NovelToon NovelToon
TRAGEDI KASTIL BERDARAH

TRAGEDI KASTIL BERDARAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:270
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

abella dan sembilan teman dekatnya memutuskan untuk menghabiskan liburan musim dingin di sebuah kastil tua yang terletak jauh di pegunungan. Kastil itu, meskipun indah, menyimpan sejarah kelam yang terlupakan oleh waktu. Dengan dinding batu yang dingin dan jendela-jendela besar yang hanya menyaring sedikit cahaya, suasana kastil itu terasa suram, bahkan saat siang hari.

Malam pertama mereka di kastil terasa normal, penuh tawa dan cerita di sekitar api unggun. Namun, saat tengah malam tiba, suasana berubah. Isabella merasa ada yang aneh, seolah-olah sesuatu atau seseorang mengawasi mereka dari kegelapan. Ia berusaha mengabaikannya, namun semakin malam, perasaan itu semakin kuat. Ketika mereka semua terlelap, terdengar suara-suara aneh dari lorong-lorong kastil yang kosong. Pintu-pintu yang terbuka sendiri, lampu-lampu yang padam tiba-tiba menyala, dan bayangan gelap yang melintas dengan cepat membuat mereka semakin gelisah.

Keesokan harinya, salah satu teman mereka, Elisa, ditemukan t

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21: Pengorbanan Terakhir

Jeritan Isabella bergema di dalam kastil yang seakan hidup kembali. Setiap serangan yang ia lancarkan terhadap teman-temannya terasa seperti pukulan yang tidak berarti. Mereka tidak merasakan sakit; mereka terus maju dengan tatapan penuh kebencian.

“Isabella, kau tidak bisa lari dari ini!” teriak Alex, suaranya menggema dengan nada yang tidak manusiawi.

Dengan napas terengah-engah, Isabella melompat mundur, menabrak meja panjang di ruang makan yang kini berubah menjadi bayangan dari kebusukan. Tangannya memegang erat belati yang hampir jatuh dari genggamannya.

“Jika aku harus mati untuk menghentikan semua ini, maka biarlah!” jeritnya, air mata membasahi wajahnya.

Namun, pria bertopeng yang berdiri di pojok ruangan hanya tertawa kecil. “Kematianmu saja tidak cukup, Isabella. Kau harus menyerahkan segalanya. Jiwa, raga, dan ingatanmu. Hanya itu yang bisa menebus dosa-dosamu.”

“Apa maksudmu?!” Isabella membalas, mencoba mencari cara untuk menghentikan teman-temannya yang semakin mendekat.

“Menjadi bagian dari kastil ini selamanya,” jawab pria itu dengan tenang. “Kau akan menjadi pengawas baru, pengikat yang memastikan siklus ini terus berjalan.”

---

Isabella memejamkan mata sejenak, mencoba mengingat sesuatu—apa pun yang bisa membantunya. Dalam pikirannya, bayangan liontin itu muncul kembali. Liontin yang hancur berkali-kali tetapi selalu kembali utuh. Liontin yang menjadi akar dari semua bencana ini.

Ia membuka matanya, menatap pria bertopeng. “Kau takut padaku. Itulah sebabnya kau terus mempermainkanku. Jika aku tidak punya kekuatan, kau tidak akan mencoba menghancurkan tekadku.”

Pria bertopeng terdiam sejenak sebelum menjawab, “Percaya dirimu itu mengagumkan, Isabella. Tetapi, ini bukan tentang kekuatanmu. Ini tentang pilihanmu.”

Tiba-tiba, teman-temannya berhenti bergerak. Mereka berdiri diam seperti patung, sementara kastil itu berguncang keras. Dinding-dindingnya mulai retak, mengeluarkan cahaya merah yang menyilaukan.

“Sekarang pilihannya sederhana,” lanjut pria bertopeng. “Berikan dirimu kepada kastil ini dan biarkan teman-temanmu pergi. Atau, tetap melawan, dan semuanya akan berakhir di sini—termasuk mereka.”

