Arav Hayes Callahan, seorang CEO yang selalu dikelilingi wanita berkelas, terjebak dalam situasi yang tak terduga ketika hatinya tertambat pada Kayla Pradipta, seorang wanita yang statusnya jauh di bawahnya.
Sementara banyak pria mulai menyukai Kayla, termasuk kakaknya sendiri, Arav harus menahan rasa cemburu yang terpendam dalam bayang-bayang sikap dinginnya. Bisakah Arav menyatukan perasaannya dengan Kayla di tengah intrik, cemburu, dan perbedaan status yang menghalangi mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan yang Sulit
Bab 23
---
Kayla melangkah ke ruang tamu dengan perasaan canggung. Ia tidak menyangka akan disambut dengan senyuman hangat oleh seorang wanita paruh baya yang tidak ia kenali. Wanita itu berdiri di sebelah Arav, mengenakan gaun sederhana namun elegan, dengan tatapan penuh kasih. Senyum tulusnya mengingatkan Kayla pada seseorang yang ia kenal. “Kayla, senang sekali akhirnya bisa bertemu denganmu,” ucap wanita itu dengan nada lembut.
Kayla tertegun. Dia yakin wanita itu adalah Nyonya Chintia, Mama Arav yang selama ini dikenalnya angkuh dan glamor. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam sikap wanita ini; jauh lebih bersahaja dan ramah. “Terima kasih, Nyonya."
Wanita itu tertawa lirih, "Jangan panggil aku Nyonya. Aku bukan nyonya besar. Panggil saja, Mama. Seperti Arav memanggilku."
Kayla hanya mengangguk dengan senyuman, kelu menyebut Mama pada orang yang baru dikenalnya. Di lubuk hatinya juga merasa janggal. Jika ini adalah ibunya Arav, berarti nyonya Chintia yang pernah ia kenal. Namun, kali ini lebih ramah dan hangat. Saat Kayla ke rumah keluarga Callahan, ibunya Arav yang ia kenal sangat angkuh. Akan tetapi, pikiran itu ia abaikan sementara, meskipun tetap menimbulkan tanya di dalam benaknya.
Tak lama kemudian, Bu Santi berbisik pada Kayla dengan penuh rasa ingin tahu mulai bertanya, “Kayla, apa sebenarnya niat Arav denganmu? Apakah kalian sudah memutuskan tentang masa depan?”
Pertanyaan itu membuat Kayla tersentak. Ia tahu ini adalah momen krusial. Semua mata kini tertuju padanya, menunggu jawabannya. Arav yang duduk di samping, memandangnya dengan ekspresi yang tak terbaca. Wajahnya tetap dingin, namun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan.
Kayla menunduk sejenak, berpikir keras sebelum akhirnya menjawab dengan pelan, “Saya… saya belum bisa memberikan keputusan sekarang, Bu. Ini adalah keputusan besar, dan saya butuh waktu untuk memikirkan semuanya dengan matang.”
Wajah Arav sedikit mengeras. Dia menatap Kayla dengan tatapan tajam. “Apa lagi yang perlu dipikirkan?” tanya Arav, nadanya rendah namun penuh tekanan. “Segala sesuatunya sudah jelas.”
Kayla menggigit bibirnya, merasa terdesak oleh pertanyaan itu. Sebelum ketegangan semakin memuncak, Lauren segera mengintervensi dengan lembut. “Mari kita tidak membuat suasana semakin tegang. Bagaimana kalau kita semua makan siang di luar? Mungkin suasana yang berbeda bisa membantu kita mendapatkan perspektif yang lebih baik.”
Semua orang setuju dengan usul Lauren, meski rasa ketegangan masih terasa di antara mereka. Cantika dan suaminya yang sejak tadi menyimak dengan cemas, juga ikut serta. Kayla meminta izin untuk berganti pakaian sebelum mereka pergi.
Di kamarnya, Kayla memilih pakaian kasual yang nyaman namun tetap sopan—sebuah blouse simpel dan celana panjang. Saat ia kembali ke ruang tamu, Arav tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. Kayla terlihat anggun dan manis, jauh berbeda dari penampilannya yang biasanya formal. Meski hanya mengenakan pakaian sederhana, Kayla tetap memancarkan pesona yang membuat Arav semakin terpikat. Namun seperti biasa, ia menahan diri untuk tidak mengekspresikannya secara terbuka.
Lauren duduk di depan di samping Moe yang mengemudikan mobil. Di kursi tengah, duduk Arav dan Kayla. Sedangkan paling belakang, ada Cantika dan suami, serta Bu Santi.
###
Di restoran sederhana di pinggiran kota, mereka duduk bersama menikmati makan siang. Lauren dengan hangat memimpin percakapan ringan yang menghindari topik-topik sensitif seperti pertunangan atau masa depan. Meskipun suasananya terlihat akrab, Kayla masih merasakan ketidaknyamanan yang mengganjal di hatinya.
