Kata orang cinta itu indah,bisa membuat orang tertawa,dan berbunga-bunga,namun juga bisa buat orang menangis,tangis bahagia kah itu? atau tangis karena sakit?
Tapi bagiku cinta itu ibarat luka tak berdarah,sakit tak tau dimana sakitnya,itulah cinta yang aku rasakan,benarkah itu cinta? ataukah sesungguhnya itu luka yang ku kira cinta?
Tuhan....aku mengimpikan cinta yang seperti orang katakan,cinta yang seperti kisah cinta Rasulullah dengan bunda Aisyah,atau seperti cintanya Rasulullah pada bunda Khadijah_..
@..Adiba Khanza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arisha Langsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata sangat sakit.
20 menit waktu yang Dea butuhkan untuk tiba di sebuah restoran yang terlihat begitu asri, sederhana tapi elegan,Dea sudah mengatakan pada Riki seperti apa karakter Adiba,wanita yang lekat dengan kesederhanaan,dan restoran itulah yang menjadi pilihan Riki.
" Ayo.." ajak Dea pada Adiba saat ia sudah selesai memarkirkan mobilnya di parkiran khusus pelanggan.
" Disini mbak? masyaallah..indah banget ya mbak tempatnya" puji Adiba.
" Asri banget kan,kayak menyatu dengan alam gitu,disini menu nya lengkap loh,mulai dari western sampai menu Asia jadul,menu arabian juga ada, pokoknya rekomendasi banget deh" cerita Dea.
Adiba mengangguk" ternyata ada ya restoran selengkap itu,aku malah baru tau restoran ini mbak, maklum waktu ku habis di pesantren dan lanjut kuliah di asrama kampus,baru satu tahun lebih ini aku bebas kemanapun " jujur Adiba.
Dea tersenyum mendengar ucapan Adiba" kamu itu ibarat mutiara yang tersembunyi Diba dan lebih baik terus di sembunyikan, agar keamanan kamu lebih terjamin dari buas nya para pemangsa" ucap Dea.
Adiba tersenyum mendengar ucapan Dea ' bahkan aku sudah menjadi mangsa seseorang mbak ' batin Adiba lirih.
Dea menggandeng tangan Adiba saat mulai memasuki pintu resto, seorang pelayan menghampiri mereka mengucapkan selamat datang dan mengarahkan meja yang ingin Dea tuju,setelah mengatakan bahwa ia telah membuat janji.
" Mbak duluan aja ya,aku numpang shalat bentar,biar ngobrol nya nyaman" Adiba meminta izin untuk melaksanakan kewajiban empat rakaat nya.
Dea mengangguk " oh ya udah,nanti langsung ke ruangan yang mbak nya sebutkan ya" pinta Dea lembut.
Adiba mengangguk seraya tersenyum manis" Ia mbak" patuh Adiba.
Dua wanita cantik itu berpisah untuk sementara,Dea menuju ruangan VVIP yang sudah di reservasi oleh adik nya, sedangkan Adiba menuju samping resto,sesuai petunjuk petugas resto.
" Hai...udah lama? Sorry sedikit telat" Dea menyapa sang adik dan sang kekasih dengan wajah sumringah nya.
" Kok sendiri mbak? Mana?" Riki langsung bertanya tanpa basa-basi lagi saat melihat orang yang ia tunggu tidak bersama sang kakak.
" Ada,lagi shalat di mushalla,sabar dong, segitunya banget sih" ledek Dea .
Riki mengangguk seraya tersenyum kikuk, sedangkan Abizar terlihat lebih fokus pada ponselnya yang sedang berbalas pesan dengan seseorang.
" kok belum pesan menu?" tanya Dea, yang baru menyadari meja mereka masih kosong.
" Kami udah, tinggal mbak sama dokter Diba aja yang belum,aku ga tau selera nya,mbak aja yang pesankan" jawab Riki.
