(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fokus Mencari
Sorot matanya yang sayu, wajahnya yang terlihat agak pucat dengan tubuh yang tidak gemuk namun tak begitu kurus. Wira bagai terhanyut memandangi gadis mungil itu. Ada perasaan tak biasa yang dirasakan laki-laki itu. Namun, sekali lagi, keegoisan Wira dan juga kebenciannya pada Via mengalahkan segalanya. Ia kembali melayangkan tatapan tidak suka pada Via dan juga Lyla, membuat gadis kecil itu bersembunyi di belakang tubuh sang bunda. Ia hanya sesekali mengintip, dengan wajah yang terlihat jelas takut pada Wira.
"Mas, terima kasih sudah mau mengizinkan Lyla tinggal di rumah ini," ucap Via dengan kepala menunduk.
Wira tak menyahut. Ia bahkan merasa malas untuk sekedar bicara dengan Via. Namun, pesona si kecil Lyla bagaikan magnet yang selalu menariknya. Sesekali Wira mencuri pandang pada gadis kecil yang sepertinya ketakutan saat menyadari raut wajah Wira yang tak bersahabat.
Tanpa sepatah kata pun, Wira berlalu begitu saja meninggalkan Via dan Lyla.
"Mas ..." panggil Via membuat langkah kaki Wira terhenti. "Apa Mas Wira akan pulang untuk makan malam? Aku akan siapkan."
"Tidak!" jawabnya singkat, lalu melangkah keluar rumah. Sedangkan Via segera membawa Lyla ke kamarnya yang berada di dekat dapur. Ia memasukkan pakaian Lyla ke dalam lemari kecil yang berada di kamar itu, satu per satu. Lalu berjongkok di hadapan gadis kecil itu.
"Lyla ... Mulai sekarang, kita tinggal di rumah ini. Lyla sama bunda akan tidur di kamar ini. Lyla tidak apa-apa kan? Kamar ini tidak sebagus di panti. Tapi di sini Lyla akan selalu bersama bunda."
Dengan polosnya, Lyla meneliti setiap sudut kamar itu, lalu tersenyum cerah. "Iya, Bunda. Lyla mau sama bunda teyuss yaa."
Via mengangguk, dengan senyum tipis yang selalu menghiasi wajahnya. Diraihnya tubuh kecil Lyla, membawa gadis kecil itu ke pangkuannya dan memeluk. "Bunda sayang sama Lyla."
"Lyla juga sayang Bunda."
*****
Malam itu, di sebuah cafe yang berada di pusat kota. Wira sedang menikmati secangkir kopi ketika Ivan datang menghampirinya.
"Kau sudah lama?" tanya Ivan sembari menjatuhkan tubuhnya di kursi.
"Belum begitu lama. Aku bosan di rumah. Makanya kemari," jawab Wira.
"Aku pikir kau akan mabuk-mabukan lagi malam ini." Ivan tertawa meledek, sambil menaikkan satu tangannya, memberi kode pada seorang pelayan.
"Kau tidak punya pekerjaan lain selain mengejekku, ya?" seru Wira.
"Haha ... aku senang mengejekmu. Via tidak akan tahan denganmu kalau kau seperti ini terus."
Mendengar Ivan menyebut nama Via membuat Wira kembali kesal. "Jangan sebut nama wanita itu di sini. Terlalu menyebalkan mendengar namanya."
"Dia kan istrimu, Wira."
"Aku tidak peduli."
Ivan terkekeh pelan, lalu sesaat kemudian wajahnya terlihat serius. "Wir, hentikan kebiasaan burukmu itu. Sudah beberapa tahun ini kau seperti ini. Lupakan Shera. Aku tahu pengkhianatannya menyakitimu. Tapi kau sudah terlalu lama menghancurkan dirimu hanya karena wanita itu. Dia tidak pantas untuk kau ratapi."
Wira menatap serius sahabatnya itu. "Kau benar, Van. Hanya karena Shera aku menjadi seperti ini. Baiklah, mulai sekarang aku tidak akan minum-minum lagi."
"Nah, begitu kan bagus. Lebih baik kau fokus mencari keberadaan anakmu dan meminta hak asuhnya dari Shera."
Wira menyandarkan punggungnya di kursi. Pikirannya jauh menerawang ke masa lalu. Saat pertama kali menggendong bayi kecilnya yang baru terlahir ke dunia. Rasanya saat itu tidak ada kebahagiaan yang lebih dari itu. Namun semua perasaan bahagia itu hanya sesaat. Karena Shera memilih pergi bersama laki-laki lain. Wira memejamkan matanya, dengan tangan mengepal, membuat Ivan menepuk bahu sahabatnya itu.
"Bersabarlah dan terus berusaha. Ngomong-ngomong, apa kau sudah temukan petunjuk tentang keberadaan Shera?" tanya Ivan.
"Belum, Van. Orang-orangku masih terus mencari. Entah kemana dia membawa anakku. Ini sudah empat tahun, tapi Shera bahkan tidak meninggalkan jejak."
"Suatu hari kau pasti menemukannya."
Selama beberapa saat, Wira terdiam. Ia seakan tenggelam pada masa lalu yang buruk. Ketika seorang wanita hadir dan menghancurkan segalanya, termasuk keluarganya. Rasanya Wira sangat membenci Shera, dan baginya Via tiada bedanya dengan Shera.
"Ada apa, Wir?"
"Tidak ada, Van! Aku hanya teringat sesuatu. Kau tahu, wanita itu meminta izinku untuk membawa anaknya tinggal di rumahku," ucap Wira sambil berdecak kesal.
"Lalu?"
"Awalnya aku tidak mau. Tapi dia terus memohon. Jadi aku izinkan saja. Aku tidak peduli padanya atau pun pada anaknya."
Tiba-tiba bayang-bayang Lyla terngiang di benak laki-laki itu. Ia beberapa kali mencoba menghilangkan Lyla dari ingatannya. Namun, wajah polos itu terus saja muncul di benaknya.
Kenapa aku malah terus memikirkan wajah anak itu?