"Dimana ibumu?" Tanya seorang pria berwajah dingin itu.
"Kabul, cali daddy balu," ucap bocah berumur 4 tahun itu.
Filbert Revino, anak kecil berumur 4 tahun yang mencari ayah kandungnya. Hingga dia bertemu dengan Gilbert Ray Greyson, pria dingin dan datar. Yang ternyata adalah ayah kandung dari Revin.
"Dia putraku kan?! Revin putraku! Selama ini kau kabur dan menyembunyikan benihku?! Kau sangat keterlaluan Emily!" Bentak Gilbert pada seorang wanita yang menatapnya dengan tangisan.
"Maafkan aku." Hanya kata itu yang mampu wanita bernama Emily Beriana. Istri Gilbert yang pergi tanpa sebuah pesan apapun.
Bagaimana pertemuan mereka kembali setelah 5 tahun lamanya? Apakah usaha Revin untuk menyatukan orang tuanya berhasil? Apakah tidak dan harus hidup pada salah satunya?
Yang kepo langsung cusss baca aja, di jamin kucu, baper, sedih, campur aduk deh.
PERINGATAN!!! HANYA CERITA FIKTIF BELAKA, KARANGAN DARI AUTHOR. BUKAN K
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Revin yang merindukan ayahnya
Emily tengah berdiam diri di kamarnya, netranya melihat Revin yang tertidur pulas di ranjang.
Dertt!!
Dertt!!
Ponsel Emily berbunyi, dia pun segera mengangkat ketika tahu itu dari sahabatnya.
"Halo Ema,"
"Halo Em, kamu di terima kerja disini. Besok datanglah ke sini, seragammu juga sudah di siapkan," ujar seseorang yang berbicara lewat telpon.
"Tapi Ema, aku harus meninggalkan Revin kalau begitu." Lirih Emily.
"Ck, astaga Emily. Kau pikir aku bodoh? tentu saja, aku meminta pada majikanku untuk mengizinkan kau kerja disini dengan anakmu. Mereka setuju!" ujar EMa.
Emily tersenyum lebar, dia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu.
"Beneran?! aku bisa bawa Revin?!"
"Tentu saja, mereka baik-baik banget. Biar pun jadi maid disini, gaji kita setara pegawai kantoran loh!" Seru Ema.
"Oke, gue berangkat ke sana besok ya!" Seru Emily dan mematikan sambungan telponnya.
Emily memeluk ponselnya, ponsel yang sudah retak layarnya masih tetap dia gunakan. Akhirnya dia mendapatkan kerjaan, semoga dengan itu dia bisa memenuhi kehidupan ia dengan sang putra.
Emily berjalan menuju ranjang, dia duduk di tepian dengan menatap ke arah Revin. Tangannya terulur mengelus rambut kecoklatan Revin.
"Maaf bunda, bunda salah menyembunyikanmu dari ayah kandungmu. Bunda ingin mempertemukan kalian, tapi pasti saat ini ayah mu sedang bersama keluarga barunya. Kita tidak boleh merusak kebahagiaan orang lain nak." Lirih Emily.
Dia hanya mempertahankan harga dirinya, dia pergi membawa bukti cinta dia dengan sang suami. Biarpun tak ada Gilbert, Emily berhasil membesarkan putranya hingga sebesar ini.
Sedangkan di lain tempat, seorang pria dengan wajah tampan dan dingin sedang menatap ke arah cincin di sebuah kotak.
"Emily ... sudah lima tahun tapi hatiku belum bisa menerima. Aku tidak terima kau pergi meninggalkan ku begitu saja dengan alasan karena aku miskin. Ku pikir, kau tidak seperti wanita yang banyak mengincar harta. Namun, aku salah. Wanita tetap lah wanita, dia tidak akan puas dengan apa yang dia miliki."
Pria itu adalah Gilbert, tak ada yang berubah darinya. Hanya wajah yang semakin bertambah tampab wibawa dan tatapan yang tajam.
Dertt!!!
Dertt!!
Gilbert melirik ponsel mahalnya, dia melihat nama yang tertera di sana. Gilbert pun mengangkatnya, dan menunggu si penelpon berbicara.
"Tuan, Emily belum juga di temukan. Kami sudah mencari nya di setiap daerah yang ada di pulau ini."
