BY : GULOJOWO NOVEL KE-7 😘
"Menikahlah dengan ku, aku pastikan ayah mu bisa melihat lagi."
Gluk!
"Dan jika kamu bisa membangunkan milik ku, maka aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan."
Gluk!
Lagi-lagi Kirana, gadis yang akrab dengan panggilan Kiran itu menelan ludahnya berkali-kali saat mendengar ucapan dari bosnya yang menurut rumor yang beredar di kantor tempatnya bekerja, bosnya itu mengidap impoten.
Apakah Kirana akan menerima tawaran bosnya itu dengan iming-iming yang dijanjikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GuloJowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 7
Hampir pukul setengah sembilan Kirana dan Mei baru tiba di kantor tempatnya bekerja. Dan sudah bisa dipastikan dan tidak bisa dihindari lagi, mereka berdua langsung mendapat siraman rohani dari Bu Winda sebagai atasannya. Setelah itu baru Kirana disuruh menghadap ke pak Arsen yang tadi meminta agar Kirana segera menghadap kepadanya setelah gadis itu tiba di kantor.
Kirana nampak kebingungan dan juga ketakutan. Pasalnya bukan hanya dirinya saja yang terlambat datang ke kantor. Melainkan bersama Mei sahabatnya. Lantas kenapa hanya dirinya seorang yang dipanggil untuk menghadap bosnya itu? Apakah dirinya nanti akan dipecat karena keterlambatan yang tidak disengajanya itu?
"Cepetan sana!" Bentak Bu Winda. "Jangan lelet!" Karena Kirana masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.
Kirana dan Mei masih saling pandang. Mei pun sebenarnya juga tidak tega melihat raut ketakutan yang nampak jelas di wajah sahabatnya itu. Namun dirinya juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong sahabatnya. Kalau dirinya ikut menghadap bosnya, bisa-bisa nanti dirinya juga ikut dipecat. Ya, Mei pun berpikiran yang sama dengan Kirana. Mei mengira bahwa hari ini adalah hari terakhir Kirana bekerja bersamanya di perusahaan itu.
Dengan langkah gontai dan sedikit gemetaran. Kirana menyeret kakinya meninggalkan Mei masuk ke dalam lift yang akan mengantarkannya ke lantai teratas di mana ruangan bosnya berada.
Ting!
Bunyi pintu lift yang terbuka. Namun Kirana tak langsung keluar dari lift tersebut. Hingga pintu lift itu akan kembali tertutup, Kirana baru tersadar.
"Eh," Cepat-cepat Kirana menahan pintu lift itu agar tidak tertutup. Lalu ia segera keluar dari lift.
Degh! Degh! Degh!
Baru saja dirinya keluar dari dalam lift, detak jantungnya sudah mulai menggila. Kirana menarik kemudian membuang nafasnya beberapa kali untuk mengurangi ketakutannya.
Dengan bermodal bismillah, Kirana memberanikan diri melangkah menuju ke ruang sekretaris Niko. Ya, Kirana ingin terlebih dulu bertemu dengan sekretaris Niko sebelum bertemu dengan bosnya. Kirana ingin mengetahui dari sekretaris Niko alasan dirinya dipanggil. Dan beruntungnya sekretaris Niko saat ini sedang berada di ruangannya.
Tok.. Tok.. Tok..
Kirana mengetuk pintu kaca transparan itu. Sekretaris Niko langsung menoleh kemudian menyunggingkan seulas senyum. Sekretaris Niko bangkit dari duduknya untuk membukakan pintu.
"Baru tiba?" Tanya sekretaris Niko saat pintu dibuka.
"I-iya pak, maaf!" Takut-takut Kirana menunduk.
"Tak apa, itu kan bukan kemauan mu."
"Eem, ada apa ya pak? Kenapa saya dipanggil? Apa karena saya datang terlambat? Tapi kan saya datang terlambat bersama teman saya Mei. Lantas kenapa hanya saya yang dipanggil untuk menghadap Pak bos?" Kirana memberanikan diri mengutarakan isi hatinya.
Sekretaris Niko kembali mengulas senyum untuk menenangkan Kirana yang nampak jelas terlihat ketakutan. "Saya juga tidak tahu."
Kirana mengernyitkan alisnya. Jawaban sekretaris Niko benar-benar sama sekali tidak membantu mengurangi ketakutannya.
"Ayo saya antar." Sekretaris Niko berjalan terlebih dahulu menuju ke ruangan Arsen. Mau tak mau Kirana pun mengekor di belakangnya.
Tok.. Tok.. Tok..
Sekretaris Niko segera masuk setelah mendapat sahutan dari dalam. Namun Kirana masih terdiam mematung di depan pintu.
"Maaf Tuan, Kirana sudah datang dan ingin menghadap kepada Tuan."
"Masuk!"
Suara berat Arsen membuat ketakutan Kirana semakin menjadi. Tubuhnya gemetaran. Jika boleh dirinya ingin berlari menjauh dari ruangan itu. Namun sayangnya ia tidak bisa menghindar dari kesalahan yang tidak disengajanya.
"Masuklah." Sekretaris Niko mempersilahkan Kirana masuk.
Kirana pun perlahan menyeret langkah kakinya yang terasa berat masuk ke dalam ruangan yang baginya sangat menakutkan. Ia merasa layaknya terpidana yang akan diadili di meja hijau.
"Se-selamat pa-pagi Tuan" Kirana menunduk takut-takut. "Ma-maaf jika saya terlambat."
"Siapa yang kemarin membuat kopi?!"
"Hah!" Karena saking terkejutnya dengan pertanyaan bosnya itu Kirana sampai terbengong.
"Jangan sampai aku mengulangi pertanyaan ku untuk kedua kalinya!"
"Sssttt! Kirana!" Panggil sekretaris Niko saat melihat Kirana masih terbengong. Sekretaris Niko hanya takut bosnya itu melemparkan sesuatu ke arah Kirana untuk menyadarkannya.
Dan benar saja, kotak tisu langsung melayang ke arah Kirana. Beruntung sekretaris Niko langsung berdiri di depan Kirana hingga tubuhnya lah yang terkena lemparan itu. Membuat Kirana akhirnya tersadar.
"Ma-maaf Tuan." Kirana kembali menunduk takut-takut.
"Siapa yang kemarin membuat kopi?" Bisik sekretaris Niko yang masih berada di depan tubuh Kirana.
"Saya Tuan!" Sahut Kirana lantang. Namun setelah itu dirinya langsung membekap mulutnya dengan kedua tangannya saat tersadar dirinya telah meninggikan suaranya.
"Saya mau setiap pagi sebelum saya tiba di kantor, kopi itu sudah ada di meja saya! Dan saya mau kamu yang membuatnya dengan rasa yang sama seperti yang kemarin saya minum!" Ujar Arsen dengan suara beratnya. "Sekarang keluar! Buatkan saya kopi dan segera antarkan kemari!"
"Ba-baik Tuan! Permisi." Kirana cepat-cepat meninggalkan ruangan CEO.
Setibanya di pantry, Kirana langsung dicecar oleh Mei. Ada Bu Winda juga di sana yang menatap ke arah keduanya.
"Bagaimana? Apa kamu dipecat?" Tanya Mei saat sahabatnya itu baru saja masuk ke dalam pantry.
Kirana menggeleng membuat Mei mengernyitkan dahinya. "Lalu? Ada apa? Kenapa kamu dipanggil kalau bukan untuk dipecat karena keterlambatan kita datang ke kantor?"
"Tuan Arsen minta dibuatkan kopi." Sahut Kirana melangkah mendekati kompor kemudian menyalakannya untuk merebus air.
"Hah!" Mei terkejut. "Minta kopi?" Beo Mei. "Hanya minta kopi Ran?" Mei mengulang ucapannya. Kirana mengangguk. "Astagaaa.... Hanya minta dibuatkan kopi saja kita sudah ketakutan setengah mati. Ah sialan! Eh," Mei langsung membungkam mulutnya saat menyadari Bu Winda sudah melotot tajam ke arahnya. "Maaf Bu, kelepasan. Hehe..." Mei nyengir kuda yang membuat Kirana ikut terkekeh.
"Sudah! Lanjutkan sana pekerjaan mu!" Bu Winda berlalu meninggalkan pantry.
"Baik Bu." Mei pun langsung ikut keluar meninggalkan Kirana seorang diri.
*****
*****
*****
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏
Terimakasih
rasain luuu