Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Ini novel ketigaku.
Novel ini kelanjutan "Ternyata Ada Cinta"
Baca dulu "Ternyata Ada Cinta" biar nyambung...
Setelah kepergian Fariz, dunia terasa gelap gulita. Cahaya yang selama ini selalu menyinari hari serta hati Zafira padam dalam sekejap mata. Meninggalkan kegelapan serta kesunyian yang teramat menyiksa. Ternyata kehilangan seorang sahabat sekaligus suami seperti Fariz jauh lebih menyakitkan dari apapun.
Perjuangan Cinta Zafira untuk menemukan Fariz dan membawa kembali pria itu ke pelukannya tidaklah main-main. Setiap hari Zafira berjuang keras kesana kemari mencari keberadaan Fariz sampai mengorbankan keselamatannya sendiri. Namun perjuangannya tidak menemukan titik terang yang membuatnya ingin menyerah.
Hingga di titik lelah perjuangan Zafira mencari Fariz, penyakit lama Zafira kembali kambuh. Akankah Fariz sempat menyelamatkan Zafira atau justru gadis itu meregang nyawa membawa pergi cintanya yang belum terucap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara RD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Secercah Harapan Kembali Terbit
"Perjuanganmu belum berakhir. Kamu masih ingat ucapanku tadi?." tanya Tasya dengan sabar terus menyemangati sang sahabat.
Zafira hanya diam namun kepalanya mengangguk menjawab pertanyaan Tasya. Dia masih dalam pelukan Tasya, menangis meluapkan semua perasaan yang berkecamuk di hati.
Tasya melepaskan pelukan. Diamatinya mata Zafira yang sudah mulai bengkak. Penampilan Zafira tampak benar-benar kacau. Seperti ini-lah orang yang sedang berputus asa karena cinta.
"Ya Allah, tolong aku. Apa kesalahanku? Apa yang telah ENGKAU lakukan padaku? Gadis cantik yang selama ini jadi sahabatku kok sekarang jadi seperti ini? Jeleknya minta ampun sudah seperti nini nini umur 80 tahun. Aku takut melihatnya. Hihi, hihi..," Tasya tertawa cekikikan menirukan tawa nenek-nenek pada umumnya tetapi di telinga Zafira tawa Tasya sangat mirip mak lampir yang ada di sinetron karena terdengar cempreng memekakkan telinganya.
"Hehe, hehe..," Zafira refleks tertawa merasa lucu mendengar perkataan Tasya ditambah cara tertawa Tasya yang membuatnya sejenak melupakan kesedihannya.
Tasya tersenyum senang melihat Zafira bisa tertawa. Segera diambilnya tissue kering di tas kemudian menyodorkannya kepada Zafira.
"Aku yang akan mengeringkan air matamu dengan tissue atau kamu akan mengeringkannya sendiri dengan ujung heelsmu? Haha, haha, haha..." Tasya tertawa keras sambil melirik ke arah sandal yang dipakai Zafira.
"Haha, haha, hahaaaa..," Zafira sontak melepaskan tawanya.
Baru kali ini dia bisa tertawa terbahak seperti ini semenjak kepergian Fariz. Saking lepas tawanya bahunya ikut bergoncang. Tawanya pun terlihat begitu cantik dengan memperlihatkan giginya yang putih bersih.
Kesedihan serta keputus-asa-an Zafira seketika lenyap setelah mendengar celotehan Tasya yang memang dari dulu sangat pintar mencari bahan pembicaraan yang bisa membuatnya tertawa lepas.
Zafira tertawa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kamu memang gila." Zafira menjawab masih dengan sisa-sisa tawa di sudut bibirnya.
"Biarkan saja." sahut Tasya cuek.
"Keringkan." perintah Zafira menyodorkan wajahnya ke arah Tasya.
"Syukurlah kamu bisa tertawa kembali. Semoga permasalahan kalian cepat selesai. Aku yakin Fariz pasti kembali." bisik Tasya di dalam hati merasa ikut sedih melihat kondisi sahabatnya yang tidak pernah seperti ini sebelumnya.
Tasya segera mengeringkan air mata Zafira. Setelah memastikan sang sahabat sudah tidak meneteskan air mata lagi, Tasya pun kembali berkata.
"Kamu mau tahu sesuatu tidak?." Tasya menggandeng tangan Zafira mengajaknya berjalan.
Keduanya bergandengan tangan berjalan menyusuri koridor cafe. Tujuan mereka masuk kembali ke cafe karena mereka masih belum tuntas berbincang dan masih belum puas melepas rindu satu sama lain.
"Tidak. Sesuatu apa?." Zafira bertanya lalu menatap sesaat pada gadis di sampingnya.
"Kamu tahu Fariz bilang apa tadi?."
"Apa?." tanya Zafira penasaran, mendadak menghentikan langkah.
Zafira menatap Tasya tajam. Lewat tatapan itu Tasya faham kalau Zafira menunggu jawabannya.
"Tolong jaga Zafira."
"Itu yang dikatakannya padaku. Apa kamu mengerti pesannya itu?."
Zafira menggeleng. Dia malas berfikir untuk saat ini. Kalau pun dia berfikir lalu mengeluarkan pendapat, takut pendapatnya tidak sesuai realita.
