Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Besoknya Kaiya tiba dikampus pagi-pagi. Lory sudah setia menunggunya. Cewek itu menyodorkan kostum penyambut tamu padanya. Kaiya mengernyitkan wajah, berulang kali membolak-balik kostum yang kini ada ditangannya.
"Kamu yakin kita pakai kostum kayak begini?"
Lory mengangguk. Bagi tuh cewek lebih baik pakai daripada dimarahin dan dimusuhi senior karena tidak melakukan perintah mereka. Berbanding terbalik dengan Kaiya yang merasa tidak yakin. Menurutnya kostum itu terlalu pendek dan belahan dadanya sangat seksi. Ia ingin menolak memakainya tapi seorang senior tiba-tiba datang.
"Cepetan pake kostumnya, acaranya sebentar lagi mulai." perintah senior itu seenaknya.
"I ... iya kak, ini baru mau ganti." sahut Lory lalu cepat-cepat menarik Kaiya ke bilik ganti.
Kaiya benar-benar merasa tidak nyaman. Baju yang ia pakai sekarang ini terlalu ketat menurutnya. Lekuk tubuhnya kelihatan juga belahan dadanya. Ia sengaja menutupi bagian dadanya dengan tangannya. Ia melirik Lory yang juga nampak tidak nyaman, tapi gadis itu pandai berakting. Ia menebarkan senyum pada semua orang. Banyak yang bersiul-siul ketika mereka melewati banyak orang.
Ya ampun, Kaiya sungguh merasa tidak nyaman. Ia ingin berbalik mengganti bajunya lagi tapi Lory terus berjalan pasti didepan sana. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika seseorang menariknya dan menutupinya dengan sesuatu. Laki-laki itu adalah Ginran.
Ginran sedang menelpon ketika melihat Kaiya berjalan di depan sana. Pria itu menggertakan gigi dan cepat-cepat mematikan telponnya. Banyak cowok di sekitar situ yang menatap gadis itu dengan wajah bejat mereka. Rahang Ginran mengeras.
Sialan, apa yang dipakainya itu? Siapa yang memberikannya?
Ginran bisa melihat ekspresi tidak nyaman di wajah Kaiya, dan membuatnya tambah emosi.
Tanpa pikir panjang cowok itu pun membuka kemejanya menyisakan kaos putih di badannya dan melangkah cepat mengikuti Kaiya. Tangannya meraih pergelangan tangan Kaiya, membuatnya berbalik menghadapnya dan cepat-cepat menutupi badannya yang terekspos itu dengan kemejanya.
Awalnya Kaiya kaget, tapi melihat siapa yang melakukannya ia pun terdiam, membiarkan Ginran menyelesaikan pekerjaannya. Tangan pria itu terangkat mengunci beberapa kenop bagian atas untuk menutupi belahan di dada Kaiya yang kelihatan. Brengsek, ia ingin sekali menghabisi orang yang memberi Kaiya baju minim bahan tidak layak pakai ini sekarang juga.
Setelah menyelesaikan kegiatannya mengunci kemeja di tubuh Kaiya, pandangan Ginran berpindah pada Lory yang semenjak tadi hanya sibuk memperhatikan mereka dengan wajah tercengang. Tangan pria itu terus menggenggam erat gadis di sebelahnya tanpa menatapnya.
"Pakaian apa ini?" tanyanya dengan suara rendah yang amat tajam dan menusuk. Ia tahu betul pakaian itu pasti untuk event kampus mereka, tapi ingin tahu siapa yang memberikannya. Lory menelan ludah, meski dia tidak salah, dia tetap merasa takut saat melihat sisi menyeramkan pria didepannya itu.
"K ... kita disuruh pakai b ... buat terima tamu kak." jawabnya tersendat-sendat.
"Siapa yang nyuruh?" aura gelap itu benar-benar mengintimidasinya.
Lory menatap Kaiya berharap gadis itu membantunya menjawab.
"Sekali lagi gue tanya siapa yang nyuruh?" ulang Ginran penuh penekanan.
Lory merasa seperti tidak adil karena seniornya itu hanya menyerang dirinya saja.
"K ... kak ... kak ..."
Lory tambah gugup. Sejujurnya ia tidak tahu siapa nama senior yang memberi mereka kostum itu. Pandangan Ginran berpindah ke Kaiya.
"Ikut aku." pria itu menarik tangan Kaiya. Gadis itu tidak menolak. Ia seperti menjadi bodoh di depan Ginran.
