Di Atas Ranjang Dokter Dingin
[PAP dong ... mastiin kalau kamu beneran gadis, takutnya bencong]
[500 juta? Seenak apa ngent*d denganmu? Kamu pasti hanya penipu]
[2 juta, send your phone number]
[Minat ... DM]
[500 ribu, hotel+driver dariku]
Egi mengklik tanda "X" pada website aplikasi berlogo X seraya mendesah. Decakan di bibir gadis muda berusia 20 tahun itu terdengar getir saat mencibir komentar pada postingannya.
Tangan kurus dengan urat biru menonjol menarik sebuah tas ransel usang yang terletak di meja bersebelahan dengan monitor komputer yang ia sewa di satu-satunya warnet yang masih beroperasi di tengah gelombang pesatnya kemudahan teknologi.
Ya, Egi memang gadis miskin yang masih memakai jasa warnet sesekali untuk berselancar di media sosial. Meski dia tidak lulus SMP, tetapi Egi kursus komputer demi naik kasta dalam mencari pekerjaan. Meski yah ... dia hanya mampu bekerja serabutan saja, asal bisa makan dan tidur tidak sampai menggelandang.
Usai membayar beberapa rupiah, Egi melangkah cepat ke bangunan besar berwarna putih pucat seberang warnet. Ponselnya berdering, yang dengan mudahnya ponsel layar monokrom itu mendarat di telinganya, tanpa perlu dia melihatnya.
Satu-satunya orang yang menghubunginya adalah perawat atau pegawai rumah sakit tempat adiknya, Elvano dirawat.
"Halo ...."
Egi melangkah sembari terus mendengarkan apa kata si lawan bicara. Air muka gadis itu tampak suram
"Saya sudah di halaman, tolong sabar sebentar."
Ponsel hitam itu masuk ke saku celana jeans pudar dengan robekan di beberapa tempat. Dia baru pulang bekerja, dan belum sempat ganti pakaian. Hari ini adalah hari dimana dia memutuskan apakah El bisa terus di rawat atau dipulangkan.
Langkah Egi semakin cepat saat memasuki ruangan Dokter yang sejak dua hari ini merawat El.
"Sore, Dok." Egi menyapa dan berdiri di ujung ruangan.
Dokter Vincent sedang membaca laporan di tangannya, sejenak menaikkan wajahnya yang masam dan kaku, tatapan tajamnya menyapu wajah hingga ke kaki Egi yang celana jeans nya terbuka di bagian paha. Egi bukannya sengaja berpakaian begini untuk menggoda, tetapi dia sungguh tidak sempat berganti pakaian dulu. Jeans ini juga bukan model sobek-sobek seperti yang dipakai cewek kekinian, tapi sobek dimakan usia.
Egi sadar, lalu dengan gerakan pelan nan canggung, ia menurunkan ransel usangnya untuk menutupi kaki.
"Seperti apa yang saya katakan sebelumnya." Dokter Vincent berkata serta menghela napas setelah menilai Egi tidak punya maksud apa-apa dengan pakaiannya, sehingga suaranya yang terkesan mengerikan itu tidak terlalu jelas terdengar. Egi yang sedikit takut menghadapi dokter satu ini, memajukan kepala agar mendengar dengan jelas apa yang Dokter Vincent katakan.
"Harapan hidup adikmu sangat tipis. Skor GCS nya 3, artinya dia akan berada dalam kondisi hidup tetapi mati. Sejujurnya, kami hanya tinggal menunggu detak jantungnya berhenti saja, jika malam ini dia tidak bisa merespons kami. Dan ...."
"Dokter ... saya tahu permintaan saya ini berlebihan, tapi hanya dia yang saya punya dalam hidup saya." Kepala Egi menunduk, membiarkan air matanya jatuh begitu saja membasahi lantai ruangan ini. Dia tahu, bagi orang miskin seperti dirinya sembuh adalah mustahil pada kondisi ini. Uang di kantongnya sisa 50 ribu saja, jadi dari mana dia dapat uang sebanyak itu untuk operasi. Tapi ini El, Elvano adiknya, yang dia besarkan sendiri dengan nyawa sebagai taruhannya. Bagaimana dia melepaskan adiknya ini begitu saja tanpa usaha?
"Tolong selamatkan dia." Suara Egi hilang di telan tangis. Ia menatap Dokter berbadan tegap itu penuh permohonan, tanpa mengesankan dia butuh dikasihani. "Saya akan melakukan apa saja asal adik saya bisa sembuh."
"Carilah biaya untuk operasi Elvano—!"
"Saya sudah melakukannya, Dokter ... tapi uang sebanyak itu, tidak mudah mendapatkannya bagi saya!" Mata Egi memerah. Antara kesal dan marah. Bagaimanapun usahanya, uang hampir 500 juta didapat dari mana? Atau setidaknya, uang muka barang 10 juta, dia tidak bisa menyediakannya.
Vincent membuang napas seraya menjatuhkan kertas di tangannya, gusar atas tindakan cengeng Egi. Vincent memang dermawan dengan beberapa kali membantu pasien, dan dia tidak tahu kalau akan banyak sekali pasien yang bermuka sok memelas sepeti Egi untuk mendapatkan kemurahan hatinya.
"Maaf, tapi saya menyarankan yang terbaik untuk kondisi mu sekarang." Vincent memutar kepalanya menghadap Egi. "Bukan sesuatu yang jahat jika melepas semua beban sehingga membuat pundakmu sedikit ringan."
Hati Egi sedikit tersentak, tetapi dia juga tidak bisa melawan apa kata dokter itu yang sebenarnya memang benar. Bisa Egi membiarkan El meninggal dengan melepas alat medis penopang hidup yang melekat di tubuh El, tetapi Egi pasti kesepian di rumah setelah itu. Suka dan duka yang Egi alami bersama El selama 14 tahun ini terasa sia-sia. Belum lagi rasa bersalah yang pasti akan terus menghantuinya.
"Dokter ... bisakah—"
"Maaf, Virginia ... tapi kami sudah memberi kesempatan beberapa hari untukmu mencari dana. Subsidi kami tidak sebesar yang kau kira jika berharap kebaikan dari kebijakan rumah sakit. Selain Elvano, ada banyak pasien lain yang juga membutuhkan keringanan biaya perawatan dan pengobatan." Vincent berkata tegas, tanpa memindahkan pandangannya dari atas kepala Egi yang masih menunduk. Lagipula, Vincent menduga kalau Elvano berkendara ugal-ugalan di jalan sehingga mengalami kecelakaan mengerikan seperti ini. Dana rumah sakit terlalu berharga untuk diberikan pada remaja yang arogan seperti itu, kan?
Isi kepala Egi berputar sangat cepat. Dua hari untuk mencari dana ratusan juta itu apa terlihat mudah bagi dokter ini? Iya kalau dia punya penjamin untuk berhutang. Iya kalau dia mampu membayar iuran bulanan jaminan kesehatan. Iya kalau dengan jaminan sosial itu, perawatan El tetap diutamakan. Kalau tidak bagaimana?
Dia hanya punya tenaga dan tubuh. Rencananya menjual keperawanan tidak berjalan mulus. Dua hari ini dia bertemu pria brengsek yang menawar dirinya tak sampai 2 juta. Padahal Egi butuh ratusan juta, dan ada apa hari ini? Egi bahkan tak layak ditawar 500 ribu dengan tampilan lusuhnya.
Egi mencoba berhitung sejenak. Di dunia ini, tak ada pria yang benar-benar baik dan lurus seperti saint, kan? Dia yang akan melakukan operasi, jadi apa tidak bisa kalau ditukar saja! Tidak usah dibayar, tapi Egi akan melakukan barter.
Apa saja yang penting El segera di tangani.
"Saya akan bayar Dokter dengan keperawanan saya, jika Dokter bersedia merawat adik saya sampai pulih."
Napas Vincent berhenti 10 detik lamanya mendengar kata-kata Egi barusan. Menjual sesuatu yang abstrak untuk kehidupan seseorang? Apa itu sepadan? Vincent tidak percaya pada apa yang dia dengar. Juga dia tidak percaya hal seperti itu layak diperjual belikan. Lagipula, dia bukan penyembah keperawanan.
"Jam kerja saya telah habis, Saudara Virginia! Sebaiknya anda meninggalkan ruangan saya." Vincent berdiri seraya menarik tas kerjanya. Sesuatu yang tak kasat mata, ditukar dengan perjuangan berjam-jam di ruang operasi, perawatan yang intens dan perhatian khusus? Huh, kalau begitu, dulu harusnya Vincent sekolah dibayar saja dengan daun dan ucapan terimakasih.
Namun, baru saja Vincent akan melangkah, Egi mencegat langkah pria tersebut. Kepala Egi mendongak, menatap mata hitam yang kelam itu dengan berani.
"Saya hanya punya adik saya di dunia, Dokter... dan saya hanya punya keperawanan yang menurut saya sepadan dengan kesembuhan adik saya."
Nekat dan terlalu percaya diri. Vincent membalas tatapan Egi muak. "Seenak apa keperawanan itu, ha? Bedanya sama yang sudah punya anak 3 apa? Sama saja, asal anda tau!"
Egi berkedip dua kali. Tidak tahu bagaimana karakter dokter ini, tapi kenapa dia tidak tergiur dengan sesuatu yang suci? Kehormatan wanita terletak di sana, hey!
"Jika anda merasa menikmati gadis perawan dalam sekali berhubungan kurang menarik, saya membiarkan anda menikmati saya berkali-kali, sampai anda merasa cukup, lalu anda meminta saya pergi."
Vincent agak terkejut mendengar itu. Rela menjadi budak demi adiknya, yang suatu saat bisa saja makin memberatkan ketika sudah selesai operasi.
"Saya tidak akan menuntut apapun dari anda, Dokter! Saya bersumpah! Semua resiko akan saya tanggung sendiri! Nama anda tetap saya jamin bersih!"
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Ayuwidia
Assalamu'alaikum, Kak Misshel. Apa kabar? Sudah beberapa purnama tidak bersua ya 😄
Maaf aku nengok karya barunya karena dpt notif dr Ntun. Satu kata untuk bab awal 'keren' 👍🏻🥰
2024-11-14
2
Nunik Wahyuni
gila Egi nekad demi adiknya mengorbankan kehormatan miris sekali hdp kalian sbnrnya elvano sakit gara gara apa thorrr?
bnrkah Krn ugal ugalan dlm bermotor?
2024-11-18
1
Asma Susanty
aku mampir , setelah dapat notifnya..🥰
2024-11-14
2