Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.
Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.
"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.
Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDND ~ Bab 15
Bangku ayunan yang digoyangkan begitu pelan itu setia membersamai Gilang dan Ceren, "aku berangkat setelah liat kamu berangkat."
Ceren bergegas memesan ojek online melalui aplikasi dari ponselnya, "kalo gitu aku ambil dulu sepatu." Hati Ceren tergerak memperlakukan Gilang seperti Gilang memperlakukannya, mulai dari panggilannya.
Ceren turun dari ayunan yang masih membuai Gilang menuju rak sepatu yang berada jauh di dekat pintu masuk rumah.
"Ren, belum berangkat to?" ibu menahan langkahnya di meja makan dimana itu telah kosong tak berpenghuni, selain dari dirinya.
"Belum bu. Ini mau pesen ojek online..." tunjuknya memperlihatkan layar ponselnya yang sedang mencari pengemudi, lalu sebuah foto pria berjaket hijau muncul secara otomatis disana.
"Ndak berangkat bareng Gilang?" Ceren menggeleng, "Gilang----" ucapannya mengudara begitu saja saat menyadari jika ucapannya kurang sopan di depan seseorang seperti bu Ambar, seseorang yang memiliki gelar ningrat, seseorang dengan sifat angkuh dan penuh keharusan serta seseorang yang menjunjung tinggi kesopanan.
Ceren bukan gadis bo doh yang tak dapat menilai, melalui kejadian tatapan tadi saja ia sudah dapat menilai jika ibu mertuanya itu seorang yang perfeksionis a.k.a calon-calon mertua reseee!
"Mas Gilang nyaranin buat masing-masing dulu bu, biar temen-temen ngga curiga kalo tiba-tiba barengan." wkwkwkwkwk! Hatinya geli tertawa menyebut gelar Gilang yang tadinya elo jadi kang mas.
"Kai sama pak---" ia kembali memejamkan matanya saat keliru berucap, lidah bar-bar emang susah nyatu sama ningrat begini....salah-salah ia memilih kata bisa digorok ibu mertuanya yang telah terlihat bibit-bibit mertua judes.
"Kai sama bapak, udah berangkat?" tanya nya balik berbasa-basi.
"Sudah. Barusan masmu kesini, tapi kalian sibuk di belakang." Ujarnya sedikit mendumel, sepertinya menyayangkan kebersamaan di belakang sampe lupa kalo yang tua jalan duluan ngga dipamitin, "jangan lupa siapkan bekal makan setiap harinya untuk suamimu."
"Nggih," angguk Ceren lagi langsung menyerbu dimana tempat-tempat kotak makan siang disimpan.
"Oh ya, jangan lupa ingatkan Gilang, besok ada jadwal kemo..." jedanya, lalu memungkasnya dengan cepat, "kamu jangan sampai lupa!"
"Ingatkan Gilang juga untuk meminum obatnya...kadang dia suka lupa atau mulai malas," ucapnya sembari melengos berlalu ke arah dapur.
(Siap paduka ratu....) angguknya dalam.
"Inggih bu." Ceren melanjutkan tujuannya.
Ceren sudah sampai duluan di sekolah. Terang saja begitu, karena ia yang datang menggunakan ojek online, jadi bisa sat-set di jalan, sementara Gilang memakai mobil, seperti biasanya. Mungkin kulit ningratnya tak diijinkan naik motor seperti dirinya yang cuma rakyat jelata.
Ia masih berdiri di depan gerbang bukan menunggu Gilang, melainkan menunggu ojol yang membawa buku-buku miliknya dari rumah.
"Darrr!" Fira baru saja datang, namun kedatangannya di sisi agak samping itu tak disadari Ceren, bermaksud mengejutkan temannya yang terlihat serius menunggu itu, namun sayangnya gadis itu tak begitu terkejut dan terlampau santai saja. Fira merangkulkan tangannya di pundak Ceren.
"Ngga kaget ihhh...nungguin apa sih? Serius amat..." Fira yang masih memakai tas di punggungnya ikut memandang jalanan seperti yang dilakukan oleh Ceren, "ojol. Buku aku ketinggalan..." singkatnya mengakui, praktis saja membuat Fira mengangkat alisnya lalu tertawa renyah, "kok bisa, sekolah ngga bawa buku? Kamu niat sekolah apa nonton dangdut, ceu?" tanya nya mencibir.
"Ck." ia hanya berdecak lantas so sibuk mengedarkan pandangan tak menjawab, salahnya yang menjawab terlampau jujur, lupa kalo pertanyaan itu justru akan menjadi boomerang untuknya sendiri.
