Ana seorang pekerja keras yang memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan ibu dan kedua adiknya setelah kepergian ayah nya.
Hingga suatu hari dia menderita penyakit leukimia stadium akhir membuatnya hanya dapat bertahan selama 3 bulan saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Sri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Anna mulai masuk kerja hari ini, Anna memasuki ruangannya seperti biasanya, dia mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda akibat cutinya.
Sinta memasuki ruangannya dan memberikan setumpuk pekerjaan tambahan padanya. " Apa ini?" Anna merasa bingung dengan setumpuk dokumen tambahan di mejanya.
" segera kerjakan! satu jam lagi aku ambil." Sinta pergi melengos begitu saja, Anna menghela nafas nya dengan sabar, ia harus nya terbiasa dengan ini sekarang. Tanpa menunda waktu lagi Anna kembali mengerjakan tugas nya yang menumpuk.
Suara denting pesan terdengar dari ponsel nya, Anna membuka pesan dan melihat nama ibunya di sana, Anna mengabaikan pesan itu dan kembali fokus pada pekerjaan nya. Tak butuh waktu lama, kini nada dering telepon terdengar dari ponselnya. Melihat nama ibunya kembali menghias layar ponselnya membuat ia menghela nafas. Anna mengangkat telepon dari ibunya.
" halo, Anna. kenapa kau tidak membalas satupun pesan ibu? atau kau bahkan mengabaikan telepon ibu sebelumnya."
" Untuk apa ibu menelpon ku lagi, bukankah semua sudah jelas, aku ..." Anna merasa ragu untuk melanjutkan ucapannya. "Tidak ingin bicara dengan ibu lagi."
" kau tega berlaku seperti itu pada ibu, nak."
" Apa ibu pernah menganggap ku anak?"
" bukan seperti itu nak.."
" sudah, katakan saja apa yang ingin ibu sampaikan." Anna memotong ucapan ibunya.
" itu.., Anna, apa kabar, nak?" Tanpa sadar air matanya menetes saat pertanyaan yang selama ini ia ingin kan akhirnya terucap dari bibir ibunya.
" apa kau baik-baik saja, nak?" ia bisa mendengar suara serak ibunya yang sepertinya juga menangis diseberang telepon. Anna memeras roknya hingga kusut, kepalanya tertunduk dengan air mata yang terus mengalir jatuh ke lututnya. Anna menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan Isak tangisnya.
" Anna, apa kau mendengar ibu, nak?"
" Kenapa...kenapa baru sekarang ibu bertanya? Apa sekarang itu penting,buk? Kemarin aku begitu membutuhkan mu, tapi kau seakan membuang ku, aku selalu peduli pada mu dan mereka, aku hanya mesin pencari uang mu kan?" Runtuh sudah semua yang sudah ia pendam beberapa hari ini, kini ia tidak menyembunyikan Isak nya lagi, ia membiarkan ibu nya tahu seberapa hancur nya ia.
" Nak, ibu tidak bermaksud begitu..maaf kan ibu,nak. Ibu menyesal, ibu sadar tidak seharusnya ibu memperlakukan mu seperti itu, ibu merasa karena kau sudah dewasa, maka kau jelas akan lebih paham."
Anna terdiam, ia menipiskan bibirnya. "Tidak ada anak yang bisa dewasa dihadapan ibunya, Bu. Aku akan tetap menjadi putri kecil mu, karena hanya di depan mu, aku bisa bersembunyi dari pahitnya jadi dewasa. Tapi kau mendorong ku menjauh dari rasa aman ku, kau memberiku garis batas bernama tanggung jawab."
Anna mematikan sambungan ponselnya tanpa mendengarkan balasan ibunya. Ia meletakkan ponsel nya dan pergi ke kamar mandi untuk merapikan kembali penampilannya. Anna memandang kaca di depannya, ia melihat betapa berantakannya penampilannya saat ini, Anna kembali menangis, ia merasa kejam pada ibunya, tapi yang ia inginkan adalah ibunya bisa mencoba memahaminya.
Setelah menangis beberapa saat Anna melanjutkan niatnya untuk merapikan penampilannya, setelah di cukup rapi , Anna menghembus kan nafasnya sebelum keluar dan kembali ke meja kerjanya.
