Blurb :
Sebuah pernikahan yang hanya di dasari oleh cinta dari salah satu pihak, akankah berjalan mulus??
Jantung Arimbi seakan runtuh ketika pria itu mengatakan 'kita akan tidur terpisah'
Akankah ketulusan Arimbi pada putri semata wayang mampu membuat Bima, seorang TNI AU berpangkat Sersan Mayor membalas cintanya?
______
Arimbi terkejut ketika sosok KH Arifin, datang ke rumahnya bersama Pak Rio dan Bu Rio.
Yang lebih mengagetkannya, kedatangan mereka bertujuan untuk melamar dirinya menjadi istri dari putranya bernama Bima Sena Anggara, pria duda beranak satu.
Sosoknya yang menjadi idaman semenjak menempuh pendidikan di pondok pesantren milik Abi Arifin, membuat Arimbi berjingkrak dengan perjodohan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 23 ~
Satu minggu berlalu, aku serta Lala menghabiskan akhir pekan dengan beberes rumah dan menyiram tanaman sambil bermain di halaman samping rumah.
Saat sedang asyik mencuci mobilku dengan di sisipi canda tawa, tiba-tiba terdengar suara bel dari arah pintu gerbang.
Aku dan Lala saling pandang dengan pikiran dan pertanyaan yang sama.
"Siapa?" tanyaku mengangkat dagu dan kedua alisku secara bersamaan.
Lala mengedikkan bahu di susul dengan gelengan kepala dan seulas senyum untuk meresponku. Dia yang tak ku ijinkan bermain air, hanya duduk seraya memperhatikan aktivitas yang ku lakukan.
Karena hari minggu mas Jim libur, aku sendiri yang akan membuka pintu gerbang.
"Bunda lihat dulu siapa yang datang ya?" ucapku pada Lala sambil membersihkan tanganku dari busa sabun.
"Iya bunda"
"Lala tunggu di sini"
"Eungh"
Aku mematikan kran air sebelum kemudian melangkahkan kaki.
Sebelum benar-benar membuka pintu berbahan besi, aku mengintip melalui celah kotak kecil untuk memastikan bahwa yang datang bukanlah orang asing ataupun orang jahat.
"Gesya!"
Melihat wanita itu berdiri di balik pintu gerbang, ingatanku jatuh pada ucapan mas Bima yang mengatakan kalau Gesya akan datang di hari minggunya.
Tak ingin membuat dia menunggu, aku segera membuka sebagian pintu gerbang.
"Mbak Gesya?"
"Lama banget si Bi" Gesya mencebik dengan tatapan sebal.
"Maaf mbak"
Usianya memang lebih tua dua tahun dariku, jadi ku biarkan saja dia memanggilku hanya namanya saja.
Dia yang seorang dsigner terkenal di kota kami, selalu tampil nyentrik dan up to date dengan busana yang dia rancang.
Butiknya pun menjadi langganan para sosialita kelas atas. Jika di bandingkan denganku, jelas Gesya lebih unggul segalanya dariku.
Dia merupakan adiknya mbak Hana yang menurutku diam-diam sudah jatuh cinta pada mas Bima.
Tepat ketika sang kakak berkhianat, Gesya selalu mencari perhatian ayahnya Lala. Itu kata mbak Kanes, tapi entah dengan mas Bima, aku tak tahu seperti apa perasaan pria menakutkan itu pada Gesya.
"Buka gerbangnya" Gesya langsung berbalik usai memerintahkanku.
Selagi dia berjalan lalu masuk ke mobil, aku langsung membuka gerbang lebar-lebar agar mobilnya bisa masuk ke halaman rumah.
Aku kembali menutupnya dengan perasaan tak suka.
Ku lirik Gesya turun kemudian membuka pintu bagian penumpang dan mengambil beberapa totebag yang ku pastikan isinya adalah oleh-oleh untuk Lala.
"Lala!" teriaknya sambil merentangkan kedua tangan memperlihatkan barang bawaannya
"Onty!"
"Hai sayang, Lala apa kabar?" wanita itu mengecupi pipi Lala dengan gemas.
"Baik onty"
"Onty bawain oleh-oleh buat Lala"
"Apa itu onty?"
Aku yang sudah berdiri di samping Lala hanya menyimak obrolan mereka.