Hingga seorang pria dengan jaket hijaunya berhenti tepat di depan gerbang sekolah, ia menatap mendongak mendorong kaca helemnya seraya menatap layar ponsel demi memastikan jika alamat yang dituju itu benar.
"Itu bukan?" tunjuk Fira lagi.
"Kayanya!" Ceren menghampiri, "pak!" sapanya.
Fira ikut mengekori Ceren bermaksud membersamai agar nantinya berjalan bersama ke kelas, ia dan Ceren kan sudah seperti hati dan empedu.
"Gilang bukan pak?" tanya Ceren, si bapak mengangguk, "betul." ia menyerahkan tas spoundbond biru berisi buku-buku pelajaran hari ini yang memancing senyuman puas darinya, "nah ini baru bener."
"Ongkosnya sudah dibayar lewat aplikasi kan, pak?" tanya nya kembali.
"Sudah mbak Gilang."
Alis Fira semakin mengerut kisut, tak mengerti. Ia pikir awalnya ia salah mendengar, namun kali kedua nama Gilang disebutkan akhirnya ia tau jika kupingnya masih normal-normal saja.
"Sejak kapan nama kamu jadi Gilang?"
Ceren membeliakan matanya, mamposss...
Bersamaan dengan sebuah mobil memberikan lampu sennya dan melintas memasuki gerbang sekolah, melewati Ceren serta Fira dengan membuka kaca jendelanya, sejenak memandang Ceren yang ada disana meski Gilang tak memberikan senyum apapun.
"Masuk yuk!" ajaknya melenggang begitu saja.
"Ren!"
"Ceren!"
Langkah besar Ceren yang disusul Fira sambil memanggil-manggil namanya itu bersamaan dengan Gilang yang keluar dari mobil, sehingga kini posisi Gilang berjalan di belakang keduanya.
"Ren! Kamu udah ganti nama apa gimana?"
"Shhh, cerewet ih. Sejak kapan kamu cerewet Fir?"
Fira sontak mendorong kepalanya, "isshhh ni anak! Ditanya malah balik nanya! Aku udah dari dulu cerewet. Sekarang pertanyaan aku jawab dulu. Sejak kapan nama kamu jadi Gilang?"
Gilang cengengesan melihat Fira mencecar Ceren dan gadisnya itu terpojokan, memang salahnya dan Ceren yang memakai ponsel milik Gilang untuk memesan aplikasi pengantaran buku dari rumah bapak. Nyatanya serapi-rapi mereka, tetap saja tak dapat menyimpan rapat bangkai, pun...tetap akan terendus juga, seperti kata pepatah bilang. Sepertinya memang Ceren tak dapat menutupi rahasia apapun dari Fira.
"Cerenia Aqila Yumna!"
"Sejak kemaren!" sentak Ceren cepat menghentikan langkahnya dan menoleh sengit pada Fira, kini tatapannya menyorot tajam juga pada Gilang yang telah ia sadari ada di sana sebagai bentuk dumelan dan keluhannya, ribet kan ah! Semakin bingung saja Fira melihatnya, "Gilang?" tunjuknya kebingungan mendapati Gilang ikut berhenti.
Pagi-pagi Fira sudah garuk-garuk kutuan, "ini ada apa sih?"
Belajar bareng adalah alasan paling munafik nan klasik dan tak mungkin Fira percayai. Lagipula ada angin topan apa tiba-tiba mereka belajar bareng? Meminjam ponsel Gilang untuk memesan aplikasi apalagi, pfffftt... kapan mereka bertemu, maka pertanyaan Fira akan semakin banyak lagi.
Fira duduk bersidekap menunggu penjelasan Ceren dan Gilang di tembok selasar kelas mereka berada saat itu, "ini kenapa bisa akur gini?" cecarnya menunjuk keduanya bergantian.
Ceren mele nguh berat, janjinya dan Gilang pada Hilman rupanya tak dapat mereka tepati terhadap Fira, "aku sama dia...."
"Pacaran..." lanjut Ceren. Mata Fira membeliak tak percaya, "whaattt..." ia tidak berteriak namun justru menggumam tak bersuara saking terkejutnya, ia sampai menutup mulutnya.
Melihat Gilang yang cuma menebarkan senyum, Fira meyakini itu benar adanya.
"Kok bisa?!" tanya nya, "kapan?"
"Kok aku ngga tau?!"
