Mimpi yang terus terulang membwa Leora pergi ke dimensi berbeda serta merubah kehidupannya.
Dia yang hanya seorang pemilik toko kecil di pusat kota justru di sebut sebagai ELETTRA (Cahaya) di dimensi lain dan meminta bantuannya untuk melenyapkan kegelapan.
Secara kebetulan, begitulah menurutnya. dirinya pergi ke dimensi berbeda bersama Aron yang menjadi sahabatnya melalui mimpi, namun siapa sangka persahabatnnya bersama Aron justru membawa dirinya pada situasi yang tidak biasa.
Sihir yang semula hanya dia tahu melalui buku secara ajaib bisa dia lakukan.
Dan ketika cinta bersemi di hatinya serta tugas melenyapkan kegelapan telah selesai, apa yang akan dia lakukan?
Akankah dia kembali ke dimensi aslinya atau akan tetap bersama pria yang dia cintai?
Ikuti kisahnya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. LD 22.
[[ " Nona,,,"
"Siapa?" Leora bertnya dalam benaknya.
"Saya Xavier, Nona," jawabnya.
Wanita itu segera menegakkan punggung, menggosok telinganya sendiri seolah ada yang salah dengan telinganya sendiri
"Bagaimana aku bisa mendengar suaramu?" tanya Leora.
"Saya terhubung dengan Anda karena adanya kontrak sihir, Nona," jelas Xavier.
"Apakah Anda baik-baik saja?" imbuhnya bertanya.
"Aku baik-baik saja, tapi bagaimana dengan, Asra?" Leora balas bertanya.
"Kami sudah berada ditempat aman bersama semua orang yang selamat. Tolong untuk tidak datang dalam waktu dekat, Erebus sudah mengetahui tentang Anda,"
"Bagaimana bisa?" sambut Leora.
"Kebakaran itu hanya pancingan untuk membuat Anda keluar, selain itu dia bisa merasakan emosi yang ada di dalam diri Anda,"
"Ketika dia melihat Anda meminjam sihir, serta bagaimana reaksi tubuh Anda yang kehilangan kesadaran, saat itu jugalah dia mengetahuinya,"
"Dia bahkan datang kembali dan menyerang Asra untuk membawa Anda, "
"Namun, Tuan memindahkan semua orang ke tempat aman sebelum hal itu terjadi dan memasang pelindung sebelum kembali ke dimensi Anda bersama Anda," terang Xavier.
"Aron?" tebak Leora.
"Benar, Nona," sahut Xavier.
Leora terdiam cukup lama memikirkan apa yang baru saja Xavier sampaikan padanya. Meski waktu yang ia habiskan di dimensi berbeda sangatlah singkat, namun sikap semua orang terhadapnya bukanlah kepalsuan.
"Bisakah kamu mengatakan semuanya padaku apa saja yang terjadi di sana selama kami belum kembali, Xavier?" harap Leora.
"Sesuai keinginan Anda, Nona," sambut Xavier.
"Baiklah, itu saja," ucap Leora.
"Baik, Nona,"
## Percakapan Leora dan Xavier berakhir. ##
Leora menghembuskan napas kasar, lalu menyandarkan punggung pada sandaran tempat tidur dengan kepala sedikit tengadah. Memikirkan ulang apa yang Aron katakan padanya serta apa yang baru saja Xavier katakan.
"Seberapa besar sebenarnya kekuatan yang Aron miliki?"
"Apakah semua usahaku dalam membuka toko coklat juga akan berakhir begitu saja?"
Wanita itu mendesah lelah, memikirkan beberapa hal dalam satu waktu hingga membuat ia tertidur dalam posisi duduk. Ia bahkan tidak lagi mendengar ketika pintu kamar terbuka diikuti Aron yang melangkah masuk.
Pria itu berdiri di samping tempat tidur selama beberapa saat tanpa suara, memandangi wajah wanita yang membuat dirinya rela melakukan apa saja tanpa berpikir dua kali.