Anna melihat Sinta yang berdiri di samping mejanya dengan tatapan garang nya, Anna ingat sekarang, tugas yang di berikan Sinta padanya belum ia selesaikan. Ia bahkan tidak sadar sudah selama itu ia menangis.
" sudah satu. jam, dimana tugas yang ku suruh kau kerjakan, aku butuh itu sekarang."
" belum siap" ucap Anna pelan.
" apa? Kau bilang belum siap, dari tadi kerjaan mu apa saja, hah!" Anna hanya terdiam tanpa membalas perkataan Sinta.
" kenapa kau diam, aku butuh berkas itu sekarang. Dan kau malah bilang belum siap, dasar rendahan."
" maaf kan aku, aku belum sempat mengerjakan nya , aku punya pekerjaan lain yang harus aku urus, lagian bukankah itu tugas mu. Jadi, kerjakan lah sendiri."
Plakkk
Anna merasakan. Panas di pipinya, Sinta telah menamparnya. " Dasar manusia rendahan, mati saja kau sana!"
'berapa lama lagi?'
'Enam belas hari jika ada keajaiban bisa lebih dari itu.'
'Kau gila Anna , kau membuat Yeni dan ibu takut kau harusnya berobat , kau sakit.'
' bisa aku egois.'
'Aku mencintai mu Anna.'
'Sekarang jangan pendam semuanya sendiri lagi, ada aku disini Anna, aku akan selalu mendukungmu.'
'itu.., Anna, apa kabar, nak.'
'Jika kau tidak menemukan harapan dan kesempatan itu pada diri orang lain, Maka buat lah harapan dan kesempatan itu untuk dirimu sendiri, nak'
Semua suara itu berputar melonjak keluar dari ingatannya, seakan menampilkan bagian-bagian yang ia lewat kan selama ini.
' selama ini, aku selalu memikirkan kan orang lain. Aku tidak pernah Melakukan sesuatu untuk diri ku sendiri, bukan kah aku memang akan mati, lalu apa yang perlu aku takut kan, Nenek itu benar, jika tidak menemukan harapan dari orang lain maka aku hanya harus membuat harapan dan kesempatan untuk diriku sendiri.' batin Anna.
Dengan keberanian yang berasal dari mana, Anna bergegas kedepan menarik tangan Sinta dan langsung menamparnya di depan karyawan yang lain, Banyak pasang mata yang menyaksikan, tidak percaya dengan apa yang telah Anna lakukan.
" APA-APAAN KAU, HAH!"
Sinta benar marah sekarang, ia merasa terhina dengan perlakuan Anna padanya. Sebelum sempat membalas Anna, ia mendapati tumpukan berkas dilempar ke arahnya.
" Aku memang akan mati, tidak perlu kau suruh, itu tugas mu jadi kerjakan sendiri. apa kau tidak malu selalu menumpang tugas pada karyawan yang posisinya lebih rendah dari mu."
Diam-diam banyak yang senang dengan apa yang dilakukan Anna pada Sinta, orang seperti Sinta memang sesekali harus diberi pelajaran.
"Brengsek! Kamu sudah bosan kerja ya, kamu tahu ak. Kalau paman ku itu manajer disini, aku bisa meminta paman ku untuk memecat mu dari sini."
" ohh, kau ingin memecat ku lewat paman mu, pergilah! Mengadu lah pada paman mu, anak Nepo." Semua orang tertawa mendengar perkataan Anna, sementara itu, Sinta benar-benar malu, Ia berlari ke arah Anna berniat untuk mencakar wajah Anna, namun Anna segera menghindar dan menjegal kaki Sinta, karena keseimbangan nya terganggu Sinta malah menjorok ke meja dan terkena tumpahan tinta cair berwarna hitam pekat di meja, Hal itu malah mengundang tawa para karyawan lainnya, bahkan ada juga yang merekam kejadian itu.
Sinta benar-benar benar malu, ia bahkan tidak bisa mengangkat wajah nya yang kini sudah merah padam antara marah dan malu. Ia mencoba berdiri tapi malah kembali terjatuh saat tumit sepatunya yang tinggi copot. Sekali lagi ia harus menanggung malu karena para karyawan disana terus menertawakannya. Sinta membuang high heels nya dan berlari dari sana.
" Awas kau"
Anna memperhatikan Sinta yang sudah tidak terlihat lagi dibalik pintu.
' Aku tidak ingin diremehkan lagi, setidak nya untuk sisa usiaku.' batinnya.