Reynard Fernando, seorang CEO sukses yang lumpuh, menikahi Caitlin Revelton, gadis ceria dan penuh semangat yang dikenal tak pernah mau kalah dalam perdebatan. Meskipun Caitlin tidak bisa membaca dan menulis, ia memiliki ingatan yang luar biasa. Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya sekadar kesepakatan.
Namun, apakah hubungan yang dimulai tanpa cinta ini dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam? Atau, mereka akan terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
"Ke-kenapa kamu setuju dengan permintaanku? Aku sangat serakah dan akan menghabiskan semua hartamu," ujar Caitlin dengan nada tak yakin, suaranya bergetar. Ia memandang Reynard dengan alis terangkat, mencoba membaca maksud di balik senyum yang menghiasi wajahnya.
"Kalau kamu bisa, lakukan saja," jawab Reynard tenang, sembari menyunggingkan senyum yang lebih menyerupai tantangan daripada kekhawatiran.
Caitlin mendengus frustrasi, merasa seolah-olah tak ada yang diambilnya serius. "Tidak lucu, aku tidak bercanda!" Ia menyilangkan tangan di depan dada, matanya menyipit menatap Reynard.
"Aku juga serius." Reynard tak mengalihkan pandangannya, sorot matanya tetap tajam. "Kamu masih ingat perjanjian yang aku katakan kemarin?" tanyanya
Caitlin mengangguk cepat. "Ingat! Tentu saja aku ingat," jawabnya.
"Setelah semuanya berakhir," lanjut Reynard, dengan nada yang tak berubah, "uang yang kamu minta akan menjadi milikmu."
Caitlin terdiam sesaat, pikirannya berputar, seolah mempertimbangkan kata-katanya dengan hati-hati sebelum akhirnya berkata, "Aku masih ada satu permintaan." Suaranya lebih pelan kali ini, namun penuh keyakinan.
"Baiklah, katakan saja!" Reynard menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, menantikan apa lagi yang ingin Caitlin minta.
"Kita akan bicarakan di luar," ucapnya, suaranya lebih tenang.
Reynard dan Caitlin kini berada di halaman luar, angin sore berhembus lembut di sekitar mereka. Langit berwarna jingga keemasan, seakan melambangkan ketenangan yang seharusnya ada di antara mereka, namun suasana di antara keduanya terasa tegang. Reynard duduk di kursi roda, menatap Caitlin dengan ekspresi datar, sementara Caitlin berdiri tegak di hadapannya, dengan tatapan yang penuh ketegasan.
"Apa kamu ada permintaan lain?" tanya Reynard, suaranya rendah, hampir terdengar seperti tantangan.
Caitlin menarik napas dalam, wajahnya penuh keyakinan."Aku tidak tahu kenapa kamu setuju," katanya pelan, namun dengan nada yang jelas. "Tapi aku yakin kamu ingin menikah denganku bukan karena kamu menyukaiku. Aku juga tidak menyukaimu dan aku tidak akan merayumu."
Kata-kata itu terasa dingin, namun jujur. Reynard tidak bereaksi, hanya menunggu dengan sabar. Caitlin melanjutkan, "Jadi, pernikahan ini walaupun akan dilanjutkan, tapi ada satu syarat yang harus kamu setujui."
Mata Reynard menyipit, namun dia tetap tenang. "Baiklah, katakan saja apa syaratmu," jawabnya datar, meskipun dia sedikit tertarik dengan apa yang akan Caitlin katakan.
Caitlin melangkah maju, suaranya semakin tegas. "Pertama, setelah menikah kamu tidak bisa mencegah kebebasanku. Aku bisa pergi kemana saja yang aku mau. Tidak ada aturan yang bisa mengekangku."
"Kedua, jangan beritahu orang tentang hubungan kita. Aku tidak mau mereka mengejekku setelah kita bercerai."
Caitlin menarik napas lagi sebelum mengeluarkan syarat ketiga, yang paling penting baginya. "Dan ketiga," dia menatap langsung ke mata Reynard, "setelah menikah, kamu dan aku tidak boleh ada hubungan suami istri. Kamu tidak boleh menyentuhku. Aku ingin menjaga keperawananku hingga kita bercerai."
