Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Kecewa?
Dirga menyuruh Gista untuk menunggunya di kamar pria itu. Dan mengatakan akan segera kembali. Gadis itu menurut, kemudian merebahkan diri di atas ranjang.
Namun hingga pagi menjelang, tepatnya pukul lima subuh, Dirga tidak juga kembali.
Sisi ranjang di sebelah kiri Gista terasa dingin. Bantal pun masih rapi. Tidak ada tanda bekas kepala.
Kecewa?
Tidak di pungkiri gadis itu merasa sedikit kecewa di dalam hatinya. Namun, ia bisa apa? Menyadari posisi dirinya di hidup Dirga. Dirinya hanyalah simpanan. Ada wanita lain yang menjadi prioritas pria itu.
Dianna.
Nama wanita yang menghubungi Dirga semalam, membuat pria itu pergi meninggalkan Gista dan tidak kembali sampai subuh ini.
“Jadi wanita itu benaran kekasih pak Dirga?”
Gadis itu memilih bangun dari tempat tidur. Mencoba untuk memejamkan matanya kembali juga sudah tidak bisa. Rasa penasaran tentang keberadaan Dirga sangat menganggu pikirannya.
Gista pun keluar dari kamar pria itu. Mencuci wajahnya di toilet dekat dapur, kemudian mengambil peralatan kebersihan.
Masih banyak waktu tersisa sebelum jam kerja di kafe tiba. Jadi gadis itu berinisiatif untuk membersihkan apartemen itu. Mungkin dengan begitu, ia bisa melupakan kekecewaan terhadap Dirga.
‘Sepertinya aku harus menebalkan benteng di hatiku, agar tidak merasa kecewa yang teramat dalam, jika kedepannya hal seperti ini terjadi lagi.’ Monolog gadis itu dalam hatinya.
‘Lagi pula, yang salah disini itu kamu, Gista. Dari awal pak Dirga sudah menolakmu. Kalau sekarang nasibmu seperti ini, jadi terima saja. Resiko yang harus kamu dapatkan ketika memutuskan untuk menjalin hubungan dengan pria kaya.’ Imbuh malaikat jahat dalam diri gadis itu.
Gista menggelengkan kepalanya. Ia pun mulai membersihkan apartemen mewah itu.
Gadis itu menyelesaikan tugasnya pukul setengah tujuh pagi. Ia kemudian pergi ke dapur untuk membuat sarapan sederhana, karena tidak memiliki banyak sisa waktu.
Roti panggang dengan selai kacang menjadi pilihan, di temani dengan segelas susu coklat hangat.
“Kenyang.” Ucap Gista setelah meneguk hingga tandas susu coklat di dalam gelas. Ia kemudian membawa peralatan makannya ke dalam tempat pencucian.
“Akh.”
Gadis itu tersentak saat sedang mencuci gelas, sepasang lengan kekar membelit pinggangnya.
“P-pak Dirga. Untung saja gelasnya tidak jatuh.” Ucapnya terbata ketika wajah Dirga berada di bahu gadis itu.
“Kamu sudah selesai sarapan?” Tanya pria itu.
Dan Gista mencium aroma tembakau yang menguar dari bibir pria berstatus duda itu.
“Iya, pak. Saya harus segera bersiap untuk pergi ke kafe.” Ucap Gista sembari meletakan piring dan gelas pada rak pengeringan.
“Tukar shift saja. Kamu kerjanya nanti sore. Pagi ini temani saya.” Ucap Dirga sembari mengecup pipi gadis itu.
Gista menghela nafas pelan.
“Tidak bisa, pak.” Ucapnya kemudian.
Ia memang simpanan Dirga. Dan harus menurut pada pria itu. Namun, Gista masih belum bisa melupakan rasa kecewanya.
“Kenapa? Saya yang akan mengurus absensi kamu.” Ucap Dirga lagi.
Namun Gista menggelengkan kepalanya.
“Teman saya, sudah dari beberapa hari yang lalu minta tukar shift selama saya libur kuliah, pak. Tidak enak jika saya membatalkannya.” Dusta Gista.
Ia lebih baik bekerja di kafe hingga sore, daripa menemani Dirga selama dua jam, kemudian di tinggalkan oleh pria itu begitu saja.
Ya. Setidaknya sampai rasa kecewa Gista menghilang.
“Baiklah.” Dirga kemudian melepaskan belitan tangannya.
“Apa pak Dirga mau saya buatkan sarapan?” Tanya gadis itu kemudian.
“Tidak.” Jawab Dirga yang perlahan meninggalkan dapur.
Gista menghela nafas kasar. Tidak perduli jika Dirga marah padanya saat ini. Ia hanya berusaha untuk tidak mudah tunduk pada keinginan pria itu.
Katakan saja Gista tidak tau diri. Sudah di bantu oleh Dirga, malah bertingkah seperti itu. Namun gadis itu benar - benar mencoba untuk tidak perduli. Ia hanya menjaga hatinya agar tidak jatuh lebih dalam.
\~\~\~
“Sepertinya kamu sedang suntuk?” Tanya Dianna pada Dirga dari atas ranjang pasien, tempatnya merebahkan diri.
Sementara Dirga di atas kursi, di samping tempat tidur pasien.
Semalam, wanita berusia tiga puluh dua tahun itu mengalami kecelakaan, dan mengakibatkan ia mengalami cedera ringan pada tangan kirinya.
“Biasa saja.” Jawab Dirga sembari fokus pada buah jeruk di tangannya.
