Arabella harus menelan kekecewaan dan pahitnya kenyataan saat dirinya mengetahui jika pria yang selama dua tahun ini menjadi kekasihnya akan bertunangan dan menikah dengan wanita yang sudah dijodohkan dengan pria itu.
Arabella pikir dirinyalah wanita satu-satunya yang dicintai pria itu, tapi ternyata dirinya hanyalah sebagai pelampiasan selama wanita yang dijodohkan berada di luar negeri.
"Bagaimana jika aku hamil? apa kau memilih ku dan membatalkan perjodohan mu?"
"Aku tidak mungkin mengecewakan kelaurga ku Ara."
Jawaban Maher cukup membuat hati Arabella seperti ditikam benda tajam tak kasat mata. Sakit, terlalu sakit sampai dirinya lupa bagaimana melupakan rasa sakit itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby girl
Bu Hani dan pak Hisyam tidak bisa menyembunyikan rasa syukur dan harunya, mereka sempat tak percaya jika putri yang sudah satu bulan tidur dengan nyaman kini membuka matanya.
Bu Hani mendekat setelah dokter memeriksa keadaan Arabella yang menunjukan perkembangan yang sangat baik.
"Ara." Tubuh Bu Hani bergetar memeluk putrinya yang masih diam, mungkin Arabella juga masih syok bangun-bangun kok ada keluarganya.
"Ibu." Setelah beberapa saat diam, kini Arabella baru menangis dan memanggil ibunya.
"Iya sayang, ini ibu." Keduanya berpelukan dengan Isak tangis mewarnai ruangan perawatan Arabella.
Pak Hisyam juga ikut mendekat dan memeluk kedua wanita yang berharga dalam hidupnya.
Di ambang pintu Samuel mengusap sudut matanya yang basah, dirinya juga terharu melihat adik perempuannya yang sudah bangun dari tidur panjangnya.
"Bagaimana?"
Suara dibelakang Samuel membuat pria itu menoleh, di belakangnya ada Cahya yang sedang menggendong baby.
"Sini biar aku saja." Samuel megambil Baby yang ada di gendongan Cahya.
Karena tidurnya merasa terusik, bayi itupun menangis kencang, membuat atensi orang yang didalam menatap kearah sumber suara.
Samuel tersenyum kaku, pria itu berjalan pelan mendekat ranjang Arabella.
"Dia ini kalau tidur tidak bisa di ganggu, suaranya bikin orang-orang panik." Keluh Samuel saat bayi itu tak berhenti menangis.
Bu Hani tersenyum haru dengan air mata yang masih membasahi wajahnya.
"Sini sama nenek." Diambilnya bayi yang masih menangis dari gendongan Samuel.
Sedangkan Arabella masih mematung dengan tatapan nanar pada bayi mungil yang menangis dengan keras itu.
"Mau ketemu Mama, iya. Kamu rindu Mama kan." Bu Hani dengan suara bergetar membawa bayi Arabella mendekat.
Arabella menatap haru dengan air mata yang mengalir deras, dirinya tidak menyangka akan melihat bayinya selamat.
"Anakku." Tangis Arabella pecah saat tangannya menyentuh bayi yang menangis itu, dipeluk dan di ciumannya kulit kerah karena menangis itu.
"Maafkan Mama sayang, maafkan Mama." Lirihnya dengan perasaan sesak menderanya.
Arabella ingat terakhir dirinya sebelum jatuh tak sadarkan diri, saat akan masuk ke toilet, tiba-tiba tubuhnya terhuyung karena merasakan dorongan kuat dari belakang, beruntung dirinya tidak jatuh tengkurap yang akan semakin membahayakan kandungannya.
"Maafkan Mama yang tidak bisa menjagamu saat itu." Isaknya dengan penuh rasa bersalah.
Jika dirinya hati-hati mungkin kejadian itu tidak akan terjadi, bayinya tidak akan terlahir sebelum waktunya.
"Dia cantik seperti ibunya." Bu Hani mengusap rambut putrinya dengan lembut.
Arabella tersenyum dalam tangisnya, ya bayinya memang cantik, hanya saja Arabella merasakan sesak saat melihat perpaduan dirinya dan Maher menjadi satu di wajah putrinya.
Bayi Arabella berjenis kelamin perempuan, wajahnya mewarisi kedua gen orang tuanya, wajah dan bibirnya memang mirip dengan Arabella, tapi hidung dan mata bayi itu persis seperti Maher.
"Kenapa harus ada dia, bagaimana aku bisa membenci pria itu jika putriku saja mengingatkan ku padanya."
Arabella tersenyum miris, sebegitu bencinya kah dirinya sampai putrinya harus memiliki sebagian garis wajah Maher, pria yang sudah mencampakan dirinya setelah dirinya hancur. Membenci pria itupun tak akan membuat hidupnya kembali seperti semula, tapi dengan cara itu Arabella membangun tembok yang kuat agar tidak goyah.
Rasa sakit yang sudah lama terpendam kini hadir kembali melihat putrinya, entah harus sedih atau bahagia, Arabella jelas membenci Maher.
Tinggalkan jejak kalian sayang 😘😘