Dokter Heni Widyastuti, janda tanpa anak sudah bertekad menutup hati dari yang namanya cinta. Pergi ke tapal batas berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi pada Bumi Pertiwi. Namun takdir berkata lain.
Bertemu seorang komandan batalyon Mayor Seno Pradipta Pamungkas yang antipati pada wanita dan cinta. Luka masa lalu atas perselingkuhan mantan istri dengan komandannya sendiri, membuat hatinya beku laksana es di kutub. Ayah dari dua anak tersebut tak menyangka pertemuan keduanya dengan Dokter Heni justru membawa mereka menjadi sepasang suami istri.
Aku terluka kembali karena cinta. Aku berusaha mencintainya sederas hujan namun dia memilih berteduh untuk menghindar~Dokter Heni.
Bagiku pertemuan denganmu bukanlah sebuah kesalahan tapi anugerah. Awalnya aku tak berharap cinta dan kamu hadir dalam hidupku. Tapi sekarang, kamu adalah orang yang tidak ku harapkan pergi. Aku mohon, jangan tinggalkan aku dan anak-anak. Kami sangat membutuhkanmu~Mayor Seno.
Bagian dari Novel: Bening
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 - Luka Masa Lalu (Selingkuh)
Keduanya pun keluar dari gubuk yang sudah porak-poranda itu dengan berjalan kaki menuju jalan besar. Sebab, ponsel Seno mati daya. Dan jangan harap ia meminjam ponsel Dokter Heni untuk meminta anak buahnya menjemput mereka.
Ego dan gengsinya setinggi langit. Terlebih pada yang namanya kaum wanita. Mau dunia runtuh sekali pun sepertinya ego dan gengsinya tidak akan pernah turun. Kecuali pada putri bungsunya yakni Ayana Zafira Putri Pamungkas yang beberapa bulan lagi akan genap berusia delapan tahun. Sikap penyayang dan lembutnya hanya ditampilkan pada Aya.
Sedangkan pada putra sulungnya bernama Aldo Bimantara Pamungkas yang biasa dipanggil Aldo, sikap tegas dan otoriternya masih mendominasi daripada sikap lembutnya sebagai seorang ayah. Sebab, dirinya ingin mendidik Aldo menjadi laki-laki yang kuat dan tidak mudah diperdaya dengan kelembutan seorang wanita.
Tentu bagi Aldo yang saat ini usianya sudah menginjak delapan belas tahun, tak mudah baginya ketika lima tahun yang lalu dirinya menghadapi perceraian kedua orang tuanya. Terlebih ia melihat sendiri perselingkuhan yang dilakukan oleh ibu kandungnya, Amanda Zianida, dengan seorang laki-laki yang ia ketahui sebagai komandan sang Papa.
Untuk Aya yang kala itu masih berusia tiga tahun, belum mengerti apapun perihal masalah orang dewasa. Bahkan gara-gara perselingkuhan yang dilakukan Manda dengan Kolonel Gani Samudera, Seno sempat meragukan jati diri kedua anak mereka.
"Sumpah, Mas. Mereka anak kandung kita. Tolong maafkan, aku. Jangan ceraikan aku, Mas. Kasihan anak-anak," pinta Manda dengan derai air mata seraya bersujud di kaki Seno.
"Kasihan?" desis Seno sekaligus bernada menyindir.
Manda pun menganggukkan kepalanya. Urat malunya sudah ia buang jauh-jauh di hadapan Seno.
"Di mana otakmu saat kamu berselingkuh dan mengkhianati aku serta anak-anak, hah! Saat kamu asyik memadu kasih dengannya, apa kamu kasihan pada kami? Jawab!!" bentak Seno.
Deg...
Manda seketika terdiam membisu tak mampu menjawab cecaran dan makian Seno padanya. Seluruh barang Manda dilempar keluar oleh Seno dan ia diceraikan. Hak asuh kedua buah hati mereka jatuh ke tangan Seno. Setelah ia melakukan tes DNA dan seluruhnya hasilnya positif. Aldo dan Aya adalah seratus persen anak kandungnya bersama Manda.
Tak ada pembagian harta gono-gini yang diberikan oleh Seno. Ketika Manda menikah dengannya, wanita yang kini berstatus sebagai mantan istrinya itu tak membawa harta apa pun. Manda juga tak menuntut apa pun mengenai harta. Sebab ia masih memiliki tambang emasnya yakni Kolonel Gani Samudera, pikirnya. Padahal laki-laki selingkuhannya tersebut juga masih memiliki istri yang sah dengan tiga orang anak.
Mengenai perselingkuhan Manda dan Gani, Seno terpaksa menutup mulutnya sendiri. Tak membuka aib tersebut atau pun menuntutnya. Walaupun ingin sekali rasanya membuka kedok perselingkuhan yang menjijikkan itu. Uang dan kuasa Gani yang membuatnya tak berkutik.
Ancaman datang menerpanya baik dari karir maupun keselamatan anak-anaknya. Alhasil Seno memilih bungkam seribu bahasa dan memendamnya sendiri. Hatinya sudah koyak nyaris tak terbentuk kala itu. Sehingga membentuk jiwanya menjadi sangat dingin seperti sekarang ini. Beku laksana es di kutub.
☘️☘️
Dokter Heni membawa barang seadanya yang masih dalam kondisi bisa digunakan usai kejadian petaka tadi. Sebuah ransel berada di punggungnya dan dua tas jinjing ukuran sedang di tangan kanan serta kirinya memenuhi tentengannya.
"Astaga mimpi apa aku semalam? Kenapa hidupku ketemu lagi sama orang-orangan sawah? Tapi yang ini lebih parah sepertinya daripada Pras," batin Dokter Heni mengeluh seraya terus berjalan kaki mengikuti langkah suami barunya. Ia menatap tajam dan bersungut di belakang punggung Mayor Seno yang ada di depannya.
"Jangan mengumpatiku!" desis Mayor Seno.
"Ya ampun, apa dia cenayang?" batin Dokter Heni terkejut.
"Siapa juga yang mengumpatimu? Jangan ge-er!" sungut Dokter Heni.
"Ayo cepat! Jalan begini saja lambat. Dokter kok loyo," sindir Mayor Seno yang terus berjalan dan tak pernah menoleh ke belakang. Ia tak mau tahu kerepotan istri barunya ini membawa perintilan pribadi maupun barang-barang medis.
"Dasar suami enggak peka! Istrinya bawa tentengan juga, enggak ditolongin. Apa seorang prajurit itu gampang loyo, sampai-sampai bawa satu tas istrinya saja enggak bisa? Tapi kalau bawa ego setinggi gunung sampai puncak Everest pasti bisa," sindirnya.
Sebagai dokter spesialis kejiwaan, sekilas ia bisa langsung membaca karakter Seno yang tegas namun egois, menurutnya. Alhasil lisannya menceplos lebih dulu karena hatinya tengah kesal.
Mayor Seno seketika menghentikan langkah kakinya. Sontak hal itu membuat langkah kaki Dokter Heni yang berada di belakang tubuhnya juga ikut berhenti. Seno memejamkan matanya sejenak dan menghela napas beratnya. Lantas ia pun menoleh ke belakang, lalu menatap Dokter Heni dengan tatapan dingin nan tajam.
"Aku ingatkan sekali lagi. Status kita saat ini bukan seperti suami istri sungguhan. Jadi, jangan berharap lebih. Mengerti?"
"Sangat mengerti Mayor Seno Pradipta Pamungkas yang terhormat. Tenang saja saya akan berusaha tidak protes dengan sikap Anda pada saya. Tetapi Anda juga jangan protes jika saya bersikap layaknya seorang istri sungguhan. Bukan karena saya mengharapkan cinta atau rasa belas kasihan dari Anda. Tetapi mendiang orang tua saya mengajarkan jika seorang istri yang baik harus tetap menjalankan fitrahnya sebagaimana semestinya di dalam rumah tangganya. Manut dan tunduk pada suami selama dalam hal kebaikan. Karena buat saya pernikahan itu sakral bukan seperti mainan dadu yang cuma dilempar dan dibuang hanya untuk menang atau kalah," ucap Dokter Heni penuh penekanan di setiap kalimatnya.
Jlebb...
Seketika ucapan menohok itu tanpa sengaja masuk ke hati Seno. Dokter Heni tanpa menghiraukan tatapan suaminya, ia langsung berjalan melewati tubuh Seno. Bahkan tanpa sengaja menyenggol lengan Seno. Sebab, jalan yang mereka lalui saat ini hanya jalan setapak yang sempit.
Tubuh Seno pun berbalik kembali dan ia menatap punggung Dokter Heni dengan tatapan yang entah. Sedangkan Dokter Heni yang masih kesal dengan Seno, berjalan dengan langkah cepat sambil menggerutu dalam hati.
"Kenapa hidupku dipertemukan dengan laki-laki yang namanya hampir mirip? Prasetyo Pambudi, eh sekarang Seno Pradipta Pamungkas. Sama-sama namanya double huruf P. Sikapnya juga 11-12. Walaupun mendiang Pras sepertinya masih lebih baik daripada dia. Semoga hati ini tetap seperti ini saja. Jangan sampai aku masuk ke lubang yang sama. Sadar Heni, sadar. Mereka berdua sama-sama tak akan pernah bisa mencintaimu Heni Widyastuti," batin Dokter Heni seraya menertawakan dirinya sendiri akan pahit kehidupan cintanya.
Berusaha membentengi diri dan hatinya agar cinta tak lagi tumbuh dan hidup di dalamnya. Sudah cukup pengalaman pahit akan yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan hingga dirinya susah move on dari seorang Prasetyo Pambudi, ayah kandung Bening, di masa lampau. Ia tak mau mengalami hal yang sama kembali. Karena rasa kecewa akan cinta, tidak ada obat maupun dokternya di dunia ini.
Padahal sepasang suami istri ini sama-sama memiliki luka di masa lalu. Walaupun luka dan porsinya berbeda. Namun keduanya belum menyadari bahwa mereka bisa saling mengobati. Terkadang manusia tak sadar bahwa yang bersamanya saat ini bernilai harganya. Akibat tergerus luka masa lalu, sering membuat diri terlupa akan makna kehadiran orang yang berada di sisinya.
Tuhan tidak selalu memberikan apa yang kita mau. Tetapi yakinlah bahwa Tuhan pasti memberikan apa yang kita butuhkan.
Ketika dirinya sibuk menggerutu dalam hati tentang mendiang ayah kandung Bening dan juga suaminya sekarang ini, tiba-tiba suara Seno terdengar memanggilnya dari kejauhan.
"Tunggu!" teriak Seno hingga langkah kaki Dokter Heni otomatis berhenti. Lalu, ia menoleh ke belakang melihat suaminya yang sedang berjalan ke arahnya.
Bersambung...
🍁🍁🍁
eh salah hamil maksudnya