"Aku tidak tahu mengapa, tapi aku tidak rela melihatmu terluka. Mungkin, aku akan tinggal di kota ini selama beberapa hari lagi, setelah itu aku akan kembali,"
"Jika dengan melupakanku akan membuatmu tetap aman, maka itulah yang akan aku lakukan,"
Aron berkata lirih, mencondongkan tubuhnya ke depan hingga wajah mereka saling berdekatan. Ia bahkan bisa melihat bulu mata Leora bergerak karena hembusan napasnya.
Kedua tangan Aron terulur untuk membenarkan posisi Leora menjadi berbaring dengan gerakan hati-hati, lalu menjauhkan wajahnya. Namun sebelum hal itu bisa ia lakukan, wanita itu membuka kedua matanya dan bangun dengan gerakan tiba-tiba.
'DUGH,,,,,!'
"Akh,,,,, !"
Keduanya serempak mengaduh sembari menyentuh dahi masing-masing. Aron menjauhkan wajah, sementara kepala Leora kembali terjatuh ke atas bantal dengan wajah meringis.
"Aron! Apa yang sedang kau lakukan?" geram Leora seraya bangun dari berbaringnya sembari menyentuh dahinya sendiri.
"Kenapa kau masuk disaat aku sedang tidur?" imbuh Leora dengan tatapan menyelidik.
"Aku hanya ingin memastikan kamu sudah tidur." sanggah Aron masih mengusap dahinya sendiri.
"Dan aku melihatmu tidur dengan posisi duduk, itulah mengapa aku masuk untuk membetulkan posisimu, tapi kamu bangun secara tiba-tiba," Aron menambahkan.
Leora masih meringis sembari menyentuh dahinya sendiri, nyaris melupakan alasan mengapa dirinya terbangun hingga membuat dahi mereka berbenturan.
"Kenapa kamu bangun tiba-tiba seperti itu?" tanya Aron seraya menyingkirkan tangan Leora dari dahi wanita itu dan digantikan dengan tangannya mengusap lembut dahi Leora.
"Apakah masih sakit?" imbuh Aron bertanya.
"Bagaimana menurutmu?" Leora balas bertanya sembari mengerucutkan bibir.
"Maaf, aku tidak berniat untuk melakukannya," sesal Aron.
"Pft,,,, Aku hanya bercanda astaga," sambut Leora tergelak singkat.
"Aku baik-baik saja." imbuhnya sembari menyingkirkan tangan Aron dari dahinya.
"Lalu, mengapa kamu terbangun?" tanya Aron.
"Tanganku tiba-tiba terasa pan_,,, ukh,,,,"
Leora gagal menyelesaikan kalimatnya ketika pergelangan tangan kirinya kembali merasakan sakit seperti terbakar, membuat wanita itu menutupi pergelangan tangannya sendiri menggunakan satu tangan yang masih bebas.
Hal yang cukup untuk membuat Aron memeriksa tangan kiri Leora hanya untuk melihat warna hitam di pergelangan menjadi lebih pekat.
"Tahan sebentar," ucap Aron.
Aron baru akan menangkupkan telapak tangannya pada tangan Leora ketika wanita itu dengan cepat menahannya.
"Apakah itu artinya ada satu nyawa lagi yang dikorbankan?" tanya Leora dengan wajah meringis.
"Ya, biarkan aku memudarkannya," jawab Aron cepat.
"Tidak perlu!" tolak Leora.
"Memudarkan tandanya tidak akan membuat nyawa yang hilang kembali bukan?" imbuh Leora bertanya.
"Setidaknya kamu tidak merasakan sakit lagi," sanggah Aron.
"Aku tidak apa-apa, hanya terasa menyengat seperti terbakar dan itu hanya sebentar," jawab Leora.
"Tapi_,,,"
"Aku akan membantu, Aron," potong cepat Leora.
"Tapi, beri aku waktu untuk menyelesaikan urusanku di sini,"
"Apa?" sambut Aron terkejut.
"Tapi, kamu akan_,,,"
"Kehilangan kehidupanku di kota ini?" potong Leora lagi.
Pria itu tidak memberikan jawaban, namun mengangguk lemah.
