Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 08
Bruuuk
" Arghhhhh, dasar pasien kampret. Buset deh orangnya beneran susah ditangani. Haaah."
Gista memukuli bantal di kamarnya. Ia meluapkan semua perasaan kesal akibat seharian ini menghadapi pasien pertama miliknya. Sedari tadi dia sudah menahan, bahkan sampai di rumah ia masih menahannya karena tidak ingin Danti tahu bahwa pekerjaannya tidak mudah.
Jika Danti tahu pasti ia akan kepikiran dan itu bisa saja berakibat buruk bagi kesehatannya. Gista tentu tidak ingin itu terjadi. Jadi salah satu cara yang bisa ia lakukan adalah ya menahan hingga malam seperti ini.
" Fyuuuh Tuan Muda, dia beneran kek Tuan Muda di cerita fiksi. Bikin setres, bikin naik darah. Tapi apa mau dikata, aku harus kuat. Gajinya gede bener. bayangin cuy 8 juta per bulan. Ini buat gue mah beneran gede. Tapi ya seimbang lah ya ama kerjaannya. Tapi pantes aja pada kagak mau, orang Tuan Muda nya begitu."
Meskipun merasa kesal, sebenarnya Gista juga merasa kasihan. Seperti pengamatannya hari ini. Haneul, pria itu tampak menderita dan kesepian. Dia seperti menggunakan sikap arogan dan menyebalkan itu hanya sebagai topeng dan tameng. Dan satu hal lagi, Gista merasa pria itu tidak ingin dikasihani.
Satu sudut bibir Gista terangkat, dia tahu apa yang harus dilakukan untuk menghadapi modelan pasien seperti itu.
" Lo jual gue beli. Lo keras gue bisa lebih keras juga. Ya dia harus dilawan. Kalau dia bilang nggak, maka harus gue bisa jadiin iya. Naah gitu aja lah buat saat ini. Jadi mari semangat, demi cuan!"
Gista mengepalkan kedua tangannya untuk menyemangati dirinya sendiri. Setidaknya gaji yang diberikan lumayan besar sehingga itu jadi poin utamanya. Ia akan bertahan sampai titik darah penghabisan untuk bekerja di kediaman itu.
Di jaman susah begini, juga begitu susah untuk mendapatkan pekerjaan. Maka dari itu Gista akan bersungguh-sungguh. Bila perlu dia harus meninggalkan hati dan perasaannya agar kuat dalam menghadapi pasiennya.
Namun kata-kata hanya tinggal kata-kata. Realita tidak seindah ekspektasi. Gista yang penuh semangat pagi harinya, semangatnya itu bisa langsung dipatahkan oleh sebuah gerakan saja.
Plaaak
Pyaaaar
Tangan Gista yang hendak memberikan segelas air ditampik oleh Haneul sehingga gelas itu pecah berserakan di lantai.
Drap drap drap
Suara langkah kaki milik beberapa orang terdengar mendekat. Mereka tampak membuang nafas kasar.
" Bang, apalagi ini! Kenapa sih Bang nggak bisa baik-baik aja."
" Kan aku buta, mana lihat. Aku nggak sengaja."
" Bang!"
Pagi itu atmosfer kediaman Daneswara menjadi sangat buruk. Hyejin tampak sangat emosi, jika tidak ditahan oleh sang suami maka mungkin saja akan keluar kata-kata yang akan disesalinya nanti.
Sedangkan Yoona diperintahkan oleh Sai membawa Gista keluar lebih dulu. Tangan Gista tampak terluka karena terkena pecahan gelas ketika sedang membereskan.
Ya Gista tadi lumayan terkejut, sehingga tubuhnya bergetar. Dan tanpa sadar tangannya terluka. Sedangkan Haneul si objek dari segala hal hanya bergeming. Eskpresi wajahnya datar dan dingin. Tidak ada yang tahu mengapa Haneul pagi ini begitu sensitif.
" Gista, maaf ya nak. Apa tanganmu baik-baik aja?"
" Jangan minta maaf Bu, saya nggak apa-apa kok. Lagian ini cuma kegores aja, dikasih plester juga aman."
" Aku nggak tahu kenapa semakin hari dia semakin kayak gitu."
Hyejin seperti kesulitan. Dari wajah nya terlihat sekali dia lelah. Bukan lelah secara fisik tapi lelah secara psikis. Gista tahu bagaimana perasaan itu, meski kasusnya berbeda tapi dia pernah merasakannya.
" Yoona, aja Mbak Gista nya minum dulu gih ke dapur."
" Ya Appa."
Yoona tahu maksud Sai mengatakan itu. Pasti akan ada yang dibicarakan oleh kedua orang tuanya. Dan saat kedua gadis itu pindah tempat, isakan mulai terdengar.
" Sayang, kita kudu kuat secara hati dan pikiran. Kamu harus bisa nahan emosi kamu."
" Aku tahu Mas, aku tahu. Tapi, hiks."
Saat seperti ini Sai sungguh merasa dirinya sama sekali tidak berdaya. Ia juga bingung menghadapi sikap Haneul yang berubah 360° itu. Putranya yang sekarang, dia sungguh sama sekali tidak mengenalnya.
Beberapa kali Sai mencoba bicara, tapi Haneul abai. Seolah Sai adalah pengganggu. Sehingga Sai memutuskan untuk menjaga jarak sementara.
Hal ini mengingatkan Sai saat Haneul masih kecil. Ketika dia baru menemukan putranya, sikap Hanul sama persis seperti sekarang ini. Waspada, tidak percaya, dan acuh. ( Kisah Han kecil ada di karya: Jangan Sakiti Ibuku, silakan mampir hehe)
" Aku tahu ini nggak mudah buat kamu, tapi apa kamu lupa kalau ini lebih sulit bagi Haneul. Kamu paham kan maksudku?"
" Iya Mas aku ngerti."
Sraaak
Hyejin bangkit dari duduknya. Dia melenggang pergi menaiki tangga. Tentu saja tujuannya adalah kamar sang putra. Ia tahu dirinya harus banyak sabar menghadapi kondisi putra sulungnya saat ini. Dia tidak boleh mengedepankan emosinya.
" Bang, apa ada yang Abang nggak suka hmm?"
Hening, tidak ada sahutan dari Haneul. Tapi Hyejin tidak berhenti saja di situ.
" Abang marah? Abang kesel dengan kondisi Abang sekarang? Itu wajar nak, itu adalah sesuatu yang sangaaat wajar. Meskipun Eomma tidak bisa merasakan apa yang kamu rasain tapi Eomma pun sedih melihat kamu begini. Jika diberi pilihan, lebih baik Eomma saja yang ngerasain. Eomma udah tua jadi nggak ada salahnya sakit. Sayang, mau seperti apa kondisi kamu, Haneul adalah anak Eomma. Buah hati Eomma yang Eomma sayang. Maafin Eomma yang jadi kurang sabar ngadepin kamu."
Cup
Hyejin mencium kening Haneul. Itu sedikit membuat Haneul terkejut namun dia cepat bisa menguasai mimik wajahnya. Dan lagi-lagi dia hanya bergeming, sama sekali tidak menanggapi omongan sang ibu.
Hingga Hyejin keluar Haneul hanya diam. Saat suara langkah kaki menjauh, tanpa sadar air mata Haneul merembes ke pipi. Ya dia menangis tanpa suara.
Rasa sayang ibunya ia tahu begitu besar padanya. Ia tahu betul itu, dia lebih tahu dari siapapun. Dan sekarang dia merutuki dirinya sendiri karena bersikap dingin.
Namun saat ini dia harus melakukan itu sedikit lebih lama. Pikirannya mulai terbuka, namun ada hal lain yang harus dia dapatkan.
" Maaf, sungguh maafkan aku Eomma, Appa dan Yoona. Tapi untuk sementara kalian pasti akan sangat kesulitan dengan sikap ku yang mungkin akan lebih keterlaluan. Karena untuk menipu musuh hal yang harus pertama dilakukan lebih dulu adalah menipu sekutu. Jadi tolong lebih sabar untuk beberapa waktu lagi."
TBC
Lanjuut