NovelToon NovelToon
Malapetaka Batu Luar Angkasa

Malapetaka Batu Luar Angkasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Hari Kiamat
Popularitas:562
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Setelah fenomena Dukhan melanda, dunia berubah drastis dengan iklim yang semakin ekstrem dan teknologi yang lumpuh. Umat manusia harus bertahan hidup di tengah panas terik dan kemarau panjang yang tak kunjung usai.

Kisah ini mengikuti perjalanan sebuah kelompok yang berjuang menghadapi kenyataan baru. Mereka mencoba menanam di tanah kering, mencari air, dan bergantung pada kebijaksanaan lama. Di tengah tantangan yang berat, muncul momen tegang, humor, dan rasa kebersamaan yang kuat.

Mencari Harapan di Tengah Kemarau adalah cerita tentang perjuangan, keimanan, dan kebersamaan dalam menghadapi ujian akhir zaman.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Panggilan untuk Bersatu dalam Kegelapan

19.1. Panggilan untuk Bersatu dalam Kegelapan

Setelah hujan yang diharapkan tidak bertahan lama, kembali terik matahari menghanguskan tanah yang sudah kerontang. Rasa bingung dan putus asa merayap dalam jiwa setiap orang. Ulama yang bijaksana melihat kondisi ini sebagai panggilan untuk menguatkan iman masyarakat.

“Saudara-saudara,” katanya, mengumpulkan perhatian jemaah di masjid yang sederhana. “Hari ini, kita akan sholat Dzuhur dan setelah itu, saya akan memberikan ceramah penting. Kita perlu berkumpul dan saling menguatkan.”

Begitu sholat selesai, suasana di dalam masjid terasa tegang. Wajah-wajah penuh harapan, namun juga dipenuhi kekhawatiran akan masa depan. Ulama naik ke mimbar, mengangkat tangan dan meminta keheningan.

“Saudara-saudara,” ia mulai, suaranya menggema di dalam ruangan. “Kita berada di tahun pertama dari tiga tahun yang dijanjikan menjelang kedatangan Dajjal. Allah menahan sepertiga air hujan dari kita, dan banyak tanaman yang dapat dimakan mulai mati. Ini adalah ujian yang sangat berat.”

Seorang jemaah, Amir, berdiri dengan gelisah. “Ulama, bagaimana jika hujan tidak datang lagi? Kami sudah kehabisan makanan, anak-anak kami mulai kelaparan!”

Ulama menatap Amir dengan penuh empati. “Kita harus tetap percaya bahwa Allah mendengar doa kita. Mari kita bersatu dan berdoa bersama. Kita tidak sendirian dalam kesulitan ini.”

Tiba-tiba, suara gemuruh menggelegar terdengar dari luar, mengagetkan semua orang. Beberapa jemaah saling berpandangan dengan ketakutan. “Apa itu? Suara apa?” tanya seorang wanita dengan suara bergetar.

Ulama berusaha menenangkan. “Tenang, saudara-saudara. Itu hanya suara petir. Kita baru saja meminta hujan, mungkin Allah menjawab doa kita.”

Namun, suasana menjadi semakin tegang. Di luar masjid, awan hitam mulai berkumpul dengan cepat, menutupi sinar matahari. Seorang anak kecil mulai menangis, ketakutan akan kegelapan yang tiba-tiba menyelimuti.

“Ulama, kami takut!” teriak anak itu.

“Jangan takut, Nak. Allah bersama kita,” jawab ulama, berusaha memberikan ketenangan. “Ayo kita berdoa lagi. Mintalah kepada-Nya agar hujan turun untuk menyuburkan tanah kita.”

Mereka semua menutup mata dan mengangkat tangan, suara dzikir menggema di dalam masjid. “Ya Allah, turunkan hujan-Mu. Berikan kami makanan dan keselamatan. Kami percaya kepada-Mu.”

Di tengah doa yang khusyuk, suara petir semakin menggelegar, membuat jemaah terloncat kaget. Awan gelap itu seolah mengancam, dan suasana menjadi semakin mencekam.

“Ulama, lihat!” teriak Amir, menunjuk ke jendela. “Ada sesuatu di luar!”

Ulama mendekati jendela dan melihat ke luar. Dia terkejut melihat bayangan besar yang bergerak cepat di antara awan gelap. “Apa itu?” gumamnya.

“Sepertinya sesuatu yang besar... seperti angin puting beliung!” jawab seseorang dengan suara parau.

Ulama berusaha tetap tenang. “Saudara-saudara, jangan panik. Mari kita semua berdoa dan bersatu. Hanya Allah yang bisa melindungi kita sekarang.”

Beberapa jemaah mulai berbisik, ketakutan menyelimuti mereka. “Apa yang akan terjadi? Jika hujan datang dengan badai, kita semua bisa terjebak!”

Dalam kegelapan yang menyelimuti masjid, suasana semakin menegangkan. Tiba-tiba, guntur yang menggelegar disertai kilat menyambar, membuat seluruh ruangan bergetar. Beberapa jemaah berpegangan erat satu sama lain, berharap badai yang mendekat tidak akan membawa malapetaka.

“Bersiaplah, kita akan menghadapi ini bersama!” kata ulama, suaranya penuh keberanian meski hati beliau juga bergetar.

Akhirnya, hujan mulai turun dengan deras, tetapi disertai angin kencang. “Ya Allah, semoga ini hujan yang Engkau turunkan untuk menyelamatkan kami,” ucap ulama sambil berdoa.

Meskipun ketakutan menyelimuti, ada secercah harapan dalam hati setiap jemaah. Mereka tahu, dalam situasi sulit seperti ini, kekuatan iman dan kebersamaan adalah hal yang terpenting.

19.2. Hujan Deras dan Atap Bocor

Hujan semakin deras, membasahi tanah yang sudah kering kerontang. Namun, di dalam masjid, suasana justru semakin mencekam. Suara hujan yang seharusnya menenangkan, kini terdengar mengkhawatirkan. Air mulai merembes dari atap masjid yang tua dan rapuh.

“Ulama, lihat! Atapnya bocor!” teriak seorang jemaah, menunjukkan genangan air yang mulai menggenang di lantai masjid.

Ulama memandang ke arah bocoran itu. “Kita harus segera mencari cara untuk menampung air agar tidak merusak tempat ini,” ujarnya dengan tegas.

Beberapa jemaah bergegas mencari ember dan wadah lain untuk menampung air yang jatuh. Sementara yang lain berusaha menahan atap agar tidak roboh. Teriakan dan suara air yang mengucur menciptakan suasana panik.

“Siapa yang bisa naik ke atap untuk memperbaikinya?” tanya Amir, sambil melihat ke atas dengan cemas.

“Saya! Saya akan pergi!” jawab seorang pemuda, meski suara gemuruh petir membuatnya ragu. Dengan semangat, pemuda itu berlari keluar, berusaha melawan derasnya hujan.

“Jaga dirimu!” teriak ulama. “Bersihkan jalan agar air tidak menggenang di dalam masjid!”

Sementara pemuda itu berjuang di luar, jemaah di dalam masjid berusaha menenangkan satu sama lain. “Kita harus bersyukur hujan ini datang, meskipun atapnya bocor,” kata seorang ibu, berusaha menghibur.

“Ya, tapi hujan ini bisa jadi bencana jika tidak berhenti,” jawab seorang jemaah lain, masih cemas. “Kita sudah cukup menderita.”

Suara guntur menggelegar, dan kilat menyambar hampir di atas mereka. Pemuda yang berada di atap berjuang dengan segenap tenaganya, berusaha menutupi bocoran dengan bahan seadanya. “Tolong, bantu saya! Saya butuh lebih banyak tangan!” teriaknya dari atas.

Beberapa jemaah segera membantu, berlari keluar meskipun hujan deras. “Ayo, kita bantu dia! Jangan biarkan masjid kita rusak!”

Saat mereka bekerja sama, suasana di dalam masjid terasa lebih hidup. Ada momen-momen lucu di antara rasa cemas. “Awas, jangan sampai terpeleset!” seru salah satu jemaah, membuat yang lain tertawa meskipun dalam keadaan genting.

“Jika kita berhasil, kita akan merayakannya dengan makanan!” canda Amir, mencoba mengalihkan perhatian semua orang dari kekhawatiran.

Akhirnya, setelah usaha keras, pemuda itu dan jemaah lain berhasil menutup bocoran di atap. Mereka kembali ke dalam masjid dengan pakaian basah kuyup, tetapi tersenyum. “Kita berhasil!” teriak pemuda itu, disambut tepuk tangan jemaah.

Ulama melihat semua orang dengan bangga. “Inilah kekuatan kita. Ketika kita bersatu, kita bisa menghadapi apa pun. Mari kita terus berdoa agar hujan ini membawa berkah, bukan bencana.”

Hujan terus turun, tapi di hati mereka ada rasa syukur. Meski atap bocor, masjid tetap menjadi tempat berkumpul yang penuh semangat dan harapan.

19.3. Pemuda yang Menggigil

Setelah berhasil menutup bocoran di atap masjid, pemuda itu melangkah masuk, menggigil karena kedinginan. Tubuhnya basah kuyup, dan nafasnya tampak membeku di udara dingin. Jemaah yang melihatnya segera beranjak mendekat.

“Duh, kamu kenapa? Kedinginan ya?” tanya seorang jemaah, mengulurkan jaket tua miliknya.

“Ya, sedikit. Hujan sangat deras di atas,” jawab pemuda itu sambil menggigit gigi. “Tapi saya senang bisa membantu.”

Ulama memeriksa keadaan pemuda itu dengan penuh perhatian. “Kamu butuh minum hangat. Ayo, mari kita siapkan teh atau jahe untuk menghangatkan badanmu.”

“Saya bisa membantu,” kata seorang ibu yang mengkhawatirkan pemuda itu. Ia segera bergegas ke dapur kecil di sudut masjid, mengumpulkan air dan rempah-rempah.

Sementara itu, jemaah lain mulai berusaha menenangkan pemuda yang menggigil. “Jangan khawatir, ini hanya sementara. Kita semua merasakan efek dari hujan ini,” ujar Amir, berusaha memberikan semangat.

“Yang penting, kita bisa bersatu menghadapi semua ini,” kata jemaah lain, menyemangati.

Ketika pemuda itu duduk di dekat kompor, aroma jahe yang hangat mulai memenuhi udara. “Semoga ini bisa membantu,” kata ibu yang memasak. “Kita semua butuh kekuatan saat seperti ini.”

Tak lama, teh jahe pun siap. Pemuda itu memegang cangkir dengan kedua tangan, merasakan kehangatan yang mulai menjalari tubuhnya. “Terima kasih,” ucapnya dengan tulus, sementara jemaah lain menyaksikan dengan penuh perhatian.

Ulama memanfaatkan momen ini untuk memberikan nasihat. “Ingatlah, dalam setiap kesulitan ada kemudahan. Hujan ini bisa menjadi berkah jika kita tetap bersyukur dan saling membantu.”

19.4. Kentut yang Tak Terduga

Setelah pemuda itu menyeruput jahe hangat, ia merasakan kehangatan menyebar di sekujur tubuhnya. Namun, tiba-tiba, tenggorokannya tersumbat, dan dalam sekejap, ia tersedak.

“Ugh!” Ia terbatuk-batuk, mencoba mengeluarkan cairan dari mulutnya. Dalam momen yang tak terduga itu, terdengar suara kentut yang nyaring, membuat semua orang terdiam sejenak.

“Eh, maaf!” teriak pemuda itu, wajahnya memerah. Namun, tak lama kemudian, aroma tidak sedap mulai menyebar di ruangan.

Semua orang langsung menahan napas, beberapa tertawa, sementara yang lain tampak terguncang.

“Duh, itu bau apa?!” seru Amir sambil melipir ke belakang.

“Iya, sepertinya ada yang baru saja memecahkan telur busuk di sini,” celetuk seorang jemaah lain dengan tawa.

“Ini semua gara-gara jahe ya?” tanya ibu yang memasak, berusaha menahan tawanya.

Pemuda itu, yang masih tersedak, hanya bisa tertawa malu. “Maaf, semua ini tidak disengaja!”

Ulama, yang melihat situasi ini, tersenyum lebar. “Inilah tanda bahwa kita masih hidup dan bisa tertawa meski dalam kesulitan. Setiap momen, baik atau buruk, adalah berkah.”

Tawa riuh pun pecah di dalam masjid, mengurangi ketegangan yang sebelumnya terasa. Pemuda itu merasa lega, dan semua orang mulai berbagi cerita lucu tentang momen-momen canggung mereka masing-masing.

“Aku ingat waktu kecil, aku pernah terjatuh ke kolam ikan dan malah mengganggu semua ikan!” cerita seorang jemaah dengan wajah penuh keceriaan.

“Dan aku, pernah berusaha mengerjai teman dengan kentut palsu, tapi malah kena batuk dan terbatuk-batuk seperti kamu!” balas jemaah yang lain, membuat semua orang tertawa.

Momen ini menjadi pengingat bahwa di tengah segala kesulitan, tawa dan kebersamaan adalah obat yang paling ampuh. Dalam situasi apapun, mereka belajar bahwa masih ada ruang untuk bersyukur dan berbagi kebahagiaan.

19.5. Jeritan dalam Kegelapan

Belum sempat tawa reda setelah insiden kentut yang mengundang gelak tawa, tiba-tiba langit kembali menggeram. Suara petir yang menggelegar mengguncang atap masjid, dan semua orang menoleh ke arah suara itu dengan ekspresi terkejut.

“Ya Allah!” teriak salah satu jamaah, sekuat tenaga, suara jeritannya terdengar menggelegar di tengah kebisingan hujan. “Apa yang terjadi?”

Semua orang langsung terdiam. Ketegangan menyelimuti ruangan saat mereka saling pandang, berusaha mengerti apa yang sedang terjadi.

Ulama berusaha menenangkan, “Tenang, saudaraku. Ini hanya suara petir. Kita di sini dalam perlindungan Allah.”

Namun, jeritan itu menggema di hati semua orang. Pemuda yang baru saja tersedak, kini merasa lebih gelisah. “Bagaimana jika ini pertanda buruk?” gumamnya, merasakan bulu kuduknya berdiri.

Seorang jemaah perempuan, tampak ketakutan, menutupi wajahnya dengan tangan. “Apa kita aman di sini?” tanyanya, suaranya bergetar.

“Jangan panik!” kata Amir, berusaha mengalihkan perhatian. “Kita harus tetap bersama. Ingat, kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya ujian.”

Namun, ketegangan tidak kunjung reda. Setiap kilatan petir terasa semakin mendekat, dan suara guntur yang menggelegar membuat hati mereka berdebar.

Ulama mencoba membangun kembali suasana. “Mari kita berdoa, semoga Allah melindungi kita dari segala bahaya. Kita harus saling mendukung, terutama dalam masa sulit seperti ini.”

Mereka pun bersama-sama mengangkat tangan, berdoa dengan harapan dan ketakutan bercampur. Hujan deras yang mengguyur atap masjid seolah menambah nuansa mendesak.

“Ya Allah, kuatkanlah kami. Berikan kami petunjuk dan keselamatan,” doa ulama, diikuti dengan suara lirih semua jamaah yang berusaha bersatu dalam keyakinan.

Di tengah kegelapan dan ketidakpastian, harapan akan perlindungan Allah adalah cahaya yang menuntun mereka. Jeritan itu menjadi pengingat bahwa dalam segala situasi, ketenangan dan kebersamaan adalah kunci untuk menghadapi tantangan yang ada.

1
Sandy
mantap, sangat menginspirasi
Bunga Lestary
semangatt kakk🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!