Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Mr. Payah
Airlangga memberikan isyarat bagi Zidan untuk bersembunyi. Mereka berdua terlihat begitu taktis manakala berpindah. Seakan hal semacam ini sudah sangat terbiasa untuk mereka. Jelas saja, menjadi bodyguard bukanlah sebuah hal baru untuk mereka. Dan keadaan semacam ini, sudah barang tentu sering mereka alami.
Keduanya terlihat sudah bersiap jika seseorang yang masuk itu akan mengancam keduanya. Tapi ketika akan melayangkan serangan, tangan keduanya tertahan di udara demi melihat pria yang mereka kenali.
"Daud?"
Laki-laki paling junior di jajaran Zidan itu hanya meringis ketika Airlangga menyebut namanya. Nyaris saja kepalanya kena hantaman kepalan tangan Zidan yang sudah bersiap.
"Maaf Kak, aku kemari karena Tian memintaku mengantar ini!"
***
Sementara itu keesokan paginya di suatu tempat.
PLAK!
Visya harus merasakan sensasi panas yang menjalar di seluruh pipinya usai di tampar Jovan. Ya, pria itu marah besar usai melihat ponsel Visya yang menerangkan jika selingkuhannya itu mengirimi Agnia video syur mereka.
"Apa kau sudah gila, untuk apa kau mengirimkan video ini, sialan?" maki Jovan dengan urat mata yang kentara.
Visya yang tak mengira jika dirinya akan di tampar seketika menatap sengit Jovan. Ia tak menyangka jika Jovan bakal tahu secepat ini.
"Dia selama ini menipu kita. Dia selama ini tidak amnesia. Tidak kah kau sadari, hah?" balas Visya sembari menyentuh pipinya yang makin terasa panas. Ia sungguh tidak terima karena telah di tampar Jovan. Padahal, semalam suntuk mereka bersetubuh.
Membuat Jovan membelalakkan matanya, "Apa kau bilang?"
Visya mendengus kesal melihat kebodohan Jovan. "Aku diam-diam meminta orang menyelidikinya. Kau tahu siapa orang yang mengantarkan Agnia setelah dari rumah sakit?"
"Siapa?" balas Jovan tak sabar.
"Dia adalah pengawal sialan itu!"
"Apa?"
Jovan langsung meraup wajahnya gusar. Seketika kepalanya berdenyut. Di bawah pengamatan tajam Visya, Jovan merasa ini tidaklah benar.
"Tapi, jika dia sudah tahu, untuk apa dia..."
"Itu yang ingin aku cari tahu sekarang. Bisa jadi, dia seperti itu untuk balas dendam!"
Keduanya akhirnya diam dengan ekspresi gencar berpikir. Jovan yang takut dengan reputasi juga masa depannya, sementara Visya yang tak ingin kehilangan posisinya
"Buku besar!"
"Buku besar!"
Ucap dua orang itu dengan kompak dan waktu yang bersamaan. Kedua orang itu akhirnya melesat menuju kediaman Jovan. Mereka gupuh dan panik sebab pikiran mereka takut kalau buku itu akan hilang. Mereka keluar dari mobil terburu-buru. Mengabaikan sapaan para pembantu yang membungkuk hormat.
Jovan bergegas berlari menuju kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya dan seketika merasa lega demi mendapati jika ruangan itu masih rapih seperti yang ia harapkan. Ia lantas membuka brankas miliknya. Ia membuka pintu besi itu lalu bernapas lega sebab buku besar itu masihlah berada di tempatnya.
***
Di villa, Agnia menatap buku dengan logo emas dengan hati bercampur aduk. Ia memeluk buku itu dengan mata terpejam. Tak di sangka telah berhasil memiliki buku itu meski Airlangga nyaris saja ketahuan.
Ya, mereka berdua beruntung sebab Daud datang tepat waktu dan membawakan duplikat. Keterdesakan membuat Airlangga melupakan buku yang sudah di siapkan oleh Tian itu.
"Setelah ini kau harus mempersiapkan diri. Segala kemungkinan bisa saja terjadi!" tutur Airlangga yang harus mengakui jika dirinya juga ketar-ketir.
Agnia membuka matanya lalu meletakkan buku itu ke atas meja. Ia lalu berbalik menatap pengawalnya itu.
"Airlangga!" ia memanggil nama pria itu.
Yang di panggil hanya diam sembari memandang. Entah mengapa, ia selalu tak fokus jika di tatap Agnia. Membuatnya langsung mengalihkan pandangan.
"Sejenak. Aku merasa hanya memilikimu saat ini!" ia mengatakannya sembari tersenyum kecut. Merasa konyol untuk mengatakan semua itu namun demikianlah kenyataannya.
Agnia terus memandang Airlangga meskipun pria itu kini menatap ke arah lain.
"Apa aku boleh minta tolong?" tanya Agnia yang berhasil membuat Airlangga mau tak mau harus menatap ke arahnya.
"Katakan!"
Agnia tersenyum. "Tolong simpan buku ini. Aku takut kalau benda ini ada padaku, Jovan bisa menemukannya!"
Airlangga sedikit terkejut. Ia mencari sebuah jawaban dengan menatap mata bening Agnia. Perempuan itu sungguh percaya kepadanya? Itu buku bukan sembarang buku.
"Kau percaya padaku?" ucap Airlangga yang deru napasnya bisa dihirup oleh Agnia.
Perempuan itu meraba dada Airlangga lalu merapikan jasnya. "Tidak ada alasan untuk tak mempercayai mu. Kau bahkan menolak ku saat ku ajak bercinta. Lalu, apa yang aku takutkan?"
***
Matahari sedang terik-teriknya sewaktu Airlangga berada di kamar. Pria yang berkutat di laptop itu harus membagi perhatiannya ketika mendapat sebuah pesan.
"Nona Agnia mengirimkan sejumlah uang besar kak. Apakah ini serius? Ini menjadi suntikan dana terbesar sepanjang sejarah!"
Pesan dari Zidan membuatnya langsung tergerak untuk menelepon. Setelahnya, ia berlari mencari Agnia dan rupanya perempuan itu sedang berenang di kolam belakang dengan hanya mengenakan bikini.
Airlangga tahu Agnia menyadari kedatangannya. Ia hendak kembali, tapi Agnia keburu memanggil namanya.
"Airlangga!"
Sial, bagiamana ini? Haruskah ia kesana? Tapi, ia sungguh merasa malu saat melihat lekuk tubuh Agnia yang membuat atmosfer di sana berubah panas.
Damned!
"Kau mencari ku?" teriak Agnia yang sekarang malah berjalan mendekat sembari mengelap tubuhnya yang sexy dengan handuk kecil.
Airlangga semakin kebingungan sendiri menempatkan arah pandangnya. Ini sungguh suasana yang sangat membuatnya pantas menyandang predikat 'payah'.
"Zi-zidan meneleponku dan mengabari kalau..." malah tergagap-gagap.
"Uang?" tebak Agnia memotong kegagapan.
Airlangga mengangguk. Sial, bahkan ia tak sanggup hanya untuk menuntaskan sebuah kalimat.
"Kurang?"
"Bukan." ia menggeleng tidak membenarkan. "Ku rasa, kau sedikit berlebihan! Jumlah itu sangat tidak relevan dengan yang aku lakukan. Itu terlalu banyak!"
Agnia tersenyum melihat pria yang biasanya cuek, dingin dan datar itu, kini tampak resah dan belingsatan.
"Tidak masalah. Uang segitu bagiku bukan sebuah masalah!"
Maka Airlangga tetap pada kepayahannya.
"Boleh aku minta tolong?" tanya Agnia menahan tawa ketika melihat ekspresi lawan bicaranya
"Apa?"
Agnia maju dan membuat pria itu menengang.
"Rahasiakan keberadaan kalung ungu itu. Aku barusaja di telpon pengacaraku kalau ada sekelompok orang yang mengincar kalung itu!"