Di Bawah Umur Harap Minggir!
*****
Salahkah bila seorang istri memiliki gairah? Salahkah seorang istri berharap dipuaskan oleh suaminya?
Mengapa lelaki begitu egois tidak pernah memikirkan bahwa wanita juga butuh kepuasan batin?
Lina memiliki suami yang royal, puluhan juta selalu masuk ke rekening setiap bulan. Hadiah mewah dan mahal kerap didapatkan. Namun, kepuasan batin tidak pernah Lina dapatkan dari Rudi selama pernikahan.
Suaminya hanya memikirkan pekerjaan sampai membuat istrinya kesepian. Tidak pernah suaminya tahu jika istrinya terpaksa menggunakan alat mainan demi mencapai kepuasan.
Lambat laun kecurigaan muncul, Lina penasaran kenapa suaminya jarang mau berhubungan suami istri. Ditambah lagi dengan misteri pembalut yang cepat habis. Ia pernah menemukan pembalutnya ada di dalam tas Rudi.
Sebenarnya, untuk apa Rudi membawa pembalut di dalam tasnya? Apa yang salah dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Pembalut Dalam Tas Suami
"Kalau sampai lain kali kakakku kenapa-napa dan Kak Rudi tidak bisa dihubungi, awas saja ... Aku akan membawa kakakku pergi!" ancam Rama.
Ia sangat emosi melihat kepulangan kakak iparnya ke rumah. Bahkan sampai kakaknya pulang dari rumah sakit, lelaki itu belum pulang juga. Rama terpaksa menginap di rumah kakaknya karena khawatir. Sampai akhirnya, hari ini, Rudi pulang tanpa tahu apa yang terjadi.
"Aku minta maaf, Rama. Ponselku rusak dan sedang ada pekerjaan penting di luar kota," kilah Rudi.
"Sudahlah, masalahnya kan sudah selesai. Jangan dibesar-besarkan, Rama," tegur Lina. Ia menjadi penengah agar adik dan suaminya tidak bertengkar.
"Banyak alasan terus Kak! Kalau ponsel rusak kan bisa diperbaiki. Atau beli ponsel yang baru. Bilang saja malas mengabari istri!" sindir Rama.
Rudi hanya terdiam. Ia mengakui dirinya salah dan tidak perlu membela diri lagi.
"Sudah, Rama! Kamu sebaiknya cepat pulang. Katanya hari ini ada kerjaan," pinta Lina. Ia ingin segera pertengkaran itu berakhir.
Rama menatap tajam ke arah Rudi. Ia masih belum terima kakaknya diperlakukan seperti itu.
"Ya sudah, Kak! Aku mau pulang dulu. Kalau ada kesulitan, langsung saja hubungi aku," ucap Rama seraya berpamitan untuk pulang.
Lina meraih tangan Rudi dan menuntunnya untuk masuk ke dalam kamar. Sebenarnya ua juga merasa kesal, namun tidak ada yang bisa ia lakukan. Rudi kurang perhatian padanya karena sibuk bekerja.
"Sayang, maafkan aku. Aku sangat menyesal sudah mengabaikanmu selama beberapa hari," ucap Rudi seraya mencium tangan istrinya.
"Kerja apa sih, Mas, sampai empat hari tidak pulang? Ponsel juga tidak bisa dihubungi?" tanya Lina.
"Kemarin aku ada kerjaan di luar kota, Kota B. Lumayan jauh dari sini. Jadwalnya juga padat, jadi aku tidak sempat mengecek hp. Lain kali aku akan lebih perhatian denganmu, aku janji."
Entah sudah berapa kali Lina mendengarkan kata-kata itu dari Rudi. Tapi, berulang kali juga ia selalu dikecewakan. Apa yang Rudi katakan seolah hanya sekedar pemanis saja. Tapi, ia juga tetap memakluminya.
"Ya sudah, aku mau cuci muka dulu. Setelah ini, ayo kita makan malam di luar," ucap Rudi.
Ia mengecup kening Lina kemudian pergi meninggalkannya ke kamar mandi.
Setiap kali Rudi membuat kecewa, pasti ia akan menebusnya dengan hal-hal yang bisa menyenangkan Lina. Ia seakan sudah tahu polanya. Dari membelikan oleh-oleh barang mewah sampai mengajak makan malam di restoran mahal.
Lina menghela napas panjang. Ia tak lagi ingin membahasnya. Toh dirinya sudah sembuh dari sakit. Ia memutuskan untuk membereskan barang-barang milik suaminya.
Lina membuka tas yang biasa dibawa suaminya. Di dalam ada pakaian milik Rudi. Ia ciumi satu-satu untuk memisahkan antara pakaian yang kotor dan bersih. Sepertinya semua baju yang ada di dalam tas kotor semua dari baunya yang tidak sedap. Apalagi dalaman milik suaminya, ada bau-bau seperti kotoran manusia.
