeda dengan penampilan seperti ini ?." tanya Kinara sambil berputar dihadapan Bram.
Ia ingin memastikan bahwa ia telah merubah seluruh penampilannya. Bahkan kulitnya yang putih seperti salju kini berubah menjadi sawo matang.
"Sempurna ! Uncle bahkan tidak bisa melihat ada kemiripan dari nona Kinara yang sebelumnya."
"Tapi jangan panggil uncle lagi, panggil aku paman saja. Karena tidak ada gadis polos dan lugu serta kampungan ini, memanggil uncle kepala pamannya." ucap Bram sambil tersenyum puas melihat perubahan gadis di depannya.
"Artinya penyamaran ini sempurna ?." tanya Kinara sambil menaik turunkan alisnya.
"Sangat sempurna Nara !." jawab Bram.
"Nara ?." ucap Kinara penuh tanda tanya.
"Ya Nara Bramastyo alias Kinara Abimanya."
Kinara tersenyum puas sambil mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai tanda setuju dengan nama barunya. Penyamaran untuk menyelidiki kasus pembunuhan yang menimpa Kinan Abimanya alias kakak kembarnya.