NovelToon NovelToon
Blokeng

Blokeng

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy
Popularitas:591
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Blokeng adalah seorang pemuda berusia 23 tahun dengan penampilan yang garang dan sikap keras. Dikenal sebagai preman di lingkungannya, ia sering terlibat dalam berbagai masalah dan konflik. Meskipun hidup dalam kondisi miskin, Blokeng berusaha keras untuk menunjukkan citra sebagai sosok kaya dengan berpakaian mahal dan bersikap percaya diri. Namun, di balik topengnya yang sombong, terdapat hati yang lembut, terutama saat berhadapan dengan perempuan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21: Makan Gorengan Keselek, Nyaris Mati

Setelah pertemuan intens dengan Lina, Blokeng memutuskan untuk melupakan kejadian itu sejenak dengan cara sederhana: makan gorengan di warung langganannya di pinggir jalan. Baginya, gorengan adalah solusi segala masalah — baik itu patah hati, rasa bersalah, atau sekadar perut yang lapar.

Sambil duduk di bangku kayu, Blokeng memesan beberapa gorengan favoritnya. Tak lama kemudian, di depannya sudah tersaji bakwan, tempe goreng, tahu isi, dan risoles yang renyah dan menggoda. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengambil satu bakwan panas, menggigitnya dengan penuh semangat, dan mengunyah tanpa mengurangi kecepatannya.

Namun, di gigitan berikutnya, tiba-tiba dia merasa ada yang salah. Potongan bakwan yang dia kunyah terasa tersangkut di tenggorokannya. Blokeng berhenti sejenak, mencoba menelan, namun bakwan itu tak mau bergerak turun.

"Uhuk... uhuk!" Blokeng tersedak, wajahnya mulai memerah saat dia terbatuk-batuk, berusaha mengeluarkan makanan yang tersangkut. Dia mencoba minum air dari gelas plastik di depannya, namun bakwan itu tetap tak mau bergeser.

Orang-orang di sekitar mulai memperhatikan dengan khawatir. Salah satu pembeli di sebelahnya, seorang ibu-ibu yang tadinya asyik makan, menghentikan kunyahannya dan memandang Blokeng dengan mata terbelalak.

“Mas, keselek ya?” tanya ibu itu sambil mendekat.

Blokeng hanya bisa mengangguk panik, tangannya menepuk-nepuk dada dengan kuat, mencoba mendorong potongan bakwan itu agar turun. Dia mulai merasa sesak, kepalanya mulai pening, dan pandangannya agak kabur.

Salah satu penjual gorengan langsung mendekat dan menepuk punggungnya dengan keras. "Tarik napas dalam-dalam, Mas! Jangan panik!"

Blokeng mengikuti saran itu dan mengambil napas dalam-dalam, meskipun sulit. Dalam upayanya, dia tiba-tiba terbatuk kuat, dan sepotong bakwan yang tersangkut akhirnya keluar dari mulutnya, terlempar dan hampir mengenai sepiring gorengan di meja ibu-ibu di sebelahnya.

“Ya ampun, Mas! Kaget saya! Jangan-jangan gorengan saya ikut kena,” celetuk ibu itu, berusaha menahan geli sekaligus merasa lega.

Blokeng terdiam sejenak, masih merasakan perih di tenggorokannya, tapi lega akhirnya bisa bernapas lagi. Wajahnya merah padam, baik karena kejadian barusan maupun rasa malu yang luar biasa. Ia tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana, meskipun ia tahu semua mata kini tertuju padanya.

“Gorengan memang berbahaya ya,” ujarnya dengan senyum kaku, berusaha mengalihkan perhatian sambil menepuk dadanya yang masih terasa lega.

Semua orang di sekitar tertawa, termasuk ibu-ibu yang tadi hampir terkena lontaran bakwan. Suasana berubah lebih santai, dan Blokeng duduk kembali, menyeka keringatnya yang bercucuran.

Kejadian itu membuatnya berpikir bahwa kadang-kadang hal sederhana seperti makan gorengan bisa berujung petaka jika tidak berhati-hati. Meskipun demikian, Blokeng tetap bertekad untuk tidak menyerah dengan makanan favoritnya itu. Sambil tersenyum, ia meraih gorengan lain, namun kali ini, ia mengunyahnya dengan pelan-pelan, memastikan tak ada lagi yang tersangkut di tenggorokannya.

Blokeng sadar, meskipun hari-harinya penuh dengan kejadian konyol, ia akan selalu bisa menghadapi apapun, bahkan sepotong bakwan yang hampir membuatnya celaka.

Blokeng yang baru saja selamat dari insiden tersedak gorengan memutuskan untuk makan dengan lebih “aman.” Namun, sebagai sosok unik yang selalu ingin mencoba hal baru, dia memilih kombinasi yang tidak biasa untuk hidangan berikutnya: nasi dengan semangka.

Sambil menunggu nafasnya kembali normal, dia meminta sepiring nasi panas dan beberapa potong semangka segar dari warung yang sama. Begitu pesanan datang, Blokeng mulai menyendok nasi dan menaruh potongan semangka di atasnya, lalu menyuapkan ke mulutnya dengan penuh keyakinan. Kombinasi rasa manis dan gurih nasi itu ternyata cukup memuaskan bagi Blokeng, yang menikmatinya tanpa rasa ragu.

