Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Senja mulai berubah menjadi malam, dan hawa dingin perlahan menyelimuti desa kecil itu. Han Zekki dan Yuna masih berdiri di sana, di bawah langit yang mulai dipenuhi bintang-bintang kecil. Keheningan di antara mereka terasa agak canggung, tapi tidak ada yang bergerak untuk memecahnya. Seolah-olah masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.
Zekki, dengan tatapan matanya yang tampak kosong, sebenarnya sedang memutar ulang kenangan lama di benaknya. Masa-masa ketika dia masih muda dan tak berdaya, saat dirinya hanya bisa diam dan menonton orang-orang yang lebih kuat melakukan apa saja sesuka mereka. Tapi sekarang, semua itu sudah berubah. Dia bukan lagi anak kecil tak berdaya, dan kekuatan yang dia miliki sekarang... entahlah, kadang dia juga merasa tak yakin untuk apa semua ini.
Yuna memperhatikan Zekki dari samping, ragu-ragu sebelum akhirnya memutuskan untuk bertanya. "Zekki…," suaranya pelan, nyaris berbisik.
"Ya?" Zekki menoleeh, sedikit terkejut. Ada sesuatu dalam nada suara Yuna yang membuatnya merasa gadis ini ingin mengatakan sesuatu yang penting.
"Kau punya… tujuan, kan?" tanyanya, sorot matanya serius namun lembut. "Aku bisa lihat dari caramu berbicara, caramu melawan orang-orang dari sekteku tadi… kau pasti punya alasan, sesuatu yang lebih besar."
Zekki terdiam sejenak, menimbang apakah ia harus jujur atau tidak. Ini bukan pertama kali orang menanyakan hal itu, tapi biasanya dia memilih untuk menghindar. Tapi entah kenapa, di hadapan Yuna, dia merasa... lebih mudah untuk berbicara. Mungkin karena gadis ini, meskipun bagian dari Sekte Langit Timur, tampak begitu tulus.
"Aku punya tujuan," jawabnya akhirnya, suara yang keluar terdengar berat, hampir seperti pengakuan yang tertahan. "Tapi… rasanya masih samar. Aku sendiri belum tahu harus mulai dari mana."
Yuna mengangguk, tersenyum kecil. "Aku rasa, itu sudah cukup. Kadang kita memang tidak tahu semua jawabannya, tapi selamaa kita punya sesuatu yang diperjuangkan... aku pikir itu sudah lebih dari cukup kok."
Zekki menatap gadis itu, sedikit terkejut. Tidak banyak orang yang bisa memahami keraguannya dengan begitu dalam, terutama setelah baru mengenalnya beberapa waktu saja. "Kau… cukup bijak juga, ya," katanya sambil tertawa kecil, mencoba mengurangi ketegangan.
Wajah Yuna memerah, sedikit tersipu. "Oh, jangan mulai dengan pujian, aku tidak suka. Lagipula, aku cuma bicara apa yang kupikirkan," jawabnya sambil mengalihkan pandangannya. Tapi kalau dilihat dari caranya sedikit menghindari tatapan Zekki, terlihat dia sebenarnya agak tersanjung.
Keheningan kembali menghampiri mereka, namun kali ini lebih terasa hangat, seperti tidak ada beban di antara mereka. Yuna tampak lebih rileks, sementara Zekki juga merasa sedikit lebih tenang. Sesuatu tentang gadis ini memang… entahlah, rasanya begitu nyaman.
Namun, sebelum mereka sempat benar-benar menikmati momen itu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan. Zekki segera menajamkan pendengarannya, sementara Yuna berbalik dengan raut wajah cemas. Mereka berdua tahu bahwa di dunia kultivasi ini, suara langkah di malam hari jarang berarti sesuatu yang baik.
"Kau dengar itu?" bisik Yuna, nada suaranya tegang.
Zekki mengangguk, ekspresinya berubah serius. "Ya. Dan kurasa… mereka datang untuk kita."
Dari balik bayangan pepohonan, muncul sosok-sosok berpakaian hitam yang bergerak dengan kecepatan dan kelincahan luar biasa. Sekilas, mereka tampak seperti bagian dari bayangan malam, bergerak begitu cepat dan senyap, seolah mengintai mangsa. Mata Zekki menyipit. "Sekte Bayangan Malam," pikirnya. Satu sekte yang terkenal dengan teknik penyusupan dan serangan tanpa jejak. Mereka adalah pembunuh yang tak kenal ampun, dan kini tampaknya mereka datang untuknya dan Yuna.
"Han Zekki, murid tingkat rendah yang sok kuat," suara dingin terdengar dari salah satu pria berbaju hitam itu. Pria itu melangkah maju, memperlihatkan wajahnya yang tertutup topeng hitam dengan garis merah yang mengintimidasi. "Kau telah membuat masalah dengan Sekte Langit Timur, dan sekarang Sekte Bayangan Malam dipekerjakan untuk… membersihkan sampah sepertimu."