"Apa Mas Rudi mencret? Bau sekali," gumamnya sembari menutup hidung.
Ia mengeluarkan pakaian kotor itu dari dalam tas untuk dicuci. Saat semua pakaian terangkat, ada benda yang membuatnya tertarik. Ia mematung melihat bungkusan pembalut ada di dalam tas suaminya. Ia ambil, bentuk dan merek sama dengan miliknya.
Tangan Lina tiba-tiba gemetaran. Jantungnya berdebar kencang. Ia tidak tahu apa yang terjadi, kenapa pembalut itu ada di dalam tas suaminya. Ia berpikir apa mungkin ada kaitannya dengan pembalut miliknya yang sering hilang.
"Lina!" panggil Rudi dengan nada tinggi.
Lina terkejut melihat suaminya datang.
"Apa-apaan kamu sembarangan membongkar barang milik orang!" maki Rudi.
Ia mendorong kasar Lina sampai jatuh di lantai. Ia kembali memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan menutupnya. Seolah ia tak ingin diapapun membuka-buka miliknya.
Lina tertegun, ia masih syok dengan perlakuan Rudi. Baru kali ini lelaki itu bisa sangat kasar padanya. Padahal ia hanya ingin mencucikan pakaian suaminya.
"Jangan diulangi lagi! Aku tidak suka!" bentak Rudi.
Setelah emosinya sedikit mereda, Rudi langsung tersadar apa yang telah dilakukannya. Ia segera mendekati Lina dan menolongnya. Ia benar-benar tidak sadar sudah mendorong istrinya dengan keras.
"Sayang, maafkan aku. Apa ada yang sakit?" tanyanya khawatir.
Lina terkekeh dengan perubahan emosi suaminya. Setelah bersikap kasar, tiba-tiba berubah menjadi peduli.
"Maafkan aku, tadi aku tidak sengaja," kilah Rudi.
Lina tak bisa berkata-kata. Ia tak habis pikir kenapa suaminya semarah itu hanya karena ia membuka tasnya.
"Tadi aku kaget saja kamu membuka tas. Di dalam isinya pakaian kotor dan bau semua, aku tidak mau kamu menyentuhnya. Aku malu barang-barang kotorku sangat bau. Jadi, biarkan aku mencucinya sendiri saja, ya," rayu Rudi.
"Yang di tasmu itu ... Apa pembalut?" Lina memberanikan diri bertanya.
Rudi terlihat syok dengan pertanyaan yang diterimanya. Ia tertawa kikuk mendengarnya.
"Sebenarnya ini sangat memalukan untuk diceritakan, Lina. Aku malu padamu," ucap Rudi dengan nada canggung.
"Apa itu pembalut milikku?" tanya Lina lagi. Ia hanya ingin mendengar pengakuan dari Rudi.
Rudi mengambil napas panjang. "Benar ... Aku mengambil pembalut milikmu." ia terlihat sangat berat untuk mengakuinya.
"Akhir-akhir ini aku ... Sedang kurang baik dalam buang air besar. Mungkin karena salah makan jadi aku sering mencret. Makanya aku sering mengambil pembalutmu agar tidak jatuh sembarangan di celana."
"Bukankah ini sangat memalukan?"
Rudi seakan telah kehilangan harga diri setelah menceritakannya.
"Tapi kamu jarang memakan masakanku," bantah Lina.
"Ah! Em, maksudnya, menu makanan dari kantor! Aku tidak cocok dengan makanannya. Makanya aku ada masalah dengan buang air besar," ujar Rudi.
"Aku juga tidak mungkin untuk mengatakannya secara jujur kepadamu. Ini sangat memalukan. Jadi, maaf telah membuatmu terkejut."
Pengakuan Rudi memang sangat membuat Lina terkejut. Akhirnya ia tahu kemana hilangnya pembalut miliknya. Ternyata memang benar yang mengambilnya tak lain adalah suaminya sendiri.
Rudi meletakkan kedua tangannya di pundak Lina. Mereka saling bertatapan.
"Kamu ... Apa bisa merahasiakan hal memalukan ini? Apa kamu terganggu?" tanya Rudi.
Lina menggeleng. "Kalau memang kamu sakit, periksalah ke rumah sakit."
Rudi tersenyum. "Tentu saja. Kapan-kapan aku akan coba memeriksakannya ke rumah sakit."
Lina tertegun. Ia jadi berpikir saat di taman hiburan itu mungkin benar apa yang dikatakan Dara. Sepertinya bau busuk itu berasal dari suaminya. Ia bahkan sempat kesal karena suaminya dituduh yang macam-macam.
"Jadi, kamu tidak keberatan kalau aku ikut memakai pembalut milikmu?" tanya Rudi memastikan.
Lina yang masih syok dan belum bisa menerima kenyataan, hanya mengangguk mengiyakan permintaan suaminya. Entah apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya, ia tak bisa berpikir jernih.