"Nona, ini syarat sudah tiga, bukan satu," kata Nico.
Caitlin menoleh ke Nico dengan tatapan tajam. "Aku berhak mengeluarkan beberapa syarat," balasnya, nada suaranya tak menunjukkan keraguan sedikit pun. "Ini untuk menjaga diriku dan juga harga diriku. Aku ingin mempertahankan kesucianku, dan juga tidak ada ciuman," lanjutnya dengan terus terang dan polos, wajahnya begitu serius. "Karena aku ingin menyimpan ciuman pertamaku untuk suamiku yang sesungguhnya di masa depan."
Reynard, yang sejak tadi diam, mulai memperhatikan gadis di depannya dengan lebih mendalam. Saat itu juga, dari kejauhan, seseorang tampak mengawasi mereka. Pria misterius itu berdiri dalam bayang-bayang, wajahnya tertutup oleh masker, sehingga sulit untuk mengenali siapa dia sebenarnya. Namun tatapan matanya yang tajam, terlihat jelas dari balik masker, seolah tak pernah lepas dari mereka.
Sementara itu, Reynard yang menyadari keseriusan Caitlin, tiba-tiba tertawa kecil. Tawanya ringan, namun mengisi keheningan yang sempat tercipta di antara mereka. Dia menatap Caitlin dengan ekspresi penuh rasa penasaran, bibirnya menyunggingkan senyum tipis.
"Kenapa kamu tertawa? Apa yang lucu?" Caitlin bertanya dengan nada kesal, dahinya mengernyit melihat sikap Reynard yang tampak meremehkannya.
Reynard mengangkat alis, senyumnya semakin melebar. "Bukankah aku adalah suami masa depanmu?" jawabnya, suaranya dipenuhi nada menggoda. "Kenapa masih keberatan?"
Caitlin membalas tatapannya dengan tegas, "Bukan! Kita akan bercerai sesuai perjanjian, dan saat itu kamu hanya suami masa belakangku, bukan masa depan."
Nico menyela dengan suara lembut namun tegas, "Nona, yang benar adalah masa lalu, bukan masa belakang."
Caitlin menghela napas dan melirik Nico dengan sedikit kesal. "Terserah! Yang penting sekarang, apa kamu sudah mengerti permintaanku?" tanyanya dengan nada mendesak.
Reynard, yang sedari tadi memperhatikan, akhirnya angkat bicara lagi. "Mengerti," jawabnya datar, tetapi kemudian menambahkan, "Tapi aku juga ada permintaan. Selama kita masih berstatus suami istri, kamu tidak bisa bertemu dengan pria lain. Aku tidak akan membatasi kebebasanmu, tapi kamu tetap dalam pengawasanku."
Caitlin mengangkat alis, mempertimbangkan permintaan itu sejenak. "Terserah, Yang penting aku tidak ingin melayanimu. Sekarang juga kita tanda tangan surat kontrak, agar semuanya jelas."
Reynard mengangguk, dan tanpa banyak bicara lagi, mereka menuju ke dalam untuk menyelesaikan perjanjian tersebut. Beberapa saat kemudian, keduanya duduk di meja, pena di tangan, dengan dokumen kontrak pernikahan di depan mereka. Reynard menandatangani dengan cepat dan mantap, sementara Caitlin sedikit lebih lambat, namun tetap yakin.
Nico, yang bertanggung jawab memastikan semua berjalan lancar, memeriksa dokumen tersebut setelah keduanya selesai. Dia melihat tanda tangan Caitlin, dan alisnya berkerut, ada sesuatu yang aneh. Tanda tangan itu... bentuknya seperti kura-kura. Tidak biasa dan sedikit kekanak-kanakan, tapi sangat khas.
"Kura-kura?" gumam Nico pelan, matanya masih terpaku pada tanda tangan itu. "Kenapa ini tidak asing? Di mana aku pernah lihat tanda tangan seperti ini?" pikirnya dalam hati.
Sebuah tanda tangan yang langka membuat Nico semakin penasaran dan tertanya-tanya.
hikzz..
Reinhard knp gk cari caitlin sendiri sih mlh nyuruh nic segala 😌😌😌