Nuka, siswa ceria yang selalu memperhatikan Aile, gadis pendiam yang mencintai hujan. Setiap kali hujan turun, Nuka menawarkan payungnya, berharap bisa melindungi Aile dari dinginnya rintik air. Suatu hari, di bawah payung itu, Aile akhirnya berbagi kenangan masa lalunya yang penuh luka, dan hujan pun menjadi awal kedekatan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Aolia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di bawah hujan, kucing dan perasaan yang tak terucap
Hari itu, hujan turun lagi ketika bel tanda akhir jam sekolah berbunyi. Nuka yang biasanya langsung beranjak pulang, kali ini menunggu lebih lama di gerbang sekolah. Ia tahu Aile akan keluar sebentar lagi, dan dengan cuaca seperti ini, dia berharap bisa berjalan pulang bersama gadis itu. Selama beberapa minggu terakhir, Nuka semakin sering bersama Aile, meski gadis itu tetap saja sulit membuka diri.
Tak lama kemudian, Aile muncul, membawa tas kecilnya dengan cara khasnya, tenang dan tanpa banyak bicara. Rambutnya sedikit berantakan karena angin, tapi ia tetap terlihat begitu tenang. Nuka tersenyum sambil memegang payungnya.
"Hujan lagi. Ayo, kita pulang bareng," ajak Nuka sambil mengangkat payungnya, menunggu Aile mendekat.
Aile memandang ke langit yang mendung dan menatap Nuka sebentar sebelum mengangguk. Mereka mulai berjalan berdua di bawah satu payung, perlahan-lahan keluar dari halaman sekolah.
Suasana di sekitar begitu sepi, hanya terdengar suara rintik hujan yang jatuh di trotoar. Nuka dan Aile tidak berbicara banyak, namun ada kenyamanan dalam keheningan itu. Nuka mengayunkan payung sedikit agar hujan tak menyentuh mereka, sementara matanya sesekali melirik Aile, yang tampak serius memperhatikan jalanan.
Tiba-tiba, dari sebuah gang kecil di tepi jalan, terdengar suara lirih. "Meong…"
Aile langsung menghentikan langkahnya. Ia menoleh dengan cepat ke arah suara itu, matanya sedikit melebar. Nuka mengikuti pandangannya dan melihat seekor kucing kecil berwarna abu-abu belang yang basah kuyup karena hujan. Tubuh mungilnya meringkuk di samping tong sampah, berusaha mencari perlindungan dari air yang terus menerpa.
"Aduh, kasihan banget kucingnya," ujar Nuka sambil memiringkan payung untuk melihat lebih jelas. Tapi sebelum Nuka sempat melanjutkan komentarnya, Aile sudah melangkah mendekati kucing itu tanpa ragu.
Aile berjongkok di depan kucing itu, dan tanpa berkata-kata, ia menyentuh bulu kucing yang basah dengan lembut. Wajah Aile yang biasanya dingin dan tertutup, kini berubah. Ada kilatan lembut di matanya, seperti kehangatan yang jarang terlihat sebelumnya. Kucing itu menatapnya dengan pandangan lelah, tapi saat Aile mengelusnya, ia perlahan mengeong lagi, kali ini dengan suara yang lebih lembut, seolah-olah tahu bahwa ia sudah berada di tangan yang aman.
"Aku nggak nyangka kamu suka kucing," kata Nuka, tersenyum kecil melihat reaksi Aile yang begitu berbeda dari biasanya.
Aile tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia mengangkat kucing kecil itu ke dalam pelukannya, menggendongnya dengan hati-hati di bawah payung. "Dia basah dan kedinginan. Kasihan," katanya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara hujan.
Nuka mengangguk, dan mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih pelan, kali ini dengan tambahan satu kucing kecil di bawah payung mereka. Aile memeluk kucing itu dengan erat, dan Nuka bisa melihat bahwa ada sisi lain dari Aile yang belum pernah ia lihat sebelumnya—sebuah sisi yang penuh kasih sayang, terutama untuk makhluk kecil yang membutuhkan perlindungan.
Saat mereka hampir sampai di sebuah persimpangan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki di belakang mereka. Nuka menoleh dan melihat teman-temannya, geng kecilnya yang biasanya suka nongkrong bersama di sekolah. Ada Raka, teman baiknya, dan dua anak lain, Vian dan Yoga. Bersama mereka juga ada Dinda, gadis ceria yang selalu energik dan sering bersama kelompok mereka.
"Oh, Nuka! Lo pulang sama Aile, ya?" seru Dinda dengan nada gembira saat ia mendekati mereka. Wajahnya yang selalu riang tampak sedikit bersemangat melihat Nuka bersama Aile. "Aduh, lucu banget tuh kucing! Kalian nemu di mana?"
Nuka tersenyum kecil. "Iya, tadi ketemu di gang. Aile yang nemuin duluan."
Dinda mendekat dan tanpa ragu melihat lebih dekat ke arah kucing di pelukan Aile. "Awww, gemes banget! Kucingnya imut banget!" serunya, tapi tatapannya lebih banyak terfokus ke Nuka daripada kucing itu.
Raka yang juga melihat kucing itu tertawa pelan. "Wah, pantesan lo lama pulangnya. Ternyata sibuk jadi pahlawan kucing, ya, Nuka," candanya.
"Eh, ini bukan gue, kok. Ini Aile yang lebih peduli," kata Nuka, mengarahkan pujian kepada Aile.
Namun, Aile hanya terdiam, sedikit berbalik seolah ingin menjauh dari sorotan teman-teman Nuka. Dia tidak pernah nyaman berada di tengah perhatian orang banyak, apalagi di antara teman-teman yang tidak begitu ia kenal.
Dinda, yang tampaknya selalu ceria tapi kadang tidak terlalu peka, menatap Nuka dengan senyum lebar. "Nuka, lo nggak kedinginan tuh? Harusnya gue aja yang nemenin lo pulang. Kita kan lebih sering bareng-bareng," katanya, nada suaranya sedikit menggoda.
Nuka tertawa kecil, tidak menanggapi candaan Dinda dengan serius. "Hujan-hujan gini malah enak kalau bareng siapa aja," balas Nuka ringan.
Mereka berjalan bersama-sama, namun Aile sedikit tertinggal di belakang. Nuka merasa Aile semakin tidak nyaman dengan kehadiran banyak orang, jadi dia memperlambat langkahnya agar bisa lebih dekat dengan Aile lagi.
Sesaat kemudian, saat geng Nuka mulai bercanda satu sama lain, Dinda terus mengalihkan perhatian ke Nuka, berusaha terlibat dalam percakapan dengan antusias, meski Nuka sesekali lebih memilih menoleh ke Aile yang diam memandangi kucing di tangannya.
Aile akhirnya berbicara, suaranya pelan. "Aku pulang duluan," katanya tiba-tiba, sedikit menjauh dari kelompok.
Nuka merasa terkejut, tapi tidak heran. "Oh, oke. Aku antar kamu sampai rumah?" tawar Nuka.
Aile menggeleng pelan. "Nggak usah. Kucing ini harus segera dikeringkan, nanti aku aja yang urus."
Nuka melihat ke arah teman-temannya sejenak, lalu kembali menatap Aile. "Ya udah, hati-hati ya. Kalau ada apa-apa, bilang aja."
Aile mengangguk pelan dan mulai berjalan pergi, membawa kucing kecil itu dalam pelukannya. Nuka memperhatikan Aile yang berjalan menjauh dengan rasa penasaran yang semakin besar. Aile memang sosok yang sulit dipahami, tapi Nuka semakin yakin bahwa di balik semua ketertutupannya, ada perasaan yang lebih dalam yang hanya bisa dipahami dengan waktu dan kesabaran.
Setelah Aile menghilang di tikungan, Dinda dengan cepat kembali menarik perhatian Nuka. "Eh, kenapa sih lo selalu perhatian banget sama Aile? Dia kan nggak banyak ngomong. Nggak bosan apa?" tanyanya dengan nada riang.
Nuka tersenyum, meski dalam hatinya ia tahu bahwa ada banyak hal tentang Aile yang Dinda atau teman-temannya tidak mengerti. "Kadang, nggak perlu banyak bicara buat ngerti seseorang," jawab Nuka singkat, sambil melangkah kembali bersama gengnya di tengah rintik hujan.
Saat Aile berjalan menjauh, Nuka terus memandangi punggungnya yang semakin kecil dalam gerimis. Ada sesuatu tentang gadis itu yang semakin mengikat perhatiannya—bukan hanya karena misteri yang melingkupi Aile, tapi juga karena momen-momen kecil seperti tadi, saat ia begitu lembut kepada kucing yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya. Itu memperlihatkan sisi lain dari Aile, sisi yang penuh kasih sayang namun tertutup rapat dari dunia luar.
Dinda, yang selalu ceria dan terus mencoba menarik perhatian Nuka, kembali mencoba meraih perhatiannya. "Lo nggak bosen sama Aile, Nuka? Dia kan diem aja terus," ulang Dinda, kali ini nadanya lebih manja.
Nuka menggeleng sambil tersenyum kecil. "Nggak, Din. Dia cuma beda. Kadang diem nggak berarti nggak punya cerita."
Dinda menatap Nuka dengan sedikit bingung, tidak sepenuhnya mengerti maksud kata-katanya. Tapi dia segera mengalihkan perhatian lagi dengan candaan lainnya, tak mau kehilangan momen untuk lebih dekat dengan Nuka.
Sementara mereka berjalan, pikiran Nuka masih tersisa pada Aile. Dia tahu, semakin dia berusaha memahami gadis itu, semakin banyak pertanyaan yang muncul. Tapi Nuka juga tahu, bahwa mungkin itu bagian dari daya tarik Aile—bahwa setiap langkah yang ia ambil mendekati gadis itu akan selalu diwarnai dengan misteri dan rasa ingin tahu yang lebih dalam.