Pinky, gadis rusuh dan ceplas-ceplos, tergila-gila pada Dev Jaycolin meski cintanya selalu ditolak. Suatu kejadian menghancurkan hati Pinky, membuatnya menyerah dan menjauh.
Tanpa disadari, Dev diam-diam menyukai Pinky, tapi rahasia kelam yang menghubungkan keluarga mereka menjadi penghalang. Pinky juga harus menghadapi perselingkuhan ayahnya dan anak dari hubungan gelap tersebut, membuat hubungannya dengan keluarga semakin rumit.
Akankah cinta mereka bertahan di tengah konflik keluarga dan rahasia yang belum terungkap? Cinta Gadis Rusuh & Konglomerat adalah kisah penuh emosi, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Angelina memandang gadis muda di hadapannya dengan senyum tipis yang penuh rasa ingin tahu. Penampilannya sederhana, tapi sikapnya penuh percaya diri. Sementara itu, Dev, putranya, duduk dengan gelisah, merasa tidak nyaman dengan suasana yang terjadi.
"Dev, apakah nona ini adalah pacarmu?" tanya Angelina dengan nada lembut, tetapi tatapannya mengisyaratkan rasa ingin tahu yang mendalam.
Dev menggeleng cepat. "Bukan!" jawabnya tegas, mencoba mengakhiri topik itu secepat mungkin.
Namun, Pinky, gadis itu, tersenyum ramah dan menatap Angelina tanpa gentar. "Apakah Bibi adalah ibu Dev?" tanyanya dengan suara ceria.
Angelina mengangguk. "Iya, aku adalah ibunya. Nona, siapa namamu?" tanyanya, kini tertarik dengan keberanian gadis itu.
Pinky membalas dengan santai. "Nama saya Pinky, saya adalah salah satu gadis yang tergila-gila dengan anak Bibi," jawabnya dengan polos, seolah hal itu adalah fakta yang biasa saja.
Dev mendengus kesal, mencoba bangkit dari kursinya untuk menghindar. "Ma, mari kita pergi!" ajaknya dengan nada memohon.
Namun, Pinky dengan cepat menekan pundaknya dengan lembut tetapi cukup kuat, memaksanya kembali duduk. "Duduk! Siapa suruh kamu pergi? Apa kamu tidak melihat aku sedang bicara dengan Bibi?" katanya dengan nada santai, tetapi tegas.
Dev hanya bisa menahan kesal, menatap Pinky dengan tatapan tajam. Angelina, yang melihat putranya terdiam untuk pertama kalinya di hadapan seorang gadis, terkejut, tetapi juga geli.
"Pinky, apakah kamu menyukai Dev?" tanya Angelina dengan senyum hangat, merasa situasi ini semakin menarik.
"Iya, aku menyukainya, bahkan sangat menyukainya," jawab Pinky tanpa ragu, membuat Dev semakin gelisah di kursinya.
"Kenapa kamu bisa menyukainya? Menurutmu, apa kekurangan dan kelebihannya?" tanya Angelina, semakin penasaran.
Dev segera memotong. "Ma, tidak usah peduli padanya!" katanya dengan nada frustrasi.
Namun, Angelina dan Pinky kompak menjawab serentak, "Diam! Wanita kalau sedang bicara, sebagai seorang pria jangan ikut campur!" Nada tegas mereka membuat Dev terdiam, seolah kalah dalam pertempuran kecil itu.
Pinky tersenyum lebar, melanjutkan jawabannya. "Bibi, kekurangannya banyak. Dia sombong, angkuh, dingin, sifatnya buruk, jual mahal, dan juga menjengkelkan. Sementara kelebihannya hanya menang tampan saja," ujarnya dengan terus terang, tanpa sedikit pun ragu.
Angelina terdiam sesaat, lalu tertawa kecil sambil meneguk minumannya. "Ternyata putraku begitu banyak kekurangannya," gumamnya, merasa takjub dengan keberanian Pinky.
"Bibi, mungkin karena ini juga Dev masih belum memiliki pasangan. Bagaimana kalau Bibi serahkan saja dia padaku? Kalau dia memang belum laku," usul Pinky.
Dev menatap Pinky tajam, merasa sudah cukup dengan segala ejekan itu. "Apa kau sudah selesai bicara?" tanyanya dengan nada dingin.
Pinky menoleh santai ke arahnya. "Kenapa? Aku hanya sedang berbicara dengan Bibi," jawabnya tanpa rasa takut.
Dev menghela napas panjang, mencoba menahan diri. "Ma, apa bisa kita pulang dulu? Aku masih ada urusan lain," katanya dengan nada sabar, meskipun jelas terlihat dia sudah kehilangan kesabaran.
Angelina mengeluarkan kartu nama dari tas kecilnya dan menyodorkannya pada Pinky dengan senyuman ramah. "Pinky, kalau Dev menyakitimu, segera hubungi Bibi, ya!" katanya dengan nada tulus, seolah Pinky sudah menjadi bagian dari keluarga mereka.
Dev, yang duduk di hadapannya, segera memprotes. "Ma, aku adalah anakmu, bukan dia," katanya, suaranya dipenuhi rasa kesal.
Namun, Pinky tidak mau kalah. Dia menerima kartu nama itu dengan senyuman lebar dan berkata dengan nada penuh percaya diri, "Tapi aku adalah calon menantu mamamu."
Dev mendengus tajam, menatap Pinky dengan tatapan tajam yang bercampur frustrasi. "Siapa yang sudi menikah denganmu?" balasnya, berusaha mempertahankan otoritasnya.
Pinky, tanpa sedikit pun rasa tersinggung, justru tertawa kecil. "Tidak apa-apa, asalkan aku sudi menikah denganmu. Hanya aku yang bisa bertahan dengan sifat sombongmu," jawabnya santai, tetapi dengan nada penuh keyakinan.
Dev menghela napas panjang, menahan emosinya yang nyaris meledak. Dia memalingkan wajah, mencoba mengabaikan gadis itu. Sementara itu, Angelina, yang sejak tadi mengamati interaksi mereka, hanya bisa tersenyum geli. Melihat putranya yang biasanya dingin dan tak tergoyahkan kini dibuat tak berdaya, memberinya hiburan tersendiri.
"Dev, kamu mungkin tidak menyadarinya, tapi Pinky ini gadis yang istimewa," ujar Angelina, menambahkan bahan bakar ke dalam percakapan.
Dev hanya bisa menundukkan kepala, berusaha keras menjaga kesabarannya. Pinky, di sisi lain, tampak puas dengan keadaannya. Sementara itu, Angelina merasa semakin yakin bahwa hari itu adalah salah satu hari terbaik yang pernah ia alami bersama putranya.
Sambil menunggu up terbaru, silakan mampir ke karya berjudul Menikah Dengan Ceo Lumpuh