Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Tidak Suka Pengkhianatan.
Hening menyelimuti di dalam mobil sedan mewah yang di kendarai oleh Dirga.
Di samping kiri pria itu, Gista duduk tenang dengan kepala menatap ke arah jendela. Sementara, tangan gadis itu meremat tali paper bag, berisi oleh - oleh miliknya dan Dirga.
Pria itu begitu saja memberikan tasnya pada Gista saat mereka keluar dari kediaman mewah Richard Wijaya itu.
“Kamu dekat dengan Randy?” Dirga akhirnya membuka suara. Setelah mereka sudah sampai di dekat apartemen.
Gista yang sejak masuk ke dalam mobil tidak mau menatap Dirga, setelah mendengar pertanyaan pria itu, pun memberanikan diri untuk memutar kepalanya ke arah sang atasan.
“Sepertinya kamu dekat dengan banyak pria.” Dirga kembali menambahkan.
“Saya kenal kak Randy semenjak menjadi teman Renatta. Tidak hanya kak Randy, tetapi om Roy dan tante Dona juga.” Jawab Gista.
Dirga mencebikkan bibirnya. Ia memutar setir ke kiri ketika mobil sudah tiba di depan pintu gerbang apartemen.
“Tetapi Randy itu seorang pemuda.” Ucap Dirga sembari mematikan mesin mobil, saat mereka sudah tiba di basemen dan mobil terparkir pada tempatnya.
“Memangnya kenapa?” Tanya Gista pelan.
Gadis itu kemudian turun begitu saja tanpa menunggu reaksi Dirga.
“Dia benar - benar gadis pemberani. Apa kamu mencoba menantang saya, Anggista?” Dirga menyeringai. Ia kemudian menyusul langkah Gista yang telah menghilang di balik pintu lift.
“Akh.”
Gista tersentak, saat hendak membuka pintu kamar namun tangannya di tarik oleh Dirga. Dan membuat tas oleh - oleh yang ia pegang terjatuh ke lantai.
“Siapa yang mengijinkan kamu masuk ke dalam kamar ini?” Tanya Dirga saat tidak ada jarak di antara mereka.
“Saya mau tidur, pak. Ini sudah malam.” Ronta gadis itu.
Dirga mencebik. Tanpa aba - aba mengangkat tubuh Gista, memanggul seperti karung beras. Kemudian membawanya ke lantai dua.
“Pak Dirga, saya bisa jatuh.” Teriak Gista ketakutan. Tas selempang yang tadinya tergantung di bahu gadis itu pun terjatuh di atas anak tangga.
“Diam, Anggista. Atau saya akan benar - benar menjatuhkan kamu.” Pria itu memukul bokong Gista dengan keras.
Dengan susah payah Dirga membuka pintu kamarnya. Kemudian menutup kembali menggunakan kaki.
Tubuh Gista terlempar dengan pelan di atas ranjang empuk pria itu.
“Seminggu tidak bertemu, membuat kamu semakin berani dengan saya, Anggista.” Ucap Dirga sembari melepaskan satu persatu kancing kemeja yang ia gunakan.
Gista perlahan menggeser tubuhnya ke tengah ranjang.
“Apa saya kurang cukup untuk kamu? Kenapa suka sekali memancing amarah saya, Anggista?” Pria itu melempar kemejanya sembarangan. Kemudian naik ke atas ranjang.
“Saya tidak berniat memancing amarah pak Dirga.” Sahut gadis itu dengan cepat.
“Benarkah?” Dirga menarik kaki Gista. Membuat tubuh gadis itu mendekat padanya.
Kepala Gista mengangguk pelan.
“Lalu kenapa kamu suka sekali memperlihatkan kedekatan kamu dengan pria lain di hadapan saya?” Tanya Dirga sembari mengusap dahi Gista yang tertutup oleh rambut gadis itu.
“Saya hanya berteman, pak. Tidak memiliki hubungan lebih. Apa salahnya jika saya menjalin pertemanan dengan banyak orang?” Gadis itu memalingkan wajahnya ketika Dirga hendak menciumnya.
“Tentu salah. Karena kamu berteman dengan lawan jenis.” Tukas Dirga.
“Lalu bagaimana dengan pak Dirga dan Bu Dianna?” Tanya Gista dengan berani.
Dirga tidak menjawab. Pria itu terdiam. Menatap Gista dengan pandangan yang sulit di artikan.
“Saya dan Dianna?” Gumamnya pelan.
“Ya. Kalau pak Dirga dan Bu Dianna saja boleh berdekatan, kenapa saya tidak?” Tanya Gista lagi.
Dirga kemudian menjatuhkan tubuhnya di samping gadis itu.
Mereka sama - sama dalam posisi terlentang.
“Pak. Bukannya kita sudah memiliki kesepakatan? Hubungan kita hanya sebatas saat berada di dalam apartemen bukan? Di luar itu, bukannya saya atau pak Dirga bebas berteman atau menjalin hubungan dengan lawan jenis?” Tanya Gista. Sepertinya mereka memang harus membahas hubungan ini dengan serius.
“Tetapi saya tidak suka pengkhianatan, Anggista.” Ucap Dirga dingin. Pria itu perlahan memejamkan matanya.
“Saya tidak pernah mengkhianati pak Dirga, meski kita hanya berhubungan saat di dalam apartemen ini saja.” Gista bangkit, kemudian duduk bersila di atas ranjang.
“Dan saya juga tidak akan mencampuri urusan atau hubungan pak Dirga dengan Bu Dianna atau Bu Ellena di luar apartemen ini.” Imbuh gadis itu kemudian.
Dirga seketika membuka matanya. Ia kembali bangkit, dan menggulingkan Gista di atas tempat tidur. Kemudian mengukung tubuh gadis itu di bawahnya.
“Baiklah, Anggista. Mari kita tidak mencampuri urusan masing - masing di luar apartemen ini. Asal dengan satu syarat, kamu tidak boleh membagi tubuh kamu dengan pria lain, selama masih dengan saya!”
“Jika saya meminta hal yang sama? Apa pak Dirga bersedia? Pak Dirga juga tidak boleh membagi tubuh bapak dengan wanita lain. Apa bapak sanggup?” Tanya Gista sembari membelai rahang tegas pria tampan itu.
“Terserah hati bapak untuk siapa. Tetapi, selama masih dengan saya, pak Dirga tidak boleh tidur dengan wanita lain. Mau itu Bu Dianna ataupun Bu Ellena. Tidak boleh.” Imbuh Gista lagi. Tangan gadis itu pun semakin berani menyentuh wajah Dirga.
Dirga memejamkan matanya. Sudah satu minggu lebih mereka tidak bersentuhan. Dan malam ini, pria itu tidak akan melepaskan Gista begitu saja.
“Kenapa tidak, Anggista?” Suara Dirga terdengar parau.
Sesaat kemudian kamar apartemen mewah itu di penuhi oleh suara lenguhan, saling bersahutan dari mulut Gista dan Dirga.
Dirga sangat mendominasi. Membuat sang gadis kalah pada putaran pertama. Namun begitu, pria itu seakan tak pernah cukup. Hingga Gista terkapar kehabisan tenaga.
“Tidurlah, Anggista.” Ucap Dirga sembari menyelimuti tubuh polos gadis itu.
Ia kemudian turun dari atas ranjang. Beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai mandi, Dirga tidak lupa membawa air hangat dan handuk kecil dari untuk membersihkan tubuh Gista.
“Ternyata kamu sangat berani meminta saya untuk tidak membagi tubuh saya dengan wanita lain.” Monolog Dirga sembari menyeringai.
Ia mungkin saja menuruti ucapan Gista karena memang tidak mau berhubungan dengan dua wanita dalam waktu bersamaan.
“Saya tidak akan membagi tubuh saya dengan wanita lain, Anggista. Kamu tenang saja. Tetapi, untuk hubungan saya dengan Dianna, kamu tidak akan bisa melarangnya.”
Selesai membersihkan tubuh Gista, Dirga kemudian memakaikan jubah mandi. Ia kembali menyelimuti gadis itu. Lalu pergi ke kamar mandi untuk meletakan wadah air hangat dan handuk basah tadi.
Tanpa Dirga sadari, Gista ternyata mendengar yang pria itu ucapan. Tubuhnya mungkin lemah, tak berdaya. Tetapi gadis itu belum sepenuhnya terlelap.
‘Baiklah, pak Dirga. Kalau begitu, mulai sekarang mari kita bermain peran. Saya akan menjadi kekasih penurut saat kita berada di dalam apartemen ini.’
...****************...