Zhang Wei, seorang pelayan rendahan berusia 15 tahun, terusir dari salah satu keluarga besar di Kekaisaran Qin. Dalam usahanya bertahan hidup sebagai pemburu spiritual beast, ia menemukan sebuah pedang tua yang ternyata menyimpan roh seorang kultivator legendaris bernama Lian Xuhuan.
Dengan kekuatan dan pengetahuan mendalam tentang kultivasi, Lian Xuhuan menawarkan bimbingan kepada Zhang Wei untuk menjadi pendekar hebat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tingkah Lucu Rania dan Kejutan Liora
Zhang Wei duduk di tepi tempat tidurnya, merasakan aliran energi yang mulai stabil di tubuhnya. Di dekatnya, Liora sedang mengganti perban di tangannya. Wajah Liora serius seperti biasa, tetapi sesekali dia berbicara untuk memecah keheningan.
"Kau harus berhati-hati. Lukamu mungkin terlihat sembuh di luar, tetapi bagian dalam tubuhmu masih membutuhkan waktu untuk pulih sepenuhnya," katanya sambil melirik luka-luka kecil yang tersisa.
Zhang Wei mengangguk, meskipun sebenarnya ia merasa kekuatan tubuhnya sudah pulih sekitar 80 persen. "Aku mengerti. Tapi aku yakin, dalam waktu singkat, aku akan sepenuhnya pulih."
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan suara keras, dan Rania masuk dengan penuh semangat. Gadis kecil itu membawa seikat bunga salju di tangannya, wajahnya berseri-seri.
"Kakak Zhang Wei, ayo kita main di luar! Salju di luar sangat indah! Aku tahu tempat di mana ada pohon besar yang bisa kita panjat!" serunya ceria.
Liora langsung berbalik, tatapannya tajam. "Rania, apa kau tidak melihat bahwa Zhang Wei sedang dalam pemulihan? Jangan mengganggunya!"
Rania cemberut, menatap kakaknya dengan pandangan memelas. "Tapi... dia sudah terlihat sehat! Kak Zhang Wei kuat, aku yakin dia bisa bermain."
"Tidak ada tapi-tapian! Kau harus mendengar kata-kata kakakmu," ujar Liora tegas sambil melipat tangan di depan dada.
Namun, Rania tidak menyerah begitu saja. Dia melangkah ke arah Zhang Wei dan menarik ujung bajunya. "Kak Zhang Wei, kau mau bermain, kan? Aku tahu kau pasti bosan di kamar ini. Kalau kita bermain di luar, aku janji akan menunjukkan bunga salju terbaik di seluruh hutan!"
Zhang Wei tertawa kecil melihat tingkahnya. "Hm, aku tidak yakin apakah Liora akan mengizinkannya. Aku tidak ingin membuat masalah untuk kalian."
Rania melirik Liora dan mendekat padanya sambil memohon. "Kak Liora, tolong izinkan aku bermain dengan Kak Zhang Wei! Dia pahlawan kita, aku harus menghiburnya! Lagipula, aku tidak akan pergi terlalu jauh."
Liora menghela napas panjang. "Rania, kau selalu membuat alasan. Bagaimana jika sesuatu terjadi lagi?"
Rania mendekatkan wajahnya ke wajah Liora, mencoba membuat ekspresi paling imut yang bisa dia lakukan. "Kak Liora, kau adalah kakak tercantik dan terbaik! Aku janji akan mendengarkan semua nasihatmu mulai besok."
Zhang Wei tertawa kecil melihat adu mulut antara kakak beradik itu. Akhirnya, ia berkata, "Liora, aku benar-benar sudah pulih. Jangan khawatir. Lagipula, aku ini seorang Martial Grandmaster bintang 4. Aku yakin tidak ada bahaya yang tidak bisa kuatasi."
Ucapan Zhang Wei membuat Liora berhenti sejenak, matanya membelalak kaget. "Apa? Martial Grandmaster bintang 4?!" serunya tidak percaya.
"Iya," jawab Zhang Wei santai sambil tersenyum. "Kekuatan kita mungkin terlihat sama jika dibandingkan, tapi aku jauh lebih kuat daripada yang kau bayangkan."
Liora tidak tahu harus berkata apa. Sebagai Martial Master bintang 7, dia tahu betapa sulitnya mencapai ranah Martial Grandmaster, apalagi pada usia Zhang Wei yang tampak masih remaja. Jika itu benar, maka kekuatan anak ini bahkan bisa menyamai ayahnya yang adalah seorang Martial Grandmaster bintang 4.
"Itu tidak masuk akal... usiamu bahkan terlihat lebih muda dariku," gumam Liora, masih terkejut.
"Tapi itu kenyataannya," balas Zhang Wei ringan. "Jadi, aku rasa tidak ada salahnya jika aku menemani Rania sebentar."
Rania bersorak kegirangan, melompat-lompat di tempat. "Yay! Aku tahu Kak Zhang Wei hebat! Ayo kita pergi sekarang!"
Liora masih terdiam, mencoba mencerna fakta yang baru saja dia dengar. Sementara itu, Zhang Wei dan Rania keluar dari kamar, meninggalkan Liora dengan pikirannya sendiri.
Setelah Zhang Wei pergi bersama Rania, Liora langsung menuju ruang pertemuan para tetua. Dia tahu informasi ini terlalu penting untuk disimpan sendiri.
"Tetua Lirien, aku perlu melapor," ujarnya dengan nada serius.
Para tetua yang sedang berdiskusi menghentikan pembicaraan mereka dan menoleh ke arah Liora.
"Apa yang terjadi?" tanya Lirien, penasaran.
"Zhang Wei... dia mengaku bahwa dirinya adalah seorang Martial Grandmaster bintang 4," kata Liora, masih terlihat tidak percaya.
Ruangan itu langsung dipenuhi keheningan yang mencekam. Para tetua saling berpandangan, mencoba mencerna informasi tersebut.
"Martial Grandmaster bintang 4?" salah satu tetua bertanya, suaranya penuh dengan keterkejutan. "Bagaimana mungkin? Dia masih sangat muda!"
"Aku tidak yakin dia berbohong," jawab Liora. "Jika itu benar, maka kekuatannya sudah melampaui sebagian besar elf di sini, bahkan mendekati kekuatan ayahku."
Tetua Lirien memejamkan matanya, merenung. "Jika itu benar, maka ramalan kuno kita mungkin lebih dari sekadar kata-kata kosong. Zhang Wei mungkin benar-benar anak dalam ramalan itu."
Salah satu tetua lain mengangguk setuju. "Jika dia memang anak ajaib yang disebutkan dalam ramalan, maka kita harus segera membawanya ke Tempat Suci Terlarang untuk menjalani ujian."
"Tapi... bagaimana jika dia bukan? Bukankah membawanya ke sana berarti mempertaruhkan keselamatan tempat itu?" seorang tetua lain menyuarakan keberatannya.
"Kita tidak punya pilihan lain," balas Lirien dengan tegas. "Ramalan itu telah menunggu bertahun-tahun, dan jika anak ini adalah kunci masa depan kita, maka kita harus mengambil risiko."
Akhirnya, para tetua mencapai kesepakatan. Mereka akan membawa Zhang Wei ke Tempat Suci Terlarang untuk memastikan apakah dia benar-benar anak yang disebutkan dalam ramalan.
"Beritahu Zhang Wei tentang keputusan ini setelah dia kembali," perintah Lirien.
Liora mengangguk patuh, meskipun masih ada keraguan di hatinya.