"Ada boneka Chinamorral, rautan pensil bentuk kuda poni, ada buku mewarnai, ada baju juga buat Lala, onty rancang sendiri spesial buat keponakan onty yang cantik"
"Waahh" Raut senang tampak di wajah Lala namun hanya sesaat, sebab di detik berikutnya, alih-alih menerima oleh-oleh yang di bawakan Gesya, Lala malah mendongak untuk menatap wajahku.
"Kenapa La?" tanyaku heran.
"Boleh Lala terima oleh-oleh dari onty, bun?"
"Aduh kenapa pakai nanya si sayang" Sambar Gesya cepat. "Ini dari onty loh, ontynya Lala, masa harus ijin dulu sama dia" Gesya melirikku saat mengucapkan kata 'dia'.
"Kan kata ayah kalau di kasih sesuatu harus ijin ke bunda atau ayah dulu"
"Tapi kan ini ontynya Lala yang kasih"
"Tapi kan kata ayah harus tetap ijin" Timpal Lala tak mau kalah.
Ku lirik Gesya menghela nafas dalam-dalam. Ia menarik salah satu ujung bibirnya dengan mata menyorot malas.
"Boleh nggak bun?" Tanya Lala dengan kepala terdongak.
Aku tersenyum, kemudian mengangguk. "Boleh sayang" Tanganku terulur mengusap puncak kepala Lala.
"Makasih onty"
"Sama-sama sayang"
"Kita masuk, yuk!" Ajak Gesya tanpa peduli bahwa aku ada di samping Lala, sementara putriku yang masih polos langsung menuruti ajakan tantenya.
"Lala!" Cegahku tak enak hati.
"Iya bun?" Keduanya menghentikan langkah ketika mendengar suaraku.
"Lala belum sun tangan onty kan? Nanti di dalam kalau oleh-olehnya sudah di taruh meja Lala langsung salim ya"
"Iya bunda"
"Anak pintar" Ku usap pipi Lala lembut.
"Aku lanjut cuci mobil sebentar, mbak. Kalian bisa main-main dulu di dalam"
"Hmm" sahut Gesya acuh, lalu kembali melanjutkan langkahnya.
Aku menggelengkan kepala sembari menatap punggung Gesya.
Melihat bagaimana cantiknya Gesya, mendadak kepercayaan diriku menurun. Aku jadi berspekulasi kalau mas Bimu kemungkinan menyukainya.
Pria mana yang nggak menyukai wanita cantik, pintar, dan berkelas seperti dia?
*****
Selesai mencuci mobil, aku langsung masuk ke dalam untuk mengecek kondisi Lala.
Seharusnya aku tak perlu khawatir sebab Lala sudah bersama dengan tantenya, tapi tetap saja aku tak bisa kalau harus lepas dari putriku.
Saat aku sudah berada di dalam rumah tepatnya di ruang keluarga, ku lihat Lala tengah asyik mewarnai, tapi tanpa Gesya.
Kemana dia?
"Lala"
Anak itu menoleh. "Bunda!"
"Lagi apa nak?"
"Mewarnai bun, onty bawain banyak buku mewarnai. Cantik-cantik bunda"
Aku sudah berdiri di samping Lala. Dia yang suka sekali duduk di lantai, mas Bima membelikannya meja kecil khusus untuk mewarnai seperti ini.
"Onty kemana?"
"Onty lagi ke dapur bikin minum"
Gesya memang seperti itu, jika mas Bima tak ada di rumah, dia selalu membuat minum sendiri kalau datang kemari. Mas Bima yang memerintahkannya, tapi bukan berarti mas Bima mengijinkan dia untuk seenaknya sendiri di rumah kami.
"Bunda ke dapur dulu ya, kasihan onty kalau bikin minum sendiri"
"Iya bun" Fokus Lala tetap tertuju ke buku gambarnya, sementara aku langsung mengarahkan langkahku ke dapur.
"Kenapa harus repot-repot bikin minum sendiri, mbak?"
Gesya yang sedang menaruh makanan ke dalam microwave untuk di panaskan, langsung mengalihkan pandangan ke arahku.
"Nggak apa-apa, rumah kakakku, rumahku juga"
"Mantan kakak ipar, mbak"
"Apa kamu bilang?"
"Bersikaplah layaknya tamu di rumahku" Sahutku mengabaikan raut terkejut di wajahnya.
Dia tersenyum miring, menutup pintu microwave dan menekan tombol waktu kemudian melangkah menghampiriku.
"Kamu menyuruhku untuk bersikap layaknya tamu? Kamu nggak nyadar kalau kamu ini hanyalah babby sