Maha Rani Larasati rela menikah dengan Daniel Nur Indra seorang duda ber anak satu tapi jauh dari kata bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trisubarti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27
Hari pertama usaha Rani sudah mencapai target penjualan yang tidak di sangka-sangka. Hingga sore hari nasi rames buatan Rani ternyata memanjakan lidah para pecinta kuliner.
Para pekerja project, warga sekitar, ditambah lagi Rani mempromosikan lewat aplikasi memudahkan masayarakat untuk mendapatkan makanan tanpa harus repot-repot keluar.
********
Maharani PoV.
Sebulan sudah aku membuka usaha. Alhamdulillah awal usaha kuliner aku tidak mengecewakan. Membuka usaha memang sudah menjadi cita citaku selain menjadi Guru. Aku tidak menyangka rencana buka sampai jam 9 malam. Tetapi jam 4 sore sudah habis. Maka aku harus menambah produksi dan harus menambah karyawan. Untuk bekerja shift sore hingga malam.
Total aku sudah mempunyai 5 karyawan untuk membantuku memasak satu, bersih-bersih satu, dan membantu aku melayani di depan juga satu. Membantu melayani bi Kokom ada dua.
Tentu aku harus mencari satu orang kusus untuk membantu aku, dan orang itu harus bisa di percaya.
Oh iya kenapa aku nggak mencoba mengajak Nena untuk bergabung? selama ini dia kan kerja di cafe.
Sebaiknya aku hubungi saja.
Aku Ambil handphone dan telepon dia.
Deerrr derrr deerrr
"Hallo selamat sore" Jawab Nena.
"Assalaamualaikum" Aku mengucap salam.
"Waalaikumsalam"
"Siapa ini?" Rupanya dia bingung sebab selama aku mengganti nomor telepon, belum pernah kontak dia.
"Aku sahabat kecilmu, hingga remaja, rumah kita di kampung bersebelahan." Jawabku detail hanya untuk menggodanya.
"Raniiiii....kamu tuh ya? dasar nggak setia kawan! ganti nomor nggak bilang-bilang! sudah menjadi istri orang kaya lantas Sombong!!" Omelnya memekakkan terlingaku.
"Ihh! udah apa ngomelnya, berisik banget tau," Jawabku.
"Sudah serlok! sudah enam bulan nggak ketemu kamu, kangen tau? tut. Ia memutuskan telepon sepihak, rencana mau merekrut dia malah gagal.
Tetapi bagus lah, aku serlok, kalau ngobrol nggak lewat telepon malah lebih baik pikirku.
Aku kebawah mengontrol bi Kokom dan Pak Edi, Ia tampak sibuk melayani pembeli. Sore-sore gini memang enak makan baso dan mie Ayam. Untuk soto betawi memang banyak peminat penduduk setempat jadi sudah habis sejak siang tadi.
"Bi, sini saya bantu" Aku membantu bibi melayani bersama Dewi dan Yusri. Sedangkan karyawan ku Mbok Sumi yang bagian masak sudah pulang. Sementara Nola dan Yuri baru berkemas ingin pulang.
"Nggak usah neng! si eneng kan cape" Kata bi Kokom.
"Nggak apa-apa kok bi" jawabku seraya menyusun mie dan sayuran kedalam mangkok.
Ketika aku sedang membantu bibi tiba-tiba ada wanita setengah baya datang.
"Selamat sore Mbak"
"Sore bu" jawabku. Wanita itu berperawakan sedang kira-kira usianya 48 tahun. Tapi wajahnya sepertinya aku pernah mengenal? Batinku.
"Ada yang bisa saya bantu bu?" Tanyaku. Lalu aku persilakan ia duduk.
"Bisa bertemu dengan pemilik restoran ini?" Tanyanya.
"Oh kebetulan saya sendiri bu" Jawabku. Ia menatap aku lekat.
Kami saling diam, entah apa yang Ibu itu pikirkan.
"Oh saya pikir yang punya restoran ini seusia dengan saya, ternyata masih anak muda to?" Kata Ibu itu.
"Saya mau pesan nasi box Mbak, kemarin saya makan gudeg di tempat arisan teman saya"
"Rasanya enak nagih, lalu saya minta alamat ini." Tuturnya.
"Oh boleh bu, disini ada beberapa kas masakan, Sunda, betawi dan gudeg komplit. Jawabku.
"Untuk sementara saya pesan gudeg komplit dulu ya Mbak, saya pesan 1000 box" Tuturnya.
Watt 1000 box! batinku tapi aku senang sekali.
"Kira-kira sanggup nggak Mbak?"
"Oh sanggup bu" Jawabku antusias.
"Kira-kira berapa Mbak totalnya? saya bayar tanda jadi dulu" Ucapnya.
"Satu box gudeg komplit 25 ribu bu, isi Ayam, telur, sambal goreng, dan gudeg itu sendiri."
"Kalau Ibu pesan 1000 box 25 juta.
