S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33. BLACK CARD APA MAKSUDMU?
"Huh, puas banget rasanya ngasih pelajaran buat si pelakor itu biar tahu rasa! Dia pikir berhasil merebut suami Kak Mira, terus Kak Mira bakal hidup terlunta-lunta? Hooh, dia salah besar. Kak Mira liat gak tadi ekspresinya gimana? Udah kayak gak punya muka dia, hahaha." Fiona tak hentinya berceloteh sambil tertawa hingga sampai di pelataran mall.
Sedang Elmira hanya diam dengan ekspresi yang tampak bingung sekaligus terlihat ketakutan.
"Kak Mira kenapa sih, dari tadi diam aja?"
Elmira menggeleng pelan.
"Jangan bilang kalau Kak Mira ngerasa bersalah karena sudah buat si pelakor itu malu?"
Elmira menggeleng lagi.
"Lalu apa yang buat kakak diam?"
"Aku cuma bingung gimana nanti caranya menjelaskan sama Papa kamu tentang jumlah uang yang sudah terpakai di kartu kredit itu? Aku takut Om Farhan bakal marah." Elmira benar-benar cemas akan hal itu.
"Pffttt, hahaha." Fiona tertawa pelan. "Kenapa harus takut sih, kak. Black card itu udah jadi punya kak Mira kali, jadi kakak bebas mau pakai kapan aja."
"Tapi tetap aja Fio, aku ngerasa gak enak sama Om Farhan. Masa belum sehari kartu itu sama aku, tapi udah habis banyak." Elmira sampai meneguk salivanya ketika kasir mengatakan seluruh total belanjaannya 70 juta. Seharusnya Fiona tidak usah membayarkan barang belanjaan Bella juga. Total belanjaan mereka berdua saja sudah banyak, apalagi ditambah total belanjaan Bella dan temannya.
"Udah Kak, gak usah dipikirkan. Malah aku yakin Papa dan Mama tuh bakal seneng kalau tahu kartunya kita pakai buat nampar pelakor, biar mereka dia itu gak sembarangan meremehkan kakak lagi." Fiona tertawa pelan. "Udah yuk, pulang." Gadis itu mengajak calon kakak iparnya menuju mobil.
Baru beberapa langkah, Fiona langsung tersenyum miring melihat kedatangan kakaknya yang setengah berlari kearah mereka berdua.
"Akhirnya ketemu juga, kalian tahu gak sih? Aku tuh dari tadi keliling didalam cariin kalian berdua di dalam." Nafas Farzan tersengal-sengal. "Kamu juga, ditelpon gak di angkat-angkat." Farzan menatap kesal adiknya.
"Hooh, maaf Kak hapeku emang mode silent, sengaja." Fiona menutup mulutnya menahan tawa. Ia memang sudah dapat menebak jika kakaknya itu pasti akan datang maka itulah ia menonaktifkan dering ponselnya karena tidak ingin diganggu acara belanjanya bersama Elmira.
"Lagian kok Kakak bisa tahu sih kita ada disini? Mama yang kasih tahu?"
"Kamu pikir Mama bakal biarin Kakak ketemuan sama El, gak ada. Papa tadi yang bisikan." Kata Farzan terlihat kesal. Beberapa saat lalu saat tiba di rumahnya ia sampai mohon-mohon agar diberitahu keberadaan Elmira tapi sang mama tetap kekeuh dengan pendiriannya, sampai akhirnya papanya yang membisikan memberitahu kemana Elmira dan Fiona pergi.
"Oh gitu. Bagus deh, kebetulan kakak ada disini, sekarang kakak bawain nih barang belanjaan kita." Fiona langsung mengambil barang belanjaan ditangan Elmira kemudian memberikannya pada sang kakak beserta barang belanjaannya juga.
"Bawain ke mobil ya Kak," Fiona mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum pada kakaknya itu, lalu menarik tangan Elmira menuju mobil.
Dengan terpaksa Farzan pun menuruti kemauan sang adik, ia berjalan dibelakang dua wanita kesayanganya itu dengan nafas yang masih terengah-engah karena cukup kelelahan mengelilingi mall mencari Elmira dan Fiona.
Elmira sesekali menoleh kebelakang melihat Farzan yang terlihat kerepotan membawa barang belanjaan mereka, ingin membantu tapi Fiona terus menarik tangannya.
"Fio, kamu pulang gih, El harus ikut kakak ke kantor sekarang juga." Ujar Farzan setelah baru saja menyimpan barang-barang belanjaan didalam bagasi mobil adiknya itu.
"Kata Mama, kakak cari sekretaris baru aja. Kak Mira gak usah kerja lagi." Jawab Fiona dengan santainya. Padahal sang mama tidak pernah bilang begitu, itu hanya karangannya saja karena ingin melihat bagaimana reaksi kakaknya.
"Gak bisa! Kamu pikir gampang apa cari sekretaris yang handal? Kakak aja gak pernah cari sekretaris baru saat dulu El resign. Ayo buka pintu mobilnya, El harus ikut kakak sekarang!" Farzan menarik-narik pintu mobil adiknya itu yang sengaja dikunci.
"Iya iya aku buka, ambil tuh bawa pergi sana." Fiona mendelik kesal sembari membuka kunci pintu mobilnya. Namun, sesaat kemudian ia tersenyum tipis melihat bagaimana reaksi sang kakak. Ternyata kakaknya yang jomblo akut itu bisa sebucin itu dengan Elmira.
Tanpa membuang waktu, Farzan langsung menarik Elmira turun dari mobil adiknya kemudian langsung membawa wanita itu menuju mobilnya.
"Kak Mira jangan lupa dianterin pulang, jangan dibawa ke apartemen. Mama bisa ngamuk!" Teriak Fiona sembari menyembulkan kepalanya di jendela mobil. Tapi Farzan tidak menghiraukannya, pria itu terus menarik tangan wanitanya hingga masuk kedalam mobil.
.
.
.
Sesaat meninggalkan mall dengan tampang yang kusut karena malu, Bella langsung mendatangi kantor suaminya.
Wanita hamil itu langsung menuju ruangan suaminya dengan perasaan kesal perihal kejadian di mall. Suaminya harus menjelaskan kenapa Elmira bisa mempunyai kartu kredit tanpa batas.
"Mas!?"
Ramon yang sedang fokus dengan layar laptopnya, tersentak kaget ketika pintu ruangannya terbuka secara tiba-tiba dengan cukup keras.
"Astaga Bella, bisa tidak buka pintunya itu pelan-pelan aja? Kamu itu buat aku terkejut, tahu gak! Terus kalau pintunya rusak, gimana?" Ramon mendengus kesal atas perbuatan istrinya itu.
"Kalau pintunya rusak kan gampang saja Mas mengganti dengan yang baru. Segampang Mas mengeluarkan black card dan memberikannya pada Mira!"
"Apa yang kau katakan? Black card apa maksudmu?" Ramon seketika beranjak dari kursi kebesarannya.