Leora tersenyum kecut, menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, lalu kembali berkata,
"Aku merasakan sakit pada tanganku saat satu nyawa menghilang, dan aku menyadarinya namun tidak melakukan apapun,"
"Rasanya seperti akulah yang menjadi pembunuhnya, Aron. Aku tidak ingin ada satu nyawa lagi yang menghilang,"
"Jika dengan meninggalkan kehidupan damaiku aku bisa menyelamatkan nyawa seseorang, itu adalah bayaran yang murah,"
Aron terdiam cukup lama dengan pandangan terkunci pada wanita di depannya, merasakan hatinya kembali menghangat atas apa yang dikatakan wanita itu.
'Dia hanya wanita asing yang baru aku kenal, namun memikirkan rakyatku yang tidak berhubungan sama sekali dengannya. Sedangkan Kakak_,,,,'
'Mengapa harus Kakak yang aku lawan? Aku tidak ingin menyakiti Kakak, tapi aku juga tidak bisa membiarkan Kakak mengorbankan rakyat lebih banyak lagi hanya untuk tetap menjadi Ratu Luminara,' ratap Aron dalam hati.
"Kamu bisa memikirkan ulang tentang ini," ucap Aron pada akhirnya.
"Aku sudah memutuskannya," jawab Leora.
"Aku hanya perlu menyelesaikan urusanku sebelum pergi," imbuhnya.
"Urusan?" ulang Aron mengerutkan kening.
"Aku perlu mengubah nama kepemilikan rumahku menjadi nama Bibi, dan kepemilikan toko dengan nama Monic," jawab Leora.
"Apa,,,,?!?"
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
## Beberapa hari kemudian... ##
Leora benar-benar menjalankan rencananya mengubah nama kepemilikan rumah beserta toko coklat miliknya. Cafe yang di kelola Aron pun tutup sejak saat itu, begitu pula dengan Apartemen yang pria itu tempati telah di jual, namun masih bisa di tinggali selama beberapa hari.
Akan tetapi, hal itu justru membuat keduanya menjadi lebih sering menghabiskan waktu bersama, sama seperti siang itu di mana Leora berada di Apartemen untuk makan siang bersama.
"Bisakah aku bertanya sesuatu padamu, Aron?" tanya Leora di tengah makan siang mereka.
"Tanyakan saja," sambut Aron.
"Bagaimana caramu beradaptasi saat pertama kali datang ke kota ini? Bukankah di sana dan di sini sangat berbeda?" tanya Leora.
"Uhm,,,,," Aron bergumam sesaat, lalu menelan makanan yang baru selesai ia kunyah.
"Aku bisa menyerap kemampuan seseorang ketika aku menyentuh tangannya, hanya saja tidak bisa keseluruhan," ungkap Aron.
"Menyerap? Seperti kamu membaca pikiran?" sambut Leora.
"Tidak persis," jawab Aron.
"Aku memang bisa membaca sedikit ingatan seseorang hanya dengan menyentuh tangan mereka, namun bukan membaca pikiran mereka,"
"Kemampuan yang bisa aku serap dari satu orang juga memiliki batasan, salah satunya aku bisa menggunakan ponsel dan mengemudikan mobil darimu," ungkap Aron.
"Aku?" ulang Lora menunjuk dirinya sendiri.
Aron mengangguk dan tersenyum.
"Lalu, apa alasanmu menarikku saat itu? Tidak mungkin hanya untuk menyerap kemampuan seperti yang baru saja kamu sebutkan bukan?" selidik Leora.
"Ayolah! Itu sudah beberapa tahun, kenapa kamu kembali mengungkitnya?" keluh Aron.
"Aku ingin tahu mengapa, sekaligus aku ingin tahu alasan kamu pergi dalam waktu lama, apakah mereka yang kamu tinggal baik-baik saja?" ucap Leora.
"Baiklah, aku akan katakan, tapi tidak secara keseluruhan, bagaimana?" jawab Aron.
"Sepakat," sambut Leora.
"Alasanku menarikmu ke ruang ganti saat itu karena aku merasakan energi yang menunjukkan bahwa dialah manusia terpilih yang aku cari," ungkap Aron.
"Energi,,,?!?"
. . . . .
. . . . .
To be continued...
produktif sekali thorrr/Drool//Drool/
why/Curse//Curse//Curse//Curse/
terasa horor /Joyful//Joyful//Facepalm/