Lory mengikuti dan mengamati mereka dari belakang. Rasa penasaran muncul dibenaknya. Apa mereka saling kenal? Kalau diingat-ingat sepertinya Ginran memang memperlakukan Kaiya berbeda dari yang lain.
Apalagi sejak tadi Ginran terus menggenggam erat tangan Kaiya dan terlihat enggan melepaskannya. Saat bicara pada Kaiya juga bahasanya berbeda dengan saat pria itu bicara padanya. Ia ingat, seniornya itu juga yang membantu Kaiya ketika gadis itu terjatuh dikantin kemaren.
Mereka masuk ke ruang panitia bazaar. Lory hampir mencapai pintu masuk namun langkahnya langsung berhenti saat mendengar suara keras akibat sebuah lemparan. Gadis itu menutup telinganya. Wajahnya terangkat menatap ke dalam. Semua orang yang tengah sibuk di dalam ruangan itu kaget.
Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ginran. Pria itu mengambil benda apa saja yang ada didekatnya dan melemparnya ke tembok. Ia menatap tajam semua orang di dalam ruangan.
"Gue ingetin lu semua!" tukasnya marah. Yang lain mendengar meski tidak paham ada apa dengan Ginran.
"Sekali lagi lu ngasih kostum kayak begini ke mereka, gue abisin lu semua." lanjut pria itu lagi penuh penekanan.
Semua orang terdiam. Mereka tahu seberapa berkuasanya Ginran di kampus dan tak ada yang berani melawan. Tapi mereka merasa heran karena hanya perkara kostum seksi itu membuat pria itu mengamuk, padahal sebelumnya Ginran tidak pernah peduli pada apapun yang mereka buat.
Kaiya masih terdiam di sebelah Ginran. Kali ini ia merasakan genggaman pria itu terlepas. Gadis itu bernafas lega. Ia sudah tegang dari tadi karena menjadi tontonan banyak orang tapi ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia mengangkat wajahnya, memberanikan diri menatap pria di sampingnya.
"Ganti baju kamu dan pulanglah. Banyak orang yang bisa gantiin kamu." perintah Ginran datar. Ia sadar tidak seharusnya ia terlibat lagi dengan gadis ini lagi, tapi ia tidak bisa menahan diri, peran gadis ini sangat besar dalam hidupnya. Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri yang masih peduli, sekali pun masih marah pada Kaiya.
Kaiya mengangguk kikuk. Ginran lalu berbalik keluar dari ruangan itu.
Semua orang bernafas lega. Suasana yang tegang tadi berubah riuh. Di antara semua orang di sana ada seseorang yang mengepalkan tangannya kuat-kuat berusaha meredam emosinya.
"Sandra, bukannya lo yang nyiapin kostum penerima tamu itu? Kok nggak minta maaf ? Kita semua kan yang disalahin akhirnya." seru seorang senior bernama Adel. Ia tidak terima karena ikut disalahkan. Sandra balas menatapnya tajam membuat Adel terdiam. Bisa dibilang Sandra cukup berkuasa dikampus itu karena papanya adalah dekan. Adel tidak mau cari gara-gara, apalagi gadis itu punya watak pendendam menurutnya.
Saat melihat semua orang kembali sibuk dengan pekerjaan mereka, Lory berjalan ke dekat Kaiya.
"Lo kenal ya sama kak Ginran?tanyanya penasaran. Kaiya menggeleng. Pastinya bohong. Lory menyipit tidak percaya. Menurutnya pasti ada sesuatu.
"Udah deh ayo ganti baju aja. Gue juga udah gak mood nerima tamu . Lagian kalo kita dimarahin tinggal lapor aja ke kak Ginran, yuk." katanya kemudian menarik Kaiya ke bilik ganti.
"Tuh cewek siapa sih? Kok bisa Ginran pinjemin kemejanya buat dia pake dan marahin kita sampe sebegitunya?"
Seru Santi melirik Kaiya dan Lory yang sudah masuk ke bilik pakaian. Lala di sebelahnya menatap Sandra.
"Gue rasa mereka emang ada hubungan. Liat aja tadi Ginran genggam tangannya kuat banget nggak dilepas-lepas." ujarnya.
Sandra yang mendengar jelas nggak suka.
kl kyk ginran naomi apalagi jiro, mereka kyk bukan teman, tp org lain yg hanya melihat "luar"nya saja
2. teman d LN