Masalah muncul saat beberapa rekan bisnis yang kebetulan berada di restoran tersebut mengenali Arav. Mereka datang untuk menyapa, terutama para wanita yang terlihat terlalu bersemangat saat berbicara dengannya. Salah satu dari mereka bahkan berusaha mengajak Arav bercanda dengan cara yang menurut Kayla berlebihan. Ia merasa tidak nyaman melihat interaksi tersebut, terutama karena Arav menanggapinya dengan sikap dingin dan formal, namun tetap memberikan perhatian yang cukup pada mereka.
Kayla menunduk, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. Lauren yang duduk di sampingnya, menangkap perubahan ekspresi Kayla dan mencoba mengalihkan perhatian dengan mengajaknya berbicara tentang hal-hal ringan. Namun Kayla tahu bahwa perasaan cemburu dan keraguan mulai merayapi pikirannya.
Setelah makan siang selesai, Arav meminta izin untuk berbicara berdua dengan Kayla. Moe, yang sedari tadi diam mengamati, mengikuti mereka untuk memastikan bahwa percakapan tersebut tetap berjalan dengan baik.
Mereka menuju sebuah tempat yang lebih privat, di belakang restoran. Arav berdiri tegak di hadapan Kayla, dengan tatapan tajam yang penuh keyakinan. “Kayla, aku tidak akan bertele-tele,” ucap Arav dengan nada tegas. “Pertunangan ini akan dilangsungkan besok di rumahmu. Aku ingin kita menyelesaikan semuanya.”
Kayla menarik napas panjang. Dia tahu betapa seriusnya Arav dalam hal ini, tapi cara Arav yang selalu terburu-buru membuatnya merasa tidak nyaman. “Pak Arav, aku tidak bisa terburu-buru seperti ini. Ini bukan hanya soal status atau keluarga, tapi tentang kita berdua. Aku butuh waktu untuk benar-benar yakin.”
Arav menatapnya tajam, rasa frustasi terlihat jelas di wajahnya. “Waktu? Berapa lama lagi kamu butuh waktu, Kayla?"
"Aku belum mendapatkan kejelasan tentang niatan Bapak."
"Apakah dengan kedatangan bersama orang tuaku tidak cukup membuktikan keseriusan?"
"Orang tua? Mama Lauren?"
"Kamu pikir siapa lagi?"
"Bukankah, Nyonya Chintia...?" tanya Kayla dengan ragu.
Arav enggan sekali membahas hal tersebut. Bola matanya mengarah pada Moe, mengisyaratkan supaya dia saja yang memberi kejelasan.
Moe yang berada di samping mereka, mencoba menengahi. Dengan penjelasan yang akan disampaikan. "Em... Kayla. Maksud ku, Nona Kayla. Benar adanya Nyonya Lauren adalah Ibunda dari Pak Arav. Lebih tepatnya saudari kembar dari Nyonya Chintia."
Kayla yang mendengar itu terpaku. Apa dia bisa percaya? Penjelasan yang logis sesuai apa yang Kayla ketahui bahwa Nyonya Chintia dan Mama Lauren memang sangat mirip. Namun, alasan dibalik status mereka harus Kayla ketahui. Kayla masih ada rasa khawatir jika dirinya dimanfaatkan dalam situasi yang buruk.
"Masih tidak percaya?" Arav bersuara datar.
"Dan, apakah Tuan Hayyes ayah kandung Pak Arav, atau...?"
"Ya," jawab Moe singkat.
" Mama Lauren dan Tuan Hayyes bercerai? Lalu menikah saudara kembarnya Mama?"
"Tidak."
Kayla hanya bisa menunduk, berusaha menenangkan pikirannya yang kacau. Teka-teki apa lagi ini? Ibu kandung tidak satu rumah dengan ayah kandung. Sedangkan sang ayah sudah bersama wanita lain tanpa perceraian? Kayla tidak suka mendapatkan keluarga yang kacau. Kayla takut keluar pebisnis memang kejam, biasanya merebutkan tentang harta dan tahta.
Arav tetap memandang Kayla dengan intens, seakan ingin memastikan Kayla tidak lagi ragu. Namun, Kayla masih terjebak dalam perasaan bingung dan tertekan.
Dengan nada yang lebih lembut namun tetap tegas, Arav melanjutkan, “Aku tidak akan menunggu selamanya, Kayla. Besok adalah batasnya. Keputusan harus dibuat, apapun itu.”
Kayla tahu, waktu untuk mengambil keputusan semakin dekat. Sementara itu, perasaan cemas dan takut terus membayanginya. Pertemuan ini mungkin menjadi titik balik yang akan menentukan masa depan hubungan mereka.
Bersambung...
Ini enggak loh. Kayla tidak ada sangkut paut tanggung jawab apa pun pada CEO/Arav atau pun keluarga. Namun, dia tetap harus nikah dengan Arav.
Kira-kira alasannya apa ya? Yang gak baca novelnya, pasti gak bakal tahu alasannya.