Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ASISTEN PRIBADI SANGAT PRIBADI
Embun mondar mandir diruangan Nathan. Sampai kapan dia harus bersembunyi disini? Dan apakah ini solusi yang baik? Atau mungkin malah menambah masalah karena pekerjaannya menumpuk.
"Bisa diem gak?" Nathan tak bisa konsentrasi kerja karena Embun terus mondar mandir.
"Aku keluar ya Kak," rengeknya.
"Udah siap dibully?"
Embun menggeleng sambil memainkan jemarinya. Sanksi sosial emang berat banget. Bahkan orang yang gak kuat, bisa jadi stres. Dibully satu kantor karena dianggap pelakor, jelas bukan hal yang mudah.
"Duduk manis, jangan mondar mandir, bikin pusing," ujar Nathan.
"Tapi kalau aku disini terus, kerjaanku numpuk. Yang ada entar aku diomelin. Ya kalau cuma diomelin, kalau dapat sp? Kemarin aja udah dapat sp karena telat. Gimana kalau sampai aku dipecat. Em_"
"Bisa diam gak?" tekan Nathan sambil melotot.
Nyali Embun seketika menciut dipelototin seperti itu. Dia kembali duduk manis disofa meski pikirannya tak bisa tetap diam.
Nathan menghela nafas memperhatikan gadis tersebut. Kasihan juga kalau Embun harus dihujat satu kantor karena skandal perselingkuhan dengan Rama. Sudah jadi rahasia umum jika pasangan selingkuh ketahuan, pelakor yang lebih disalahkan, meski sebenarnya, sisuami juga salah.
Nathan memanggil sekretarisnya agar masuk. Tak lama kemudian, Anisa yang mejanya berada diluar ruangan Nathan, segera masuk. Tak lupa wanita itu melirik Embun yang duduk disofa.
"Ada apa Pak?"
"Bilang sama bagian personalia, mulai sekarang, Embun dipindahkan bagian."
Embun seketika melotot mendengar penuturan Nathan barusan. Dia dipindah? Dipindahkan kemana? Apa keanak perusahaan, atau kemana?
"Pindah kemana? Ma-maksud saya, pindah divisi atau pindah ke perusahaan cabang atau bagaimana?" tanya Anita sambil melirik Embun dari sudut matanya. Menurutnya, Embun sudah terlalu lama berada diruangan bosnya itu. Entah apa yang mereka bicarakan dari tadi.
"Mulai sekarang dia jadi asisten pribadi saya."
Anisa langsung terkejut, begitupun dengan Embun, wanita itu lebih terkejut lagi. Jika Embun jadi asisten pribadi, apa kabar dengan Dimas? Apa pria itu dipecat?
"Kenapa bengong? Cepat pergi kebagian personalia."
"Ba-baik Pak. Kalau begitu saya permisi," Anisa menunduk sopan lalu berjalan kearah pintu dengan pikiran berkecamuk.
"Tunggu sebentar," panggil Nathan saat Anisa hendak membuka pintu. "Suruh orang untuk mengemasi barang Embun dimeja kerjanya. Bawa kesini, mulai hari ini, Embun satu ruangan dengan saya."
"Sa-satu ruangan!" pekik Embun.
Menurutnya Nathan, lebih mudah mengawasi Embun jika mereka satu ruangan. Rama tak akan lagi bisa macam-macam. Selain itu, dia tak perlu lagi mendengar gunjingan diluar sana.
.
.
Keluar dari ruangan Nathan, bukannya ke bagian personalia, Anisa malah ke ruangan Dimas. Wajahnya yang terlihat tegang membuat Dimas langsung mengerutkan kening.
"Ada apa?" tanya Dimas.
"Ka, kamu dipecat."
"WHAT!" pekik Dimas sambil langsung berdiri. Langit seperti langsung runtuh menimpanya mendengar kata dipecat. Tapi apa salahnya, kenapa dia dipecat?
"Pak Nathan menggantikan posisimu dengan Embun," lanjut Anisa.
"Ma-maksud kamu?"
"Mulai saat ini, Embun yang akan jadi asisten pribadi Pak Nathan."
Kaki Dimas seketika terasa lemas, dia kembali duduk dikursinya dengan wajah pucat seperti orang kena tipus. Padahal kemarin dia baru melamar Cindy, kekasihnya. Tapi hari ini, dia malah dipecat. Lalu bagaimana dengan pernikahannya nanti.
"Sepertinya Embun pakai pelet. Dia tak hanya berhasil merayu Pak Rama, tapi sekarang Pak Nathan juga. Fix, aku harus dekat dengannya. Siapa tahu aku diajarin caranya melet laki-laki." Anisa senyum senyum sendiri, membayangkan kalau nanti dengan bantuan Embun, dia bakal bisa menggaet pria tampan dan kaya raya. Menggaet Nathan sampai jungkir balik, kaki jadi kepala, kepala jadi kaki, belum juga dia bisa mendapatkan pria itu.
Anisa seketika menepuk jidat saat ingat Nathan menyuruhnya kebagian personalia. Dia keluar dari ruangan Dimas tanpa pamit.