Pulang kerja pukul enam sore, Dirga menyempatkan diri menjenguk Dianna. Untuk melihat perkembangan kondisi wanita itu.
“Buka mulutmu.” Ucap Dirga sembari menyodorkan bilah jeruk di hadapan mulut Dianna.
Wanita itu menurut, Dirga pun menyuapinya.
“Apa mama dan papa mu tau, jika kamu mengalami kecelakaan?” Tanya Dirga sembari menunggu wanita itu mengunyah jeruk, untuk menyuapinya lagi.
Kepala Dianna menggeleng pelan. “Mereka bisa langsung terbang kemari jika mengetahui aku kecelakaan.” Ucapnya kemudian.
“Lain kali jangan teledor lagi. Ingat kamu itu seorang wanita. Jangan meniru pria mengendarai motor secara ugal - ugalan.”
Dianna mencebik. Semalam ia memang kecelakaan saat mengendarai sepeda motor. Dan itu dalam keadaan sedikit mengantuk.
“Aku tidak ugal - ugalan, Dirga. Yang namanya hari buruk itu tidak ada di kalender. Kapan saja bisa terjadi.” Tukas Dianna kemudian.
Dirga mengedikan bahu pelan. “Mau apa untuk makan malam?”
Mata Dianna berbinar mendengar pertanyaan Dirga. Sebab ia tidak harus memakan makanan yang di berikan oleh pihak rumah sakit.
“Aku boleh makan dari luar rumah sakit?” Tanyanya kemudian.
Dirga mengangguk. “Yang cedera itu tanganmu. Bukan organ dalam, atau pun sistem pencernaan. Jadi, masih bisa makan makanan dari luar rumah sakit.”
“Aku mau makan pecel ayam yang di dekat apartemen kamu, boleh?” Tanya Dianna dengan tatapan penuh harap.
Dirga menghela nafas pelan. “Baiklah. Aku akan membelikannya.” Ucap pria itu, kemudian bangkit dari tempat duduknya.
“Jangan terburu - buru. Kamu bisa pulang untuk mandi dan berganti pakaian dulu, Ga.” Ucap Dianna kemudian.
Dirga mengangguk patuh. Ia kemudian keluar dari ruang inap itu.
Sementara itu, di apartemen Gista baru saja selesai membuat makan malam. Ia hanya membuat seporsi nasi goreng, dengan telur mata sapi.
Tengah asyik menikmati makanannya, kegiatan mengunyah gadis itu terinterupsi oleh kedatangan Dirga.
“Pak Dirga.”
“Kamu sudah makan malam?” Tanya pria itu ketika telah berada di samping Gista.
“Apa pak Dirga mau saya buatkan makan malam? Maaf karena saya hanya memasak sedikit. Saya tidak tau kalau bapak akan pulang.”
Dirga menyunggingkan sudut bibirnya ketika mendengar ocehan gadis itu,
“Tidak perlu. Karena saya akan pergi lagi. Tetapi, saya ingin mencicipi sedikit nasi goreng buatan kamu.” Ucap pria itu kemudian sedikit membungkukkan badannya.
Gista mengangguk, ia lalu menyodorkan satu sendok nasi goreng di depan mulut Dirga. Namun, pria itu menepisnya. Membuat Gista tersentak.
Dirga kemudian menarik tengkuk gadis itu. Tanpa aba - aba, mencicipi sisa rasa nasi goreng di dalam mulut Gista secara langsung dengan bibirnya.
Pagutan panas pun terjadi beberapa saat. Gista lupa akan rasa kecewa yang di torehkan pria itu padanya.
“Rasanya asin.” Ucap Dirga saat pagutan mereka terlepas. Pria itu mengusap sudut bibir sang gadis menggunakan ibu jari tangannya.
Gista tidak menjawab. Ia memukul dada pria itu dengan pelan.
“Temani saya mandi.” Ucap Dirga sembari menarik lengan gadis itu.
“Saya datang bulan, pak.” Beritahu Gista saat sedang menapaki anak tangga.
Dirga yang berjalan lebih dulu, pun menoleh pada gadis itu.
“Sejak kapan?”
“Sore ini, saat saya sedang mandi.” Jawab Gista jujur.
Dirga membuang nafasnya kasar. Namun ia tetap menarik lengan Gista ke dalam kamarnya.
“Tunggu disini.” Perintah Dirga sembari melepas jas yang ia gunakan.
Mereka kini tengah berada di ruang ganti. Dengan sigap Gista menerima jas pria itu.
Dirga kemudian melepaskan satu persatu kain yang menempel pada tubuhnya. Dan tanpa tau malu, melenggang ke kamar mandi dalam keadaan naked.
Gista hanya memutar bola matanya dengan malas. Merasa jengah melihat tingkah adik ipar sahabatnya itu.
Ia kemudian meletakan pakaian kotor Dirga di dalam keranjang cucian.
“Apa ini?” Gista merasa ada sesuatu di dalam saku jas pria itu. Ia pun merogohnya.
Ponsel.
Hampir saja Gista merusak benda penting milik Dirga. Maka gadis itu pun meletakkannya di atas meja rias.
Namun tanpa sengaja Gista menyentuh layar ponsel itu, dan membuatnya menyala. Tetapi masih dalam keadaan terkunci.
Gadis itu merasa penasaran ketika melihat sebuah pesan masuk dari Dianna.
‘Dirga, aku lupa memberitahu. Minta sambal pecel ayamnya yang mentah ya. Aku tunggu.’
Jadi, pria itu akan pergi menemui Dianna lagi?
...****************...