Zekki hanya tertawa kecil, seolah-olah ancaman itu bukan masalah besar. "Sampah, ya? Aku rasa, kalian yang harusnya bercermin dulu. Kalau aku sampah, lalu kalian apa? Pembunuh bayaran yang takut menunjukkan wajah asli?"
Pria bertopeng itu tak terganggu, malah tampak semakin dingin. "Kau boleh berbicara sesukamu. Tapi malam ini, kau tidak akan hidup untuk melihat matahari terbit."
Tanpa peringatan, pria itu menggerakkan tangannya dan beberapa sosok lainnya langsung melesat maju ke arah Zekki. Gerakan mereka begitu cepat, seolah mereka benar-benar melompat dari satu bayangan ke bayangan lainnya, membuat mereka sulit terlihat jelas.
"Awas, Zekki!" Yuna berteriak, matanya melebar melihat serangan yang begitu tiba-tiba itu. Ia tahu betapa berbahayanya Sekte Bayangan Malam—sekali mereka mulai menyerang, hampir tak ada yang bisa lolos.
Namun Zekki tetap tenang, bahkan tidak sedikit pun terlihat gentar. Dalam sekejap, dia membuka telapak tangannya, dan celah kecil di udara mulai terbuka. Ini bukan pertama kalinya dia menggunakan Void Slash, tapi kali ini dia lebih serius. "Kalian mau bermain di balik bayangan, kan? Baiklah… aku akan tunjukkan caranya."
Dengan satu gerakan ringan, Void Slash terbuka lebar, membentuk retakan besar di udara. Retakan itu berpendar dengan cahaya gelap dan keunguan, menghisap bayangan di sekitarnya. Salah satu penyerang yang berada di depan terhenti sejenak, tampak bingung. Namun terlambat, tubuhnya sudah terpotong oleh celah dimensi itu, lenyap tanpa jejak.
Melihat itu, para anggota Sekte Bayangan Malam lainnya langsung berhenti dan menatap Zekki dengan rasa takut yang mulai tampak. Salah satu dari mereka bergumam, "Apa ini…? Apa kultivator biasa bisa melakukan… hal seperti itu?"
Zekki hanya tersenyum tipis, sambil melirik ke arah Yuna yang tampak terkejut. "Tadi kau tanya soal tujuanku, kan?" katanya sambil menoleh ke gadis itu. "Nah, salah satunya mungkin… membuat dunia ini sedikit lebih aman dari sampah seperti mereka."
Yuna menatapnya tanpa berkata-kata, hanya ada rasa kagum yang jelas terpancar di wajahnya. Dia sadar, Han Zekki yang berdiri di depannya ini bukanlah kultivator biasa. Bukan hanya kuat, tapi ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kemampuan bertarung.
Sementara itu, anggota Sekte Bayangan Malam yang masih tersisa mulai mundur perlahan, mencoba melarikan diri. Namun Zekki hanya menggelengkan kepala. "Kalian sudah datang jauh-jauh ke sini, dan sekarang mau kabur? Entahlah… rasanya itu bukan pilihan yang bijak."
Dia menggerakkan tangannya sekali lagi, membuka celah Void di hadapannya. Dari dalam celah itu, muncul sebuah bayangan besar—monster dari dimensi lain yang ia panggil, dengan tubuh raksasa dan mata merah yang bersinar tajam. Monster itu mengeluarkan raungan pelan, namun cukup untuk membuat para penyerang menggigil ketakutan.
"Pergi," perintah Zekki singkat. Monster itu bergerak cepat, menangkap dua dari penyerang yang mencoba kabur dan menghilang ke dalam celah dimensi, meninggalkan hanya keheningan yang menyeramkan.
Yuna menatap pemandangan itu dengan mulut sedikit terbuka, tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. "Itu… kau… siapa kau sebenarnya, Zekki?" suaranya bergetar.
Zekki menghela napas, menyadari bahwa ia mungkin telah memperlihatkan terlalu banyak dari kekuatannya. Tapi… di saat yang sama, entahlah, ia merasa gadis ini bisa dipercaya. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya berpikir begitu.
"Aku? Aku cuma orang biasa yang kebetulan punya sedikit kekuatan lebih," jawabnya sambil tersenyum kecil, mencoba meredakan ketegangan.
Yuna tertawa kecil, meski masih terlihat bingung. "Kalau itu sedikit… aku tidak bisa bayangkan apa yang disebut kekuatan penuh menurutmu."
Zekki tersenyum samar, tidak ingin melanjutkan pembicaraan itu. "Ayo pergi dari sini. Kurasa kita sudah cukup membuat keributan malam ini."
Mereka berdua mulai berjalan menjauh dari tempat itu, meninggalkan jejak pertempuran yang baru saja terjadi. Di belakang mereka, malam kembali sunyi,.
datng duel pergi datang duel pergi hadehhhhhh
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan