Difiar Seamus seorang penyihir penyedia jasa pengabul permintaan dengan imbalan sesuka hatinya. Tidak segan-segan Difiar mengambil hal berharga dari pelanggannya. Sehingga manusia sadar jika mereka harus lebih berusaha lagi daripada menempuh jalan instan yang membuat mereka menyesal.
Malena Safira manusia yang tidak tahu identitasnya, pasalnya semua orang menganggap jika dirinya seorang penjelajah waktu. Bagi Safira, dia hanyalah orang yang setiap hari selalu sial dan bermimpi buruk. Anehnya, mimpi itu merupakan kisah masa lalu orang yang diambang kematian.
Jika kalian sedang putus asa lalu menemukan gubuk tua yang di kelilingi pepohonan, masuklah ke dalam penyihir akan mengabulkan permintaan kalian karena mereka pernah mencicipi rasanya ramuan pengubah nasib yang terbukti ampuh mengubah hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gaurika Jolie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menukar Kebahagiaan Demi Harta
Bar yang biasa menyediakan minuman beralkohol kini dialihkan oleh seorang penyihir yang menyediakan minuman jamu yang berasal dari racikan turun temurun dari Neneknya agar bisa mengabulkan permintaan pelanggannya hanya dengan sekali teguk.
Sistem pembayaran tidak menggunakan mata uang atau benda, penyihir akan mengambil hal berharga yang dia inginkan sebagai bayaran sesuai dengan permintaan pelanggan.
Difiar membangun bisnis yang beroperasi tengah malam, setelah mempelajari ramuan dari buku Neneknya sehingga dirinya bisa melanjutkan hidup sebagai penyihir sukses di dunia manusia. Jika Neneknya tahu bukunya disalah gunakan, pasti tidak ada kata ampun baginya.
Semua bahan-bahan yang diperlukan bukan dari dunia manusia, melainkan diambil langsung dari dunia sihir lewat asisten pribadinya--Samuel yang siap menemani Difiar karena telah berjasa di masa lalunya.
Tugas Samuel memang banyak, sering kali dia mengeluh. Akan tetapi, tanpa Difiar semua tidak akan berjalan karena semua kendali ada di tangannya.
Samuel bertugas menyambut pelanggan yang datang dengan wajah lelah. Pria berusia 44 tahun kebingungan karena melihat sekeliling yang asing.
“Sepertinya tadi gubuk reyot, kenapa bisa jadi seperti istana?” tanya pria itu yang ternyata Gito lalu menemui Samuel karena hanya dirinya yang dia lihat. “Aku nggak punya uang untuk makan di restoran semewah ini.”
Samuel tersenyum ramah menyambut pelanggannya. “Selamat datang di Bar Penyihir, penyihir akan mengabulkan permintaan apapun yang Anda mau.”
“Penyihir? Sekarang konsep kafe aneh-aneh aja,” tuturnya yang masih terpesona melihat dekorasi bak dunia sihir.
“Silakan duduk, Pak,” suruh Samuel seraya mengajaknya ke tempat yang sudah disediakan.
Pria itu masih meragukan identitas mereka. “Mana ada penyihir di dunia ini apalagi bisa mewujudkan keinginan.”
“Cepat katakan apa yang kamu inginkan! Kamu pasti butuh hal instan, kan? Karena semua manusia yang masuk ke sini lagi di ambang putus asa!” gertak Difiar yang jengkel karena identitasnya masih dipertanyakan.
Lantas Gito mengangguk. “Permintaan apapun? Tapi, aku sama sekali nggak punya apa-apa sebagai jaminan.”
“Aku nggak butuh uang, yang aku butuhkan hanya sesuatu hal berharga yang kamu punya sebagai pembayaran yang seimbang dengan keinginan kamu,” jawab Difiar tengah mengamati pria itu seraya memainkan jari-jarinya.
Sontak Gito tergiur tanpa pikir panjang berkata, “Aku miskin karena susah cari kerja. Mereka hanya membutuhkan orang berpendidikan tinggi dan berpengalaman. Orang lulusan SD sepertiku langsung ditolak ketika melamar. Pekerjaan serabutan upahnya minim hanya bisa untuk makan sehari-hari sehingga aku nggak bisa mengumpulkan uang selama puluhan tahun. Aku harus punya pekerjaan untuk menjemput istri dan anakku yang pergi meninggalkanku karena kesalahanku sendiri.”
“Jadi, kamu mau pekerjaan?” Difiar bersandar lalu mengangkat kepalanya dengan angkuh.
Tebakannya benar, tetapi Gito langsung menggeleng. “Aku ingin kaya, aku baru sadar jika uang segalanya. Keinginanku yang orang lain punya tapi aku nggak punya adalah uang yang banyak. Dengan begitu aku bisa mendapatkan apa yang aku mau!”
Difiar menyunggingkan bibirnya, alih-alih meminta pekerjaan agar bisa mencari uang, manusia lebih memilih jalan instan yang tidak perlu bersusah payah. Dari banyak pelanggan yang dia temui rata-rata memang meminta permintaan seperti itu.
Difiar pun berjalan sambil membaca pikirannya. Tidak lupa melihat sesuatu yang menarik perhatian sebagai bayaran yang sepadan dengan permintaannya.
Matanya meneliti mencari hal berharga yang bernilai lebih. Di mata manusia, orang paling putus asa tidak berharga, namun di mata Difiar orang-orang seperti Gito lah yang paling menguntungkan.
"Aku ... menemukannya."
Gito memohon agar penyihir mengabulkan keinginan secepatnya. “Apapun yang kamu mau ambil aja, aku nggak punya apa-apa yang terpenting bisa dapat uang untuk menemui istri dan anakku.”
“Aku ingin kebahagiaan yang kamu punya selama hidup, itu sebanding sama permintaan yang kamu dapat nanti.”
Bagi Gito bayaran yang diminta penyihir merupakan hal kecil. “Ambil aja yang kamu inginkan selagi uang yang aku dapatkan sangat banyak. Aku bisa mendapatkan kebahagiaan lagi jika punya uang yang banyak biar keluargaku nggak kesusahan dan mengeluhkan uang terus.”
Perkataan manusia memang menggelikan ketika kamu pernah hidup selama ratusan tahun. Difiar langsung menuju ke dapur yang sudah disiapkan Samuel sebelumnya. Difiar tinggal meracik bahan-bahan yang sudah hafal karena sering membuat.
Setelah selesai, penyihir tampan itu memberikan setetes cairan berwarna biru terang ke dalam gelas sehingga racikan tersebut menyala sebentar kemudian berubah menjadi gelap lagi. Ramuan yang tadinya panas menjadi dingin setelah Difiar mengaduknya menggunakan sendok penyihir.
Samuel membawa ramuan yang dibuat khusus untuk pelanggan. “Minumlah sekali teguk sambil meminta apa yang kamu mau."
Pria itu mengambilnya penuh keraguan lalu minum sedikit, dia kira rasanya pahit ternyata tidak sama sekali. Dalam satu tegukan minuman itu habis yang seakan membuatnya candu lalu dia menaruh gelas itu yang setelah melegakan dahaganya.
“Rasanya nggak bisa dijabarkan, jamu apa ini? Badanku terasa enteng seperti balik muda lagi,” ungkap Gito melihat penyihir yang berdiri penuh keangkuhan tengah menatapnya.
“Pulanglah ke rumah sebelum pagi,” suruh Difiar lalu dia kembali duduk di kursinya.
Lantas pria yang tadinya lesu kini terlihat segar setelah minum ramuan itu. “Ini beneran nggak bayar?”
“Penyihir akan mengambil bayaran sesuai kesepakatan setelah keinginannya terwujud,” jawab Samuel lalu membereskan peralatan yang telah dipakai penyihir.
“Terima kasih,” ucapnya yang dibalas anggukan kepala oleh Samuel.
Pria yang berdiri di depan pintu itu meragukan ucapan penyihir yang bisa mewujudkan mimpinya. Namun, dia tetap berharap keinginannya terwujud sebab lelah hidup tanpa istrinya. Setelah ke luar dari bar penyihir itu ternyata kembali seperti semula saat dia masuk.
“Benar kan gubuk tua?” Gito merasa ada yang berbeda, ternyata ada tulisan di samping gubuk. “Bar Penyihir, buka dari tengah malam sampai terbit, seteguk ramuan pengubah nasib. Teknik marketing yang bagus untuk menarik pelanggan. Mana ada penyihir di dunia ini.” Lantas dia pergi seolah membuang-buang waktu.
Lampu yang bertuliskan ‘Bar Penyihir’ pun padam setelah kepergiaan Gito. Badannya terasa segar bagaikan tidak memiliki masalah. Ketika melewati perkampungan, Gito sadar jika jalan yang dia lewati seperti berada di film jaman dulu berlatar masa kerajaan. Bahkan, pakaian mereka sangat ketinggalan jaman.
“Satupun nggak ada yang pakai jas atau kemeja? Tahun berapa ini?” Gito pun terus berjalan sampai menemukan keramaian. Dia mendekatinya dan tidak ada seorangpun yang dia kenal. “Judi? Masih ada judi seperti ini?” herannya lalu dia ikut gabung saja.
“Siapa yang mau lawan aku lagi!” tantang seorang pria gagah yang diduga sebagai lawan terberat dilihat dari banyak emas yang dia kumpulkan.
Tidak ada seorangpun yang mau sampai akhirnya pria itu melihat Gito. “Hey, kamu pendatang baru?”
Gito mengangguk.
“Aku ingin menantang pendatang baru! Apa dia jago main atau pecundang seperti kalian!” tawanya membuat Gito tertarik untuk menerimanya.
“Aku terima!” balas Gito dengan lantang lalu duduk di depannya. Dia ingat jika tidak punya uang sepeserpun.
“Punya berapa kamu?” Pria itu melihat Gito yang masih mencari benda di kantongnya. “Berapapun yang kamu punya keluarkan semuanya!”
Gito menarik kedua tangannya sebab tidak ada benda dalam kantongnya sehingga tidak ada yang bisa diserahkan, tetapi melihat jari tangannya ada sebuah cincin dia terkejut bukan main. Cincin itu tampak berkilau sampai dirinya ragu untuk judi.
‘Dijual bisa dapat banyak duit, kalau buat judi nanti kalah nggak dapat apa-apa,’ batinnya ketika melihat cincin itu.
Pria tadi merebut cincin itu karena terpesona akan kecantikannya. “Harganya mahal sekali ini, kamu dapat darimana? Kamu mencurinya dari keluarga kerajaan?”
Mereka ikut curiga. Salah satu dari mereka menuding Gito. “Jangan-jangan kamu mata-mata!”
Secepatnya Gito menggeleng lalu merebut cincin itu. “Aku menerima tantangan kamu senilai cincin ini!”
Mata pria itu melotot ketika Gito menyerahkan cincin itu yang bernilai tinggi. “Baiklah kalau gitu! Aku akan mendapatkan cincin itu!”
Mereka menyiapkan judi yang akan dimainkan, sementara pria itu mengeluarkan emas serta koin yang sangat banyak setara dengan satu cincin yang diberikan Gito.
‘Ternyata cincin itu sangat mahal! Kalau kalah aku nggak dapat apa-apa!’
Bahkan papan judi itu sangat asing baginya. Dia tidak tahu cari mainnya. Namun, tiba-tiba saja tubuhnya seperti ada sengatan yang menggugah dirinya menjadi semangat. Dirinya jadi bisa mengikuti permainan pria itu bahkan mengimbanginya.
Tiba-tiba saja pria itu berteriak putus asa begitu juga para penonton yang senang setelah Gito berhasil mengalahkannya.
“Aku menang?”
Mereka mengangguk yang membuat Gito terkejut karena tidak menyangka bisa mengalahkan pria yang sulit dikalahkan hanya dengan satu kali main. Gito langsung mengambil emas itu yang dirupiahkan bisa mendapatkan puluhan juta.
“Nggak bisa dibiarkan! Aku ingin main sekali lagi!” tantang pria itu yang mengeluarkan banyak koin emas serta perhiasan.
Sontak Gito mengikutinya dan mereka main. Gito yang awalnya bingung mulai bisa mengikuti dan berakhir hal yang sama.
“Yey!” Gito bersorak bersama para penonton setelah mengalahkan pria itu yang masih tidak percaya akan kekalahannya.
“Hey! Kamu curang?” tuduh pria itu lalu menggeret kerah kaosnya.
“Curang dari mana? Tanya mereka apa aku curang?” tanya Gito yang langsung dibela oleh penonton.
Pria itu marah tetapi dia masih tidak percaya akan kekalahannya. Mereka main sekali lagi begitu juga Gito tambah semangat mengalahkannya karena pria itu menyerahkan semua hartanya.
Para penonton melihat permainan itu yang sama sekali tidak ada kecurangan yang berakhir Gito memenangkan permainan lagi sehingga semua harta pria itu habis diambil Gito semua. Gito pun memasukkan semua perhiasan ke dalam saku celananya dengan senang.
“Argghh!” teriak pria itu seraya melempar papan judi sampai jatuh berserakan. Semua orang pergi berhamburan karena takut pria itu yang marah besar setelah dikalahkan pendatang baru.
Gito tidak peduli, dia memilih pergi dengan perasaan riang gembira. Sepanjang jalan dia terus memegang semua sakunya yang penuh oleh perhiasan.
“Apa yang dibilang penyihir tadi memang benar bisa mengabulkan permintaanku. Besok beli pakaian buat anak dan istriku. Mungkin anakku udah dewasa butuh kendaraan untuk sekolah, aku akan belikan apapun untuk kalian karena sebelumnya tidak bisa memberikan apa-apa. Sebentar lagi aku bisa hidup serumah dengan keluarga kecilku!”
"Penyihir itu memang ada!"