Isabella menatap satu per satu wajah teman-temannya. Meskipun mereka kini hanya bayangan dari siapa mereka sebenarnya, ia tahu masih ada secercah harapan untuk menyelamatkan mereka. Namun, pilihan itu menghancurkan dirinya.

---

Di tengah kebimbangan itu, Isabella mendengar suara lembut yang familiar, suara ibunya yang telah lama meninggal.

“Kau selalu memiliki kekuatan untuk memilih, Isabella,” suara itu berbisik. “Tapi kau juga harus bersiap menerima konsekuensinya.”

Suara itu membawa Isabella kembali ke masa kecilnya—ke malam-malam panjang ketika ia merasa ditinggalkan, diabaikan, dan berjuang sendirian. Semua rasa sakit, semua luka itu telah membentuk dirinya, tetapi juga telah membuatnya kuat.

Isabella membuka matanya, menatap pria bertopeng dengan keberanian baru. “Aku tahu apa yang harus kulakukan.”

Pria bertopeng tersenyum. “Bagus. Sekarang tunjukkan.”

---

Dengan langkah mantap, Isabella maju ke tengah ruangan. Tangannya terulur ke liontin yang kini tergantung di udara, bercahaya merah seperti bara api.

“Apa yang kau lakukan?!” teriak Alex, suaranya kembali penuh dengan emosi.

“Aku akan menghentikan ini,” jawab Isabella, tanpa menoleh.

Ia memegang liontin itu dengan kedua tangannya, merasakan panasnya yang membakar, tetapi ia tidak mundur. “Aku tidak akan membiarkan kastil ini menguasai hidupku atau siapa pun lagi.”

Pria bertopeng tertawa pelan. “Kau terlalu sombong jika berpikir bisa menghancurkan sesuatu yang sudah ada selama berabad-abad.”

Namun, Isabella tidak mendengarkannya. Ia menutup matanya, mengingat wajah teman-temannya ketika mereka masih hidup—saat-saat bahagia sebelum semua ini dimulai.

“Jika aku harus menyerahkan segalanya untuk menghentikan ini, aku rela,” katanya dengan suara yang tenang tetapi tegas.

Dengan satu gerakan cepat, Isabella menghancurkan liontin itu ke lantai. Ledakan cahaya yang menyilaukan memenuhi ruangan, mengguncang kastil hingga ke fondasinya.

---

Ketika Isabella membuka matanya lagi, ia berdiri di luar kastil. Langit yang sebelumnya merah dan penuh asap kini kembali biru dan jernih. Namun, kastil itu kini hanya tinggal puing-puing, dan tidak ada tanda-tanda teman-temannya.

Ia berjalan perlahan, merasakan tubuhnya yang lemah tetapi ringan, seperti beban berat telah terangkat dari pundaknya. Di kejauhan, ia melihat jalan setapak yang membawanya kembali ke peradaban.

Namun, sebelum ia pergi, suara pria bertopeng terdengar sekali lagi, samar-samar di telinganya.

“Kau menang kali ini, Isabella. Tapi ingat, kegelapan selalu mencari celah untuk kembali.”

Isabella tidak menjawab. Ia hanya terus berjalan, meninggalkan kastil itu dan semua kenangan buruknya di belakang.

Namun, di sudut hatinya, ia tahu bahwa apa yang ia alami akan terus menghantui dirinya selamanya. Ia bebas, tetapi tidak sepenuhnya. Kastil itu mungkin telah runtuh, tetapi misterinya akan tetap hidup—menunggu waktu yang tepat untuk kembali.

---

Beberapa hari kemudian, seorang pendaki menemukan puing-puing kastil itu. Di antara reruntuhan, ia menemukan sebuah liontin kecil yang masih utuh, bersinar samar-samar di bawah cahaya matahari.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!