Dea mengangguk" oh..dokter Diba mah orang nya simple,ga aneh-aneh juga,dia cuma alergi seafood,selain itu aman,ya udah biar aku pesankan aja" ucap Dea, dengan cekatan dokter cantik itu menuliskan beberapa menu untuk nya dan Adiba,tak lupa minuman kesukaan nya dan Diba juga.
Suasana di meja itu terlihat hangat dengan sedikit obrolan ringan,Abi juga sudah meletakkan ponselnya ikut mengobrol karena Riki tengah membahas tentang beberapa kerja sama perusahaan mereka, obrolan mereka terhenti saat kehadiran seseorang.
" Maaf jadi nunggu" ucap Adiba tulus.
" Sini,ngak kok, pesanan kita belum juga datang,kamu duduk sini di sebelah Riki,ga pa pa kan?" ucap Dea lembut.
" Sayang kenalin ini dokter Adiba.. yang sering aku ceritain ke kamu, sekaligus dokter yang di pilih bang Randi menjadi pendamping mama kamu terapi" dengan sangat ceria Dea memperkenalkan Adiba pada kekasihnya.
Deg...
Dua jantung terasa berhenti berdetak,Adiba bahkan menggenggam erat tali tas sandang nya, menatap sesaat wajah di depannya dan segera menunduk.
Sedangkan Abizar refleks menegakkan duduknya dari awalnya bersandar di sandaran kursi, ekspresi nya sungguh tak terbaca ' dia..dokter? Ini tidak mungkin ' bantah Abizar dalam hati.
" Adiba.." sapa Adiba sopan,ia menangkup kan kedua tangannya di depan dada,tanda memberikan salam pada dua pria di depannya.
" Aku Riki, adiknya mbak Dea, silahkan duduk dok" sapa Riki sopan, kekaguman nya semakin bertambah saat melihat Adiba yang bahkan sekedar berjabat tangan pun menolak jika bukan dengan mahram nya.
" Terimakasih.. panggil Adiba aja tuan,saya masih dokter magang dan juga lebih santai"
" Kalau begitu jangan panggil saya tuan,panggil nama saja,biar lebih nyaman "
" Saya panggil mas saja ya,saya merasa tidak sopan memanggil nama saja untuk orang yang lebih tua dari saya"
" Tidak buruk, bahkan terasa lebih enak di dengar, terimakasih " ucap Riki tulus, perasaannya berbunga membayangkan Adiba memanggilnya mas, sedangkan Adiba mengangguk pelan,merasa sungkan.
" Sayang.." tegur Dea pada Abizar saat melihat kekasihnya hanya diam.
" Abizar" ucap Abizar singkat dengan nada dingin.
Adiba mengangguk seraya memaksakan senyuman,se kuat tenaga ia menyembunyikan kegugupan nya,rasa nyeri di hatinya saat melihat pria yang semalam menjamahnya dan memeluknya hingga pagi kini berada di sisi wanita lain, kekasihnya.
Adiba duduk dengan tenang,tak sedikitpun matanya menatap atau melirik Abizar , mereka tengah menikmati hidangan makan siang mereka, hidangan yang terasa begitu hambar oleh Adiba, sedangkan Riki terlihat begitu bersemangat, senyuman tak pernah luntur dari sudut bibirnya.
lain halnya dengan Abizar yang sesekali mencuri pandang ke arah Adiba,ia bahkan meremas kuat gagang sendok di tangan nya saat melihat Riki yang begitu perhatian pada Adiba, bahkan Riki menukar bistik miliknya yang sudah terpotong untuk Adiba,membuat Adiba merasa sangat canggung.
"Terimakasih mas" ucap Adiba lirih,ia semakin menundukkan wajahnya,berusaha keras untuk terlihat tenang.
Sedangkan Dea tersenyum bahagia melihat interaksi adiknya dengan Adiba,Riki terlihat antusias namun tetap sopan dan sabar,tak terlihat buru-buru saat melakukan pendekatan,perlahan namun berkesan, bahkan Adiba mengakui sikap Riki terlihat gentle dan dewasa.
Sedangkan Abizar semakin merasakan sesuatu membakar hatinya,rasanya ia sangat ingin menghadiahkan bogem mentah di wajah Riki dan menyeret Adiba membawanya pulang dan mengurungnya di villa.
Hanya 30 menit kebersamaan mereka, tapi terasa bagaikan berjam-jam bagi Adiba dan Abizar,berbeda dengan Dea dan Riki Yang begitu menikmati momen makan siang bersama mereka.
" Diba..kamu ga pa pa kan balik ke rumah sakitnya di antar Riki? Aku ada perlu dengan Abi sebentar" tanya Dea lembut.
" Aku bisa naik taksi atau ojek mbak,ga apa,mas Riki langsung ke kantor aja" tolak Adiba secara halus.
" Bareng aja ya, kebetulan aku juga ada yang ingin aku urus di FG hospital,aku ingin bertemu dengan Dirut FG hospital " ucap Riki tak berbohong, karena memang FG hospital memiliki kerja sama dengan perusahaan nya, perusahaan keluarga Riki yang bekerja sama dengan mereka untuk proyek kebutuhan furniture rumah sakit tersebut.
Dengan sangat terpaksa Adiba mengangguk,ia tak memiliki alasan lagi untuk menolak.
Melihat keraguan di wajah adiba,Riki angkat bicara " kamu bisa duduk di kursi penumpang bagian belakang, anggap aja kamu sedang naik taksi" ucap Riki tulus.
Adiba mengangkat wajahnya sesaat, menatap tak percaya sekaligus sungkan pada Riki, ternyata masih ada pria yang bisa menghargai wanita hingga se detail itu.
" Maaf mas" lirih Adiba.
Riki tersenyum tipis mendengar permintaan maaf Adiba,ia menggeleng pelan" tidak ada yang salah Adiba,saya justru senang di jaman seperti ini masih ada wanita yang sangat menjaga martabat nya,di tengah gempar nya pengaruh budaya barat yang merebak di negara kita" puji Riki.
" Terimakasih mas"
" Sama-sama...kamu tidak perlu sungkan untuk menunjukkan dan mempertahankan prinsip yang sudah kamu tanamkan dalam diri kamu,itu hak kamu dan aku akan terus berusaha untuk menghormati prinsip mu itu"
" Mbak kami duluan ya,mas" pamit Riki pada Dea dan Abizar.
" Aku duluan ya mbak,tuan" Adiba ikutan pamit dan menunduk hormat.
Dea mengangguk seraya tersenyum manis, sedangkan Abizar hanya mengangguk kaku dengan wajah dingin dan tatapan tajam menatap Adiba.
' Ki kawal terus sampai halal' bisik Dea pada sang adik,namun masih jelas terdengar oleh Abizar, sedangkan Riki tersenyum seraya mengangguk tipis, menatap punggung Adiba yang berjalan perlahan meninggalkan ruangan VVIP itu.
Setelah kepergian Adiba dan Riki,Abizar bangkit dari duduknya" Aku ada pertemuan satu jam lagi,kamu masih mau disini?" ucap Abizar datar.
Dea tersenyum" aku kira kamu tidak sibuk hari ini,ayo"
Abizar mengangguk seraya melangkah meninggalkan ruangan VVIP itu dan di ikuti Dea di belakang.
Keduanya berpisah di parkiran,menuju tujuan masing-masing,Abizar masih bisa melihat punggung mobil Riki meninggalkan resto dan di ikuti oleh mobil Dea.
Di mobil Adiba menatap luar jalanan, dadanya terasa sesak, rasanya ia sangat ingin berteriak meluapkan semua sesak di dadanya ' Allah... ternyata sangat sakit ..' rintih Adiba dalam hati, ia segera mengusap wajah nya dengan ujung hijabnya,ia tak mungkin membiarkan Riki melihat nya menitikkan air mata tanpa orang tau penyebabnya.
semangat
semangat Thor update cerita nya