"Kemungkinannya cuman dua, kau yang tidak becus dalam mencari. Atau dia yang sudah pergi ke luar pulau bersama selingkuhannya."
Tatapan Gilbert menajam, dia melempar ponselnya ke dinding sehingga ponsel tersebut rusak.
BRAK!!
"Emily ... dimana pun kamu, aku pasti akan menemukanmu! ku buat dirimu merasakan sakitnya kehilangan!" Geram Gilbert.
***
Emily mempersiapkan segalanya, dia memasukkan baju Revin ke dalam koper. Begitu juga dengan baju dirinya.
"Buna, kita mau ketemu daddy kan di kota?" Tanya Revin dengan senyum mengembang.
Emily menghentikan kegiatannya, dia menatap putranya yang terlihat menatapnya dengan mata berbinar.
"Revin, kita ke kota karena buna mau bekerja nak. Biar bisa beli susu Revin, biar Revin gak minum air gula terus." Ucap Emily sambil mengelus rambut putranya.
"Kata buna daddy kelja, telus kenapa buna halus kelja juga? daddy nda pelnah kilim uang ya?" Pertanyaan polos dari anak berumur 4 tahun itu membuat hati Emily merasa tercabik-cabik.
Baginya, makan nasi dengan ayam saja sudah membuat putranya bahagia. Namun, dirinya tahu kebahagiaan terbesar putranya adalah bertemu dengan sang ayah.
"Eum ... daddy kirim uang kok, tapi kan buat kita makan nak." Jawab Emily.
"Daddy kilimna dikit yah buna? kita seling makan naci pake galem, di kantol daddy pake galem juga yah buna?"
Emily menahan sesak di dadanya, ingin dirinya berkata jika dia dan ayahnya tak mungkin bisa bersatu lagi. Selain terhalangnya restu, mereka terhalang status.
"Gak nak, ayahmu makan dengan enak. Tidur dengan enak, tempat tinggal pun seribu kali lebih baik dari kata mewah. Dia hidup bergelimpang harta, sedangkan kita hidup serba kekurangan." Batin Emily.
"Buna cedih yah? maafin Levin yah," ucap Revin dengan suara bergetar saat melihat tatapan sendu bundanya.
Emily menggelengkan kepalanya, dia segera membawa Revin ke gendongannya. Menatap anak semata wayangnya yang sangat menggemaskan.
"Engga, bunda gak sedih selama Revin ada bersama bunda." Ucap Emily sambil mencium pipi putranya.
"Levin cama buna telus nanti!" Seru Revin dan memeluk leher Emily.
Air mata Emily terjatuh, dirinya tak setegar itu untuk bertahan menjalani hidupnya.
"Jika mas Gilbert tahu, apakah dia akan mengambil Revin? Tidak-tidak, dia tidak boleh tahu tentang Revin. Dia tidak boleh sampai tahu." Batin Emily.
Singkatnya, Emily pergi ke kota dengan menggunakan bis. Dirinya membawa tas besar sambil duduk memangku Revin. Emily tak punya banyak uang untuk membayar dua kursi, sehingga dia memutuskan untuk memangku Revin.
Lelah memang, tetapi sisa uangnya akan dia gunakan untuk membeli makanan nanti.
Bis pun akhirnya sampai di terminal, Emily membangunkan putranya yang tertidur di pangkuannya.
"Bangun nak, udah sampai." Ucap Emily sambil menepuk lembut pipi putranya.
Revin mengerjapkan matanya, dia menatap sekelilingnya sambil menggaruk kepalanya.
"Dah campe buna?" Tanya Revin dengan wajah bingung nya.
"Sudah, ayo kita turun makan siang dulu. Revin laper kan?" Ucap Emily.
Revin turun dari pangkuan Emily, dia berjalan lebih dulu sambil di tuntun dari belakang oleh Emily.
"Hati-hati." Pinta Emily saat Revin menuruni bis.
Emily menggandeng lengan putranya menuju rumah makan, sebuah warteg yang tak begitu besar.
"Revin mau makan apa?" Tanya Emily yang sedang berdiri di depan telase. Berbagai jenis lauk ada di sana, Emily pun turut memilih.
"Mau ayam, boleh buna?" Tanya Revin.