"Itu artinya dia masih peduli padamu. Di hatinya masih sangat mencemaskanmu. Sudah kukatakan tadi, tidak semudah itu dia melupakanmu dan memupus cintanya yang sudah puluhan tahun. Dia tidak akan bisa melupakan cinta pertamanya. Sekarang apa kamu masih ingin menyerah? Apa Perjuangan Cintamu mau diakhiri sampai di sini?."
Secercah harapan kembali terbit. Semua yang dikatakan Tasya telah menumbuhkan kembali kepercayaan dirinya. Zafira meyakinkan diri akan terus berusaha mencari keberadaan Fariz dimana pun itu. Dia akan terus berjuang. Takkan ada kata menyerah sebelum dia menemukan dan membawa pria itu kembali ke rumah. Dia tidak akan membuat mati cinta yang saat ini mulai merekah di hatinya. Fariz patut diperjuangkan dan hal itu yang akan terus dilakukannya.
Ada semangat baru muncul di dalam diri Zafira. Semua nasehat Tasya yang penuh makna serta pesan yang ditinggalkan Fariz untuknya melalui Tasya sangat membantunya untuk pulih dan bangkit.
***
Keesokan hari.
Di sebuah restoran di pusat kota sekitar pukul satu siang.
"Benar, aku yakin, itu Fariz, pria yang kamu kagumi selama bertahun-tahun sejak masa kuliah. Aku melihatnya tadi pagi." tutur Susi penuh semangat.
"Dimana kamu melihatnya? Katakan padaku." tanya Wilda sangat penasaran.
"Dia berada satu apartement dimana tempatku tinggal. Kamu pasti senang mendengar berita ini." Susi tersenyum menceritakan kepada sahabatnya kalau yang dilihatnya tadi pagi itu benar adanya, pria yang sampai detik ini belum dapat dilupakan Wilda.
Mungkin lebih tepatnya Wilda memiliki ambisi besar untuk memiliki Fariz dengan tujuan menyingkirkan Zafira dari kehidupan Fariz. Dia sendiri pun tidak tahu bagaimana hubungan kedua sahabat itu, apakah memang saling mencintai atau hanya Fariz saja yang mencintai Zafira?.
Wilda pun sudah mengetahui kalau keduanya telah menikah. Kalau mereka tidak saling mencintai mengapa mereka menikah? Itu menjadi pertanyaan Wilda beberapa hari ini.
Tetapi kemarin saat Zafira mencari Fariz di rumahnya, Wilda makin yakin kalau rumah tangga mereka sedang ada masalah besar. Dan dia berencana akan mempergunakan kesempatan untuk mengambil hati Fariz.
Wilda mengambil jus jeruk yang terhidang di meja, menyeruputnya seperti orang yang tengah dahaga. Sorot matanya seolah memancarkan jika ada sesuatu yang sedang difikirkan.
"Kalau yang kamu lihat di apartement-mu itu memang benar Fariz, apa dia bersama wanita murahan itu?." telisik Wilda meletakkan kembali gelas di tangannya ke atas meja, beralih menatap lekat teman bicara di hadapannya.
"Wanita murahan? Zafira maksudmu?." Susi mencoba mengulang kalimat Wilda.
"Siapa lagi?." Wilda bertanya santai.
"Hmm, sepertinya julukan itu tidak tepat kamu tujukan untuk gadis itu karena yang aku lihat dia gadis baik-baik dan juga sangat cerdas. Menurutku wajar jika Fariz begitu mengagumi dan tergila-gila padanya. Dia memiliki banyak kelebihan. Nyaris sempurna. Cantik, kaya, baik dan dari keturunan baik-baik." Susi berkata panjang lebar menyampaikan pendapatnya tentang sosok Zafira.
Terlihat Wilda sedikit menajamkan mata menatap lawan bicaranya. Dia sungguh tidak suka mendengar pendapat yang dilontarkan Susi.
"Untuk satu ini, kita tidak sependapat. Yah, bisa dikatakan dia memang cerdas saat di kampus tetapi kalau harga diri, kurasa aku memiliki harga diri yang lebih tinggi darinya. Bagiku dia tetap gadis murahan yang tidak pantas bersanding dengan Fariz." sahut Wilda mendengus kesal harus mendengar pujian Susi terhadap Zafira yang sangat mengganggu telinganya.
Susi mengalah. Walau di dalam hati dia tetap tidak membenarkan semua perkataan sahabatnya.
"Baiklah, terserah kamu saja ingin ber-asumsi seperti itu. Percuma aku menyampaikan pendapatku, kamu pasti akan menyalahkanku." Susi mengangkat bahu, mengalah saja, dari pada melayani Wilda yang memang notabene-nya ingin menang sendiri.
"Huh! Kamu belum menjawab pertanyaanku. Fariz bersama gadis murahan itu atau tidak?." Wilda mengulang pertanyaannya. Mukanya terlihat mulai geram.
Susi pun hanya bisa tersenyum kecil melihat kejengahan yang begitu ketara dari raut muka sahabatnya.
"Aku tidak melihat ada orang bersamanya. Aku hanya melihatnya berjalan tergesa-gesa menuju lift dan menghilang begitu saja sebelum aku menghampirinya." jelas Susi kembali yang cukup membuat Wilda tersenyum lega. Setidaknya Fariz tidak bersama si gadis murahan.
...*****...