Alya, seorang sekretaris dengan kepribadian "ngegas" dan penuh percaya diri, melamar pekerjaan sebagai sekretaris pribadi di "Albert & Co.", perusahaan permata terbesar di kota. Ia tak menyangka akan berhadapan dengan David Albert, CEO tampan namun dingin yang menyimpan luka masa lalu. Kehadiran Alya yang ceria dan konyol secara tak terduga mencairkan hati David, yang akhirnya jatuh cinta pada sekretarisnya yang unik dan penuh semangat. Kisah mereka berlanjut dari kantor hingga ke pelaminan, diwarnai oleh momen-momen lucu, romantis, dan dramatis, termasuk masa kehamilan Alya yang penuh kejutan.
[REVISI]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaraaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Perang Dingin di Ruang Kerja
Suatu pagi, Alya sedang fokus mengetik laporan penting untuk David Albert, CEO Albert Group, ketika Pak Budi mendekatinya. Dengan langkah berat, Pak Budi berdiri di samping mejanya, menatap layar komputer Alya dengan ekspresi serius.
"Alya," kata Pak Budi, suaranya terkesan dingin dan profesional. "Laporan ini salah."
Alya menoleh, merasa agak terkejut. "Salah bagaimana, Pak Budi?" tanyanya, berusaha tetap tenang meski hatinya mulai berdebar. "Saya sudah memeriksa laporan ini berulang kali."
Pak Budi menunjuk ke angka di layar komputer. "Ini angka yang salah," katanya tajam, "Anda salah menghitung."
Alya menatap angka tersebut dan merasa jantungnya berhenti sejenak. Ternyata Pak Budi benar. Salah satu angka dalam laporan memang tidak sesuai.
"Saya… saya minta maaf, Pak Budi," jawab Alya, suaranya mulai terdengar cemas. "Saya akan segera memperbaikinya."
Pak Budi menghela napas panjang, menyilangkan tangan di dada. "Ini menunjukkan kurangnya ketelitian Anda," katanya, masih dengan nada yang tajam. "Harusnya Anda lebih berhati-hati dalam memeriksa pekerjaan Anda."
Alya merasakan amarah kecil di dalam hatinya. Meski ia tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan, cara Pak Budi menyalahkan dirinya begitu keras membuatnya merasa terpojok. Ia menahan diri untuk tidak membalas dengan nada yang lebih tinggi. "Saya akan memperbaikinya, Pak Budi," katanya, mencoba tetap sopan meski suaranya sedikit meninggi. "Dan saya akan berusaha untuk lebih teliti di lain waktu."
Pak Budi hanya mengangguk singkat, lalu berlalu pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Alya merasa kesal, tetapi ia segera mengambil napas dalam-dalam dan memperbaiki laporan tersebut. Dalam waktu singkat, laporan yang sudah diperbaiki dengan cermat itu kembali siap untuk dikirimkan kepada David Albert.
---
Beberapa saat kemudian, Alya menerima panggilan dari sekretaris David Albert yang meminta dirinya untuk masuk ke ruangannya. Dengan hati-hati, Alya melangkah ke ruang kerja bosnya, perasaan campur aduk antara gugup dan ingin tahu apa yang akan dikatakan David.
David Albert sedang duduk di belakang mejanya, membaca laporan yang baru saja dikirim Alya. Ketika Alya masuk, ia menyapa dengan senyum tipis, membuat Alya sedikit merasa lebih tenang.
"Alya," kata David, mengangkat pandangannya dari layar komputer. "Laporan ini bagus. Anda telah bekerja dengan sangat efisien."
Alya terkejut mendengar pujian itu. Biasanya, dia hanya mendengar komentar kritis, jadi mendengar pujian langsung dari David terasa seperti angin segar. "Terima kasih, Pak Albert," jawab Alya dengan rendah hati. "Saya telah berusaha untuk bekerja sebaik mungkin."
David tersenyum tipis. "Saya tahu itu, dan saya juga tahu bahwa Anda menghadapi banyak kesulitan di sini, terutama dengan beberapa karyawan senior."
Alya mengangguk perlahan, merasa tak enak membicarakan hal ini. "Ya, Pak Albert," jawabnya dengan nada pelan. "Beberapa karyawan senior sepertinya tidak terlalu menyukai saya. Mereka menganggap saya terlalu santai dengan cara kerja saya."
David mengamati wajah Alya sejenak, lalu menghela napas. "Jangan terlalu dipikirkan," katanya dengan lembut. "Yang terpenting adalah Anda bekerja dengan baik. Saya yakin Anda akan mampu mengatasi semua kesulitan itu."
Alya merasa sedikit lega mendengar kata-kata David. Dia tahu bahwa ia perlu lebih fokus pada pekerjaannya dan tidak membiarkan komentar orang lain mengganggu konsentrasinya.
"Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha," jawab Alya dengan semangat yang mulai kembali muncul.
David melanjutkan, kali ini dengan nada yang lebih santai. "Alya, saya ingin Anda fokus pada pekerjaan Anda. Jangan biarkan orang lain mengganggu konsentrasi Anda."
Alya mengangguk, merasa lebih yakin. "Baik, Pak."
David tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Dan jangan khawatir soal sepatu kets Anda," tambahnya sambil tersenyum.
Alya terkejut. "Benarkah, Pak?" tanyanya, tidak percaya bahwa David bisa menerima hal itu.
"Ya," jawab David dengan nada lebih santai, "Sepatu kets Anda tidak mengganggu saya. Saya malah menyukai semangat Anda. Anda tidak perlu menyesuaikan diri dengan cara orang lain bekerja. Saya menghargai cara Anda bekerja, dan saya yakin Anda akan membawa hal positif ke sini."
Alya merasa lega. Kata-kata David seperti suntikan semangat yang ia butuhkan. "Terima kasih, Pak. Saya akan terus berusaha."
David menunjuk meja kerjanya, memberi isyarat agar Alya kembali ke tugasnya. "Bagus. Sekarang, silakan kembali ke meja Anda dan selesaikan tugas Anda. Jangan biarkan apapun menghalangi Anda."
Alya berdiri dengan lebih tegak dan merasa semangatnya kembali. "Baik, Pak," jawabnya, sebelum berbalik dan meninggalkan ruang David dengan langkah yang lebih ringan.
---
Saat kembali ke meja kerjanya, Alya merasa bagaikan mendapatkan energi baru. Meski di luar masih ada ketegangan dengan beberapa karyawan senior, ia tahu bahwa ia memiliki dukungan dari atasannya. David Albert bukan hanya bos yang tegas, tetapi juga seorang pemimpin yang memahami pentingnya semangat dan kerja keras.
Alya duduk di mejanya, memandang foto-foto kecil di sudut meja, lalu kembali fokus pada pekerjaan yang harus diselesaikan. "Saya pasti bisa," gumamnya dalam hati, merasa lebih percaya diri daripada sebelumnya.