Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 - Bukan Hukuman Biasa
Mendengar ucapan Faaz, seketika Ganeeta memejamkan mata. Tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut, Ganeeta bisa menerka apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sedikit banyak dia paham hubungan orang dewasa, terlebih untuk pasangan yang sudah menikah. Hal ini terjadi karena terlalu dekat bergaul dengan Haura hingga pikiran Ganeeta selalu tertuju ke arah yang iya-iya.
Terbukti dengan kejadian di malam pertama, dimana dia sampai menuduh Faaz mengambil hak sebagai suami secara diam-diam hanya karena terbawa mimpi dan bertepatan dengan dirinya datang bulan.
Tak ayal, malam ini Ganeeta juga berpikir bahwa Faaz akan melakukan hal yang sama. Mengingat terlalu banyak alasan yang mendukung tindakan Faaz ke arah sana, dan jujur Ganeeta pasrah kalaupun dugaannya benar.
Cup
Dan benar!! Sesuai dugaan, Ganeeta merasakan kecupan tepat di bibirnya. Jangan tanya segugup apa, tentu saja gugup sekali karena ini adalah kali pertama Faaz mengecupnya di bibir.
Selama ini belum pernah, entah karena menjaga jarak atau memang Faaz bukan tipe pria yang tidak suka melakukan hal semacam itu, Ganeeta tidak tahu juga.
Pelan, tapi pasti kecupan yang tadi berubah menjadi ci-uman panas hingga terdengar suara decapan sebagai pelengkapnya.
Ganeeta tidak menolak, tapi juga tidak membalas dan membiarkan Faaz yang mendominasi.
Hingga, selesai dengan bibir, Ganeeta merasakan Faaz beralih ke leher dan juga dada yang membuat jiwanya seolah tengah terbakar.
Tak disangka, fantasi yang kemarin-kemarin hanya ada bayangan dan kini Ganeeta rasakan hingga sengaja mendongak demi mempersilakan Faaz bisa leluasa beraksi di lehernya.
"Sssshhh ... eeeeuungh." Sesekali Ganeeta mendesis tatkala merasakan gigitan kecil yang Faaz lakukan di sana.
Naluri Ganeeta yang memang sedari dahulu penasaran dengan hubungan orang dewasa mendadak hidup dan semakin haus saja.
Dia ingin Faaz melakukan yang lebih dari ini. Namun, beberapa saat berlalu tidak ada perkembangan, Ganeeta merasa Faaz stuck di tempat hingga dia perlahan membuka mata.
Saat itu pula, Faaz mengakhiri kegiatannnya dan menatap Ganeeta dengan senyum tak terbaca.
"Kamu berharap apa?" tanya Faaz dengan posisi masih mengungkung tubuh Ganeeta.
Tak sampai lima detik, Ganeeta yang sudah berpikir terlalu jauh sontak memukul dadanya dan berakhir membuat Faaz tergelak.
"Apa sih? Dikira lucu," gerutu Ganeeta dengan wajah yang kian memerah.
"Memang, kamu tidak sadar kalau selucu ini?" tanya Faaz dengan tatapan yang terlihat berbeda.
Tatapan penuh damba, tapi gemas serta berusaha menahan diri karena istrinya masih terlalu kecil. Meski sudah punya KTP, tapi usia Ganeeta sebenarnya belum termasuk ideal untuk menikah dan masih termasuk minor menurut undang-undang perkawinan.
Tak menjawab, Ganeeta hanya diam dan memalingkan muka demi menghindari mata indah sang suami. Hingga, Ganeeta dibuat mau tidak mau kembali menatap mata itu tatkala Faaz meraih dagunya.
"Seperti yang dulu pernah Mas katakan, Mas tidak pernah memaksamu harus berubah lebih baik dalam waktu singkat ... hijab, shalat, baca Al-Qur'an puasa dan lain sebagainya kamu bisa lakukan pelan-pelan."
"Tapi, tidak untuk pacaran!!"
"Dengan tegas Mas peringatkan, status kamu sekarang adalah seorang istri ... pacaran sewaktu masih lajang saja dilarang, apalagi kalau sudah menikah. Paham?"
Ganeeta menarik napas dalam-dalam, matanya memperlihatkan sebuah penyesalan. Dia memahami kata demi kata yang Faaz lontarkan sebelum kemudian mengangguk pelan.
"Paham."
"Malam ini Mas ampuni, tapi sampai kamu ulangi ... Mas tidak akan segan-segan menghukummu lebih dari ini."
Kembali Ganeeta mengangguk, seperti yang tadi dia katakan memang malam ini adalah terakhir kali, dia tidak akan pernah mengulang lagi.