Dimas merenung, memikirkan apakah dia punya salah pada Nathan. Rasa-rasa kerjanya bagus, tapi kenapa Nathan tiba-tiba memecatnya? Apa perusahaan sudah mau bangkrut, hingga Nathan mulai memangkas karyawan. Dan demi mengurangi pengeluaran, menjadikan istri sebagai asisten pribadi, jadi tak perlu bayar orang.
Dret dret dret
Dimas yang sedang melamun terkesiap saat ponsel diatas mejanya bergetar. Tertera nama Bos Nathan dilayar.
"I, iya Pak," ujar Dimas saat panggilan terhubung.
"Datang keruangan saya."
"Ba-baik." Dimas menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan. Saat ini, dia sedang menyiapkan mental untuk segera menjadi pengangguran. Dia yakin Nathan memanggilnya untuk menyampaikan perihal pemecatan.
Dengan langkah lunglai, Dimas berjalan menuju ruangan Nathan yang ada disebelah ruangannya. Setelah mengetuk pintu dan mendengar sahutan dari dalam, dia segera masuk. Dia melihat Embun duduk disofa. Entah kenapa dia mendadak kesal dengan gadis itu. Kerena Embun, dia jadi kehilangan pekerjaan.
"Apa sudah siap?" tanya Nathan.
Dimas menggeleng, sampai kapanpun, dia tak akan siap untuk dipecat.
"Belum?" seru Nathan. "Bukankah aku sudah menyuruhmu menyiapkannya jauh-jauh hari. Bisa-bisanya kau teledor seperti ini." Dia berdecih sambil melihat jam dipergelangan tangannya. "Cepat siapkan, tinggal 2 jam lagi."
"2 jam?" Dimas hampir saja pingsan. Dia hanya diberi waktu 2 jam untuk berkemas. Apa tak ada waktu untuk sekedar berpamitan pada rekan-rekan. "Apa tak bisa jika sampai akhir bulan, atau minimal 3 hari lagi?"
Mata Nathan langsung melotot. "Kau jangan becanda. Meeting 2 jam lagi, dan kau minta waktu hingga bulan depan? Apa kau pikir klien kita nenek moyang kamu?" bentak Nathan.
"Me-meeting?"
Nathan mengumpat pelan karena kesal. Kenapa hari ini, Dimas yang dia kenal cerdas dan cekatan, tiba-tiba berubah menjadi bodoh.
"Iya meeting. 2 jam lagi klien datang," sahut Nathan.
"Ja-jadi yang Bapak bicarakan dari tadi itu masalah meeting?"
"Iya. Kau pikir apa?"
Nathan ingin sekali melempar kepala Dimas dengan sepatu. Sepertinya otak asistennya itu sedang geser hari ini.
"Jadi saya tidak dipecat Pak?"
"Pecat?" Sekarang justru Nathan yang bingung. "Siapa yang mau mecat kamu?"
"Ka-kata Anisa, saya dipecat. Dan posisi saya digantikan oleh Embun." Dimas menoleh kearah Embun yang duduk disofa.
Nathan berdecak pelan. Apakah semua orang didunia itu suka sekali menambahkan kata-kata. Apa tak lengkap rasanya jika hanya bicara seadanya tanpa dibumbui sesuatu? Padahal dia hanya bilang jika Embun akan jadi asistennya, tak pernah dia bilang mau memecat Dimas. Tapi kenapa informasi yang diterima Dimas sudah berbeda. Anisa sudah menambahkan bumbu sehingga terjadi salah informasi.
Dimas merasa lega. Dia gegas kembali keruangannya untuk mempersiapkan berkas meeting.
"Kak," Embun mendekati Nathan dimejanya. "Kan udah ada Dimas, lalu kerjaku apa?" Embun masih tak habis pikir, kenapa Nathan menjadikannya asisten priabadi sementara masih ada Dimas.
"Nanti juga ada kerjaan," sahut Nathan santai dengan mata tetap fokus kelayar laptop.
"Ya tapi kerjaannya apa? Aku bingung kalau hanya diam saja begini."
Nathan mendesis pelan lalu menatap Embun. "Apakah kamu sangat ingin ada kerjaan?"
Embun mengangguk cepat. Dia tak mau dikira makan gaji buta kalau gak ada kerjaannya.
"Hem," Nathan menepuk bahunya sendiri. "Pijitin saya."
Embun seketika melotot dengan mulut terbuka. "Pekerjaan apaan itu?" tanyanya.
"Pekerjaan asisten pribadi."
Mendengar itu, tiba-tiba Embun bergidik karena membayangkan sesuatu. Jika itu pekerjaan asisten pribadi, itu artinya.....
"Kenapa ekspresimu seperti itu?" tanya Nathan heran.
"Apakah biasanya, Dimas yang mijitin Kakak?" Embun membayangkan Dimas bergerak sedikit gemulai sambil memijit bahu Nathan.
Nathan seketika mendecak pelan. "Buang pikiran kotor kamu. Ini pekerjaan kamu hanya khusus buat kamu selaku asisten pribadi sangat pribadi."
"Hah!" lagi-lagi Embun melongo. Profesi apa itu, asisten pribadi sangat pribadi????
Nathan 🤣🤣🤣