"Okay Mbak, saya bayar dimuka 10 juta, dan sisanya saya transfer, bagaimana?" Tanyanya.
"Baik bu, saya minta nomor hp Ibu, nanti saya kirim nomor rekening saya."
Ibu Itu memberikan nomor handphone, lalu aku kirim nomor rekening.
"Ibu kalau boleh tahu, namanya siapa biar saya simpan nomernya."
"Nama saya Widi Mbak, lalu nama Mbak siapa?"
"Nama saya Maharani bu."
" Lalu pesanannya untuk hari apa bu?"
"Lusa Mbak, untuk acara ulang tahun, Showroom mobil anak saya yang ke 20 tahun." Tuturnya. Kami bersalaman kemudian bu Widi pamit pulang.
Alhamdulillah baru sebulan usaha. Aku sudah ada dua orang pelanggan yang pesan nasi box dan jumlah besar. Besok aku akan menemui Ibu yang punya Ruko dan berapa tetangga yang lain untuk membantu. Lagian lumayan untuk menambah uang jajan anaknya.
Tidak terasa ternyata sudah Adzan maghrib, aku segera shalat.
Selesai maghrib, aku rebahan dan membuka handphone. Aku membuka galeri melihat foto kami bertiga, diambil ketika aku sedang jalan-jalan. Daniel di belakangku memeluku lalu Icha di depanku aku memeluknya.
Jika di tanya apakah aku rindu mereka? Oh sangat. Aku sangatlah merindukan mereka. Sebenarnya sebagai istri aku sudah salah meninggalkan mereka. Tetapi kesabaranku juga ada batasnya. Air mataku tidak bisa aku tahan. Sudah hampir dua bulan aku meninggalkan mereka. "Ampuni hambamu ini ya Allah.
Tapi biarlah aku sudah mengambil keputusan, dengan begini mungkin kami bisa sama-sama merenung dan tau akan rasanya kehilangan.
Tok tok tok.
Suara ketukan membuyarkan lamunan ku. Aku berdiri dan membuka pintu.
Ceklek.
"Neng, ada yang mencari eneng di bawah, yang dulu pernah bertemu di terminal itu loh" Tutur bi Kokom.
"Oh Nena? di suruh naik kesini saja bi" Kataku.
Tidak lama suara cempreng Nena memenuhi ruangan.
"Raniii...kamu bikin kejutan apa lagi nih? kamu bisa tinggal disini, suamimu kemana? kamu sudah punya usaha sendiri, pantas sombong nggak pernah hubungi aku." Nena nyerocos tidak ada titik koma. Kami akhirnya berpelukan melepas Rindu memang sudah 6 bulan kami tidak pernah bertemu.
Terakhir bertemu saat aku dan Mas Daniel menemuinya di Apartemen milik Reno.
"Bagaimana kabar mu Nen?" Tanyaku. Seraya mengendorkan pelukan.
"Alhamdulillah aku sih baik, lihat badanku gemukan kan? nggak kaya kamu tuh badan makin lama macam ikat petek." Katanya seraya memutar memamerkan tubuhnya.
"Lalu bagaimana kamu sama Mas Reno sudah jadian?" Tanyaku. Tanganya aku tarik dan aku ajak duduk di kamar.
"Wah kamar kamu lumayan agak besar di banding kos aku, mana bulan depan mau naik lagi?" Keluhnya.
"Eh jawab dulu pertanyaan aku?" Tanya aku lagi.
"Pertanyaan apa?" rupanya ia lupa.
"Hubunganmu sama Mas Reno?" Dia tersenyum.
"Alhamdulillah sudah sejak tiga bulan yang lalu aku dan Mas Reno jadian, malah sudah mengajak menikah."
"Tapi aku belum mau, habis takut sama Ibunya." Jawabnya tiba-tiba murung.
"Memang kamu sudah bertemu dengan Ibunya?" Ia menggeleng.
"Huh kamu! belum bertemu sudah menyerah" Ucapku.
"Dulu Ibu Mas Reno memang nggak suka sama aku, tapi belum tentu sama kamu, jadi nggak usah khawatir." Jawabku meyakinkan.
Ia mengangguk setuju.
"Nen, ngomong masalah lain nih, kamu di kafe masih menjadi pelayan kan?" Tanyaku.
"Ya masih! memang apa yang cocok buat orang seperti aku, hanya tamatan SMK?"
"Masih di pakai saja sudah syukur."
Jawabnya.
"Kalau begitu, kamu bergabung saja sama aku bekerja di sini"
"Benarkah? mau-mau..."Jawabnya senang.
"Aku segera akan mengajukan surat pengunduran diri." Jawabnya mantap.
"Usahamu lancar ya Ran?" Tanyanya.
"Alhamdulillah Nen, tidak aku duga akan secepat ini, lusa ada pesanan 1000 box malah" kataku.
"Sekarang aku minta penjelasan kenapa kamu bisa tinggal disini tanpa suamimu?"
lumayan buat nambah penghasilan tambahan 🙏😭😭😭