Emily terdiam, dia mengambil dompetnya dan melihatnya. Sisa uangnya hanya lima puluh ribu, sedangkan dia nanti harus membayar angkot. Namun, putranya sangat ingin sekali ayam.
"Eum bu ayamnya satu, sama nasi yah." Pinta Emily.
Penjual tersebut mengambilkan apa yang Emily pesan, dan setelah itu dia memberikannya pada Emily.
Emily menaruh piring itu di hadapan Revin yang sudah duduk lebih dulu, putranya itu terlihat sangat senang. padahal hanya ayam saja, tetapi putranya sangat bahagia.
"Buna nda makan?" Tanya Revin saat menyadari jika tidak ada piring Emily di sana.
"Bunda masih kenyang, Revin makan saja dulu yah." Ucap Emily sambil mengusap kepala putranya.
Revin menyodorkan sendoknya, dia menatap Emily dengan pandangan polosnya.
"Buna makan baleng Levin yah, nacina banyak." Ucap Revin dengan senyum tulusnya.
Emily yang memang lapar pun menerima suapan putranya, dia tersenyum menatap putranya.
Emily tak sadar jika di belakangnya ada seorang pria yang mengambil dompetnya.
Saat pria itu akan mendapatkan dompet Emily, Emily pun menolehkan kepalanya.
"MAU APA KAMU!!" Teriak Emily.
Pria itu langsung kabur sambil membawa dompet Emily. Emily mengejarnya dan meninggalkan Revin yang menangis sambil mengikuti ibunya.
"Bunaaa hiks ... bunaaa hiks ...,"
Revin berlari menyebrangi jalan, dia tak melihat kiri kanan dan langsung berlari begitu saja.
TIN!!
TIN!!
Revin menghentikan langkahnya, dia menatap mobil yang akan melaju ke arahnya.
"AAAA!!!"
BRAAKK!!!
Revin tertabrak oleh mobil, anak itu langsung tak sadarkan diri. Orang-orang pun mendekatinya dan mobil tersebut.
Banyak orang yang memukul mobil mewah tersebut agar yang menaikinya segera turun.
Pintu mobil terbuka, terlihat lah pria berjas mewah dan memakai kaca kata di hidung mancungnya.
"Tanggung jawab lo! jangan mentang-mentang lo orang kaya main tabrak seenaknya! emang ini jalanan nenek moyang lo apa!" Seru seorang pria bertubuh gendut.
Pria itu berjalan ke arah kerumunan di depan mobilnya, dua orang pria lagi pun turut turun untuk melihat.
"T-tuan saya gak sengaja, saya ... saya gak sengaja tuan." Ucap sopir pria itu dengan suara bergetar.
Pria itu hanya diam, dia berjongkok dan membuka kaca matanya. Dia menatap Revin yang terbaring dengan kepala yang terus mengeluarkan darah.
"Tuan Gilbert, sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit!"
Gilbert, dia menoleh pada asistennya. Setelah itu dia membuka jasnya dan memberikannya pada sang asisten.
Gilbert mengangkat Revin ke gendongannya, dia melakukannya dengan hati-hati. Setelah itu dia memasuki mobilnya.
"Jika ada yang mencari anak ini, bilang padanya jika kami akan membawanya ke rumah sakit terdekat." Titah asisten Gilbert pada salah seorang dari mereka.
Mobil Gilbert pun melaju dengan kecepatan penuh, Beruntung saat itu jalanan tidak sepadat hari biasanya.
Gilbert tak melepas tatakannya dari wajah Revin, dia tak sadar jika tangannya terulur dan menyentuh pipi Revin.
Entah mengapa, hatinya berdegup sangat kencang. Dirinya seperti bertemu sosok yang ia rindukan.
"Bersabarlah, aku tahu ini sakit. Tapi kau anak yang kuat bukan?" ujar Gilbert dengan suara bergetar.
Asisten Gilbert yang sedang menyetir pun melihat tuannya itu dari spion tengah. Dia cukup tercengang saat melihat Gilbert yang bersikap lembut pada anak kecil.
Sedangkan supir yang sebenarnya, sedang ketakutan di sebelah kursi kemudi. Dirinya takut di penjara, padahal Revin sendiri yang menyebrang jalan secara mendadak.
Jangan lupa like, komen, hadiah, dan votenya