Virginia menjual keperawanan yang berharga pada Vincent demi menyelamatkan nyawa adiknya yang saat ini sedang koma. Namun, Vincent yang sedang mengalami prahara dalam hubungannya dengan sang mantan istri, menggunakan Virginia untuk membalas dendam pada sang mantan istri.
Vincent dengan licik terus menambah hutang Virginia padanya sehingga anak itu patuh padanya. Namun Vincent punya alasan lain kenapa dia tetap mengungkung Virginia dalam pelukannya. Kehidupan keras Virginia dan rasa iba Vincent membuatnya melakukan itu.
Bahkan tanpa Vincent sadari, dia begitu terobsesi dengan Virginia padahal dia bertekat akan melepaskan Virginia begitu kehidupan Virgi membaik.
Melihat bagaimana Vincent bersikap begitu baik pada Virgi, Lana si mantan istri meradang, membuatnya melakukan apa saja agar keduanya berpisah. Vincent hanya milik Lana seorang. Dia bahkan rela melakukan apa saja demi Vincent.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu Jam Berpikir
Lana menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu malam itu setelah seharian menguntit Vincent diluar rumah sakit. Namun, ia sama sekali tidak melihat Vincent keluar dari sana.
Berkali-kali ia mencoba masuk tetapi selain pasien yang sudah terdaftar dan pekerja di rumah sakit dilarang masuk ke ruangan dokter. Larangan itu belum lama berlaku, bahkan beberapa orang sudah tahu siapa Lana, akan tetapi mereka tidak mengizinkan sama sekali Lana menginjakkan kakinya di area Vincent bekerja.
"Kenapa?"
Lana menghela napas dan memperbaiki posisinya merebahkan diri saat mendengar sapaan mamanya. "Aku nggak bisa ketemu Vincent, Ma!"
Nungki duduk disebelah putrinya yang kedua. Mengusap rambut Lana lembut. "Kamu sabar dulu! Coba pas Brie ke rumah sakit kamu yang antar! Atau pas Brie ngajak ketemu Vincent, kamu yang antar!"
Lana membuka matanya yang sejak tadi memejam. "Vincent memblokir nomorku."
"Brie kan tidak, Lana!" Nungki melihat ponsel Brie ada nama Vincent disana. Ia yakin, Vincent tidak akan mengabaikan anaknya. "Coba kamu hubungi dia lewat hape Brie."
Lana berdiri spontan dan berlari ke kamar Brie, lalu ia kembali dengan ponsel Brie. Sembari berjalan, ia membuka ponsel Brie dan benar melihat ada nama Vincent disana.
"Kenapa aku baru tau ya?" Lana kesal saat kembali duduk di sofa.
"Mama melihatnya kemarin setelah Brie menerima telpon dari nomor baru yang ternyata Vincent." Nungki mengusap lagi rambut Lana. "Mama heran, kenapa sih, Vincent itu malah ceraiin kamu dan milih bersama anak ingusan itu?"
Lana kesal jika mamanya membahas Virginia lagi. Ia belum cerita soal Vincent membawa anak itu tinggal dirumah ini. Andai saja dia mengatakan itu dunia pasti sudah terbelah.
"Ma, nggak mungkin Vincent milih anak itu!"
"Kamu tahu kalau Vincent ada wanita lain?" Nungki kaget, ia pikir informasi darinya itu baru, bahkan ia dan sus Maria baru menceritakan tipis-tipis kalau Brie kenal dengan seseorang yang merupakan pasien Vincent setiap kali Brie menyebut Kakak Pasien Papa.
Soal insiden di mobil sewaktu pulang dari rumah sakit itu, sepakat mereka tutup rapat-rapat. Kedamaian rumah ini baru saja kembali setelah Lana bebas, tidak mungkin ia hancurkan seketika itu juga.
Lana menarik napas dalam. Pecah perang pun pecah sajalah, ia tak peduli lagi.
"Vincent bahkan mengajaknya tinggal disini hampir sebulan lamanya, Ma, gimana aku nggak tau?!" Lana menoleh ke Mamanya setelah mengirimi Vincent sebuah pesan. "Mereka tidur di kamar Vincent yang di sebelah sana itu!"
Nungki mengikuti kemana telunjuk Lana bermuara, sebelum kepalanya dilanda syok berat hingga Nungki hanya bisa berekspresi tidak percaya.
"Brie jelas kenal, kan kita makan satu meja setiap hari! Vincent bahkan memintaku melayani pacarnya dengan sepenuh hati!"
Mata tua Nungki melebar saking kagetnya.
"Jadi, kamu selama ini—"
"Ya, gimana lagi, Ma? Mama bilang cukup balik ke rumah ini, lalu batalkan perceraiannya, nggak perlu mikirin perasaan Vincent ke aku! Ya udah, aku bertahan karena kata-kata Mama ini!"
Nungki menghela napas berat. Ia menyarankan semua itu sebab ia ingin anaknya hidup sejahtera. Vincent biar hanya dokter, tapi seluruh kekayaan keluarganya menjadi milik Vincent setelah nenek Vincent meninggal. Ia mewarisi saham, perusahaan, bahkan tak lama lagi, Vincent akan memegang penuh hak kepemilikan sebuah usaha waralaba restoran asal Singapura setelah memenangkan sengketa. Nungki tidak terlalu mengerti, namun ketika nama besar usaha Kakek Vincent disebut, Nungki tahu dia harus segera bergerak.
Tentu ini tidak ia barengi dengan wejangan bahwa Lana harus setia dan mengabdi pada Vincent sepenuhnya. Dasarnya saja Lana ini keras kepala, saat Vincent datang padanya, justru ia menolak. Nungki yakin, anak ini susah melupakan pelukan Arfayuda brengsek itu!
Nungki menatap anaknya. Menelan kata-kata yang bisa membuat Lana makin kesal. "Belum terlambat, Sayang! Vincent masih bisa kamu miliki melalui Brie!"
Lana menoleh dengan pandangan tak mengerti. Bukankah sudah Lana jelaskan sejelas-jelasnya bahwa Vincent telah menutup seluruh akses darinya? Telepon saja susah! Ini apanya yang belum terlambat? Ini namanya sudah amat sangat terlambat.
"Mama kasih tau kamu caranya, tapi dengan satu syarat, jangan pernah menduakan Vincent lagi! Jangan nemuin Arfayuda lagi, mengerti?!"
Nungki menekankan betapa pentingnya hal itu.
"Anak itu tidak penting, baik sekarang, nanti, atau kapanpun! Kamu tau, dia hanya sedikit ganteng, tapi dia tidak pantas bersanding denganmu!"
Lana membuang napas kesal mendengar semua itu.
"Vincent tidak akan pernah menolak kamu dengan Brie bersamamu, ngerti! Jadi selalu ikuti Brie setiap kali ia bertemu Vincent, jangan kasih celah wanita itu dekat dengan Vincent!"
Lana menatap mamanya seakan ingin diyakinkan. Entahlah, tapi rasanya benar juga kalau Vincent wajib diperjuangkan, tapi masa iya dia harus menikah ulang sampai 2 kali dengan Vincent?
Di dimensi lain sementara itu, Vincent dengan kebahagiaan muncul di wajahnya meminta Pak Wahyu dan Jefry untuk menjadi saksi pernikahannya dengan Egi.
Tidak peduli mau sekarang atau nanti, bagi Vincent persetujuan Egi yang hanya dipikirkan satu jam lamanya itu sangatlah penting. Tidak peduli bagaimana perasaan Egi padanya selama anak itu berada di sisinya, dunia Vincent sepenuhnya baik-baik saja.
"Lo yakin ini bukan karena lo kepo sama hidup dan pribadi Egi? Lo nggak penasaran gimana naklukin cewek itu, kan?"
Jefry sialan!
"Aku udah tau dia luar dalam, kenapa mesti kepo?" Vincent geram diremehkan Jefry. "Dan gue udah naklukin dia sejak dia jatuh di kaki gue!"
Sialan! Vincent terpaksa buka kartu karena ucapan bajingan Jefry!
Ga mungkin di buat cuma selembar
Di kira Vincent ga punya power .
Emosi ga terpancing, jawabnya tepat
ada uang ga bener mungkin yang di makan keluarga sehingga anak JD berkelakuan ga bener.
Ayo lah tegas. kasih pelajaran biar kali ini benar benar belajar dengan benar.