"Ck." Ceren celingukan, sebelum semuanya dianggap mencurigakan dan berabe, ia segera menyudahi obrolan ini, "bisa lah. Ya udah lah, masuk yuk..." ajak Ceren menarik Fira tak ingin membahas masalah ini, sebelum ia menemukan kalimat yang pas untuk menjelaskan semuanya.
"Aku duluan." ketusnya pada Gilang.
//
Fira cengengesan, "cieee. Ini sejak kapan temen aku jadi aku---kamuan...kenapa ngga bilang sih kalo suka juga sama Gilang, kemaren pake so so'an nolak..."
Ceren masih diam dengan wajah yang sudah memerah karena sindiran Fira, sungguh ia kehilangan kata-kata di depan temannya itu, "awas. Jangan bilang-bilang yang lain. Ini rahasia!"
Namun seolah ucapan mewanti-wanti Ceren itu menguap begitu saja seperti uap baso, Fira justru sedang mencolak-colek lengan Ceren usil seraya berjalan menuju kantin, "cieee...udah di w.a belum Gilangnya, kalo ayang mau ke kantin..." goda Fira, begini nih urusannya kalo Maghfira tau, sudah pasti ia jadi bulan-bulanannya.
Fira bahkan tertawa tergelak melihat wajah kecut Ceren, "bisa diem ngga tuh mulutnya. Ntar yang lain tau..."
"Emang kenapa sih, Ren...kalo yang lain tau, biarin aja..paling dimintain peje...." senggol Fira cengengesan, andai semua tak serumit ini akan mudah untuk Ceren mengatakannya, ia hanya menatap Fira getir di belokan masuk kantin.
Suasana istirahat jelas terlihat penuh, semua booth jajanan sudah punya antrean dan Ceren harus bersabar untuk itu.
"Yah penuh, kelamaan sih...aku bilang juga apa..."
Ceren lebih memilih mengambil tempat duduk dimana teman-temannya sudah duduk duluan, "udah lah duduk aja dulu."
"Oyy, belum jajan?"
Ceren menggeleng, "penuh gitu, males ngantri."
"Aaaaa----pengen bakmie.." rengek Fira.
"Noh, si Aji lagi ngantri, titip sana Ra..." tunjuk Hanan dicebiki Fira, reaksi Fira mengundang tawa Kansa, "takut digombalin lagi ya, atau takut jatuh cinta?"
"Shhh, apa sih..."
"Ceren," semangkuk bakmie dilengkapi baso dan sebotol minuman isotonik tiba-tiba tersaji di depan meja Ceren membuat obrolan mereka seketika terhenti demi menatap bakmie yang masih mengepulkan asapnya.
"Jahat ih, katanya belum pesen...taunya malah ninggalin, ngga setia kawin..." omel Fira.
"Gue aja ngga tau," lengking Ceren, "bang...ini punya siapa?" tanya Ceren berteriak.
"Neng Ceren kan? Itu punya neng Ceren..." jawabnya singkat dan langsung melengos begitu saja kembali pada keramaian pesanan.
"Udah terima aja Ren, rejeki anak soleh tuhhh! Kalo lo ngga mau buat gue aja..." seloroh Hanan.
Ceren dan Fira saling lirik, memiliki tebakan yang sama, hingga sedetik kemudian Fira berucap sambil tersenyum usil, "so sweet."
Ceren mengedarkan pandangannya mencari sosok pemuda itu, namun diantara banyaknya siswa ia cukup kesulitan menemukan Gilang.
-UKS-
"Gimana, Lang. Sudah berhenti mimisannya?" seorang guru yang bertugas menjaga ruang unit kesehatan sekolah menyerahkan segelas teh hangat pada Gilang yang tengah duduk di atas ranjang.
"Sudah bu, terimakasih." ia merebahkan badannya yang terasa berat, lelah dan sakit. Kepalanya seperti mau pecah saja sesaat setelah guru mata pelajaran pertama masuk.
"Apa mau ijin pulang, biar nanti saya bikin note sama guru kelas?" tanya nya lagi. Gilang menggeleng, "ngga usah bu." ia ingat sepulang nanti ia berniat mengajak Ceren jalan-jalan sebagai apel pertama mereka.
.
.
.
.
.
.
happy ending buat pasangan mas bodo dan cerenia, happy selalu bersama keluarga...makasih mbk sin, udah bikin novel yg greget kayak maa bodo
next, going to the next novel, gio adik bontotnya mas tama ya
kopi sudah otewe ya..