Seorang penjual gorengan dan beberapa pengunjung warung, termasuk ibu-ibu yang tadi panik melihat Blokeng tersedak, hanya bisa ternganga melihat kombinasi yang tidak lazim ini. Mereka saling pandang, bingung dan terkejut, sambil berbisik satu sama lain.

“Mas… nasi sama semangka?” tanya si ibu sambil tersenyum kecut. “Apa nggak aneh, Mas?”

Blokeng mengangguk, masih mengunyah dengan santai. “Nggak, Bu! Enak kok! Ini kombinasi jenius, perpaduan rasa yang unik! Semangka bikin seger, nasi bikin kenyang.”

Beberapa orang mulai tertawa kecil, ada yang menggeleng-gelengkan kepala, dan ada pula yang mencoba menahan tawa mereka. Seorang bapak di pojok warung, yang dari tadi memperhatikan Blokeng dengan tatapan serius, akhirnya tidak tahan dan ikut berkomentar.

“Mas, kok ada-ada saja. Ini baru pertama kali saya lihat orang makan nasi pakai semangka. Kreatif banget,” ucapnya sambil tertawa kecil.

Blokeng hanya terkekeh, tak peduli dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Ia bahkan menikmati perhatian itu. Baginya, selera makan adalah hak setiap orang, dan ia bebas menikmati kombinasi apapun yang menurutnya enak. Dengan santai, ia melanjutkan suapannya, menikmati setiap potongan semangka yang bercampur dengan nasi, meskipun semua orang di sekitarnya masih menatap dengan tatapan bingung bercampur kagum.

“Ada-ada saja memang si Blokeng ini,” gumam si ibu, tersenyum sambil geleng-geleng kepala, seakan sudah pasrah dengan keanehan pria itu.

Blokeng terus melahap nasi dan semangka, menikmati kombinasi yang menurutnya luar biasa meskipun orang lain hanya bisa memandang dengan bingung. Namun, tak lama setelah suapan berikutnya, dia merasakan ada yang tidak beres. Sebuah potongan semangka yang cukup besar tersangkut di tenggorokan, diikuti dengan nasi yang menambah sesak.

Blokeng menepuk-nepuk dadanya, berusaha untuk memuntahkan makanan yang tersangkut. Ia terbatuk keras, matanya membelalak, dan wajahnya mulai memerah. Di antara batukannya yang keras, dia mencoba untuk mengeluarkan potongan semangka itu, namun malah membuatnya semakin sesak.

Orang-orang di sekitar warung langsung terperangah melihat Blokeng yang mulai kesulitan bernapas. Si ibu yang sebelumnya menyaksikan dengan tatapan bingung, kini langsung melompat mendekat.

“Mas! Mas, kenapa?” serunya panik.

Blokeng hanya bisa terbatuk-batuk, kepalanya terasa berat, dan pandangannya mulai kabur. Semuanya terasa semakin gelap. Dia mencoba mengatur napasnya, tapi rasanya sudah terlalu terlambat. Punggungnya terasa lemas, dan dalam hitungan detik, tubuhnya jatuh terkulai ke meja, pingsan di sana juga membuat semua orang di warung itu semakin panik.

Si ibu berlari ke belakang warung, berteriak meminta bantuan. “Ada yang bisa nolong, Mas ini kesedak! Cepat!”

Beberapa orang yang ada di warung segera berusaha mendekat, salah satunya mencoba memberi pertolongan dengan cara yang sederhana—mendekap tubuh Blokeng, memiringkan tubuhnya dan berusaha membantunya memuntahkan makanan yang terjebak. Beruntung, setelah beberapa saat Blokeng mulai batuk lagi, dan akhirnya ia bisa mengeluarkan potongan semangka yang tersangkut di tenggorokannya.

Blokeng membuka mata perlahan, terengah-engah, dan memandang ke sekeliling dengan pandangan bingung. “Apa yang terjadi? Gue… pingsan?”

Beberapa orang di warung tampak lega, meskipun masih ada rasa khawatir di wajah mereka.

“Mas, kamu nggak apa-apa?” tanya si ibu dengan suara penuh kekhawatiran, memastikan Blokeng baik-baik saja.

Blokeng mengangguk lemah, meski wajahnya tampak pucat. "Gue... nggak tau kenapa. Makanannya aneh banget, ya, bisa gitu sih."

Semua orang yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepala dan tertawa canggung. Mereka tampaknya sudah terbiasa dengan tingkah laku Blokeng yang aneh. Namun, kali ini, mereka jelas tidak bisa menahan kekhawatiran atas kejadian yang hampir merenggut nyawanya itu.

"Mas, lain kali makan yang biasa aja deh. Jangan yang aneh-aneh, takutnya malah jadi petaka," ucap seorang bapak sambil mengusap dahi Blokeng, lega melihatnya masih hidup.

Blokeng hanya bisa tertawa canggung. “Yah, emang ini sudah nasib gue. Mau makan biasa pun rasanya masih aja nggak biasa."

Dia menegakkan tubuhnya, mencoba duduk lebih tegak meski masih sedikit lemas. "Tapi... lain kali gue makan nasi sama semangka lagi deh. Kalo mati sih ya mati, yang penting gue coba aja.”

Tentu saja, komentar Blokeng itu justru membuat semua orang tertawa. Di balik kejadian yang hampir membuatnya mati, Blokeng tetap saja tidak berubah. Dia terus mencoba menemukan cara untuk membuat hidupnya lebih berwarna, meskipun sering kali cara itu justru membuatnya berada dalam situasi berbahaya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!