Meski di dalam hati dia ingin menantang Faaz untuk berbuat lebih dari ini, tapi logika Ganeeta masih bekerja dan tidak ingin malu seumur hidup.
Mengingat, julukannya sebagai bocah bi-rahi sudah begitu melekat, dia tidak ingin Faaz benar-benar menganggapnya demikian. Cukup penghuni pulau socotra dan tukang service AC gadungan itu saja, begitu pikir Ganeeta.
"Bagus, sekarang ganti bajunya," titah Faaz kemudian melepaskan Ganeeta dari kungkungannya.
Tanpa menunggu perintah untuk kedua kalinya, Ganeeta segera beranjak dan mematuhi perintah sang suami untuk mengganti pakaian yang memang lebih pantas untuk tidur.
Sementara Ganeeta berganti pakaian, Faaz tetap setia menunggu di tepian tempat tidur seraya memeriksa ponselnya.
Beberapa pesan masuk masih banyak yang belum Faaz balas, belum sempat karena sibuk dengan anak didik barunya itu.
Selang beberapa saat, Ganeeta kembali dengan piyama pendek yang biasa dia gunakan dan mulai naik ke atas tempat tidur.
Sementara Faaz masih setia dengan ponselnya hingga meraih atensi dari Ganeeta yang memang selalu kepo setiap Faaz melakukan hal itu.
.
.
"Balesin chat siapa?"
"Abi."
"Tumben?"
"Apanya?" tanya Faaz mengerutkan dahi karena pertanyaan Ganeeta sedikit terdengar ambigu di telinganya.
"Jawabnya singkat-singkat, Mas masih marah ya?"
Faaz salah sangka, dia pikir apa hingga ucapan Ganeeta membuatnya menutup ponsel segera.
Tak hanya itu, Faaz juga segera naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sisi istrinya.
"Tidak, kan sudah dihukum tadi," jawab Faaz menarik Ganeeta agar lebih dekat dengannya dan di luar dugaan, Faaz tidak perlu mengeluarkan tenaga seperti malam-malam sebelumnya.
Bahkan, dia Ganeeta sendiri yang mendekat bahkan memeluknya erat tanpa diminta.
"Kenapa meluk-meluk?"
"Pengen tidur dipeluk saja, kenapa memang? Tidak boleh?" Ganeeta balik bertanya seraya menatap wajah tampan Faaz dengan ekspresi andalannya.
"Bukan tidak boleh, aneh saja ... kamu sedang mencari simpati siapa? Mami sama Papi tidak ada di sini."
Pertanyaan Faaz membuat Ganeeta tersadar, suaminya kini punya prasangka buruk akibat sandiwaranya akhir-akhir ini.
"Suudzon banget sih?"
"Siapa tahu, seharian ini kamu juga nempel melulu ... tahunya kabur demi bisa ketemu sama pacar semata wayangmu itu."
"Ya sudah kalau tidak mau," ucapnya kemudian berbalik secepat itu.
Tanpa berniat menjelaskan bahwa pelukannya tidak sedang mencari muka ataupun simpati orang-orang, Ganeeta dengan gengsi mengalahkan tugu Monas itu memilih tidur dengan memeluk guling dan membelakangi Faaz yang dia anggap terlalu menyebalkan.
Seketika, Faaz yang melihat kelakuan istrinya makin gemas dan tak kuasa untuk menahan diri untuk balik memeluknya.
Hanya dalam hitungan detik, tangan Faaz sudah melingkar di perutnya. Ganeeta yang telanjur sebal menepis tangan itu dengan sedikit kasar.
"Kok dilepas? Katanya mau tidur dipeluk."
"Telat, sekarang tidak lagi."
"Terus maunya gimana? Tidur sambil diapain?"
"Dik0kop," jawab Ganeeta asal ceplos dan justru ditanggapi serius hingga Faaz bertukar posisi di hadapan Ganeeta.
"Mana bibirnya? Mas kok0p sekarang," ujar Faaz seketika membuat mata Ganeeta membulat sempurna.
Sungguh dia tidak menduga bahwa Faaz akan menanggapinya berbeda, karena biasanya pria itu akan istighfar dan menyerah, tidak gila seperti sekarang.
"Mas bentar!!"
"Kenapa?"
"Kamu beneran ustadz, 'kan?"
"Bisa disebut begitu, kamu, 'kan tahu sendiri Mas juga tenaga pendidik Agama di pondok pesantren."
"Ah iya, t-tapi kok rada cab-ul gitu ya?"
"Astaghfirullah mulutnya."
.
.
- To Be Continued -
kel. megantara belum turun tangan nih lihat anggota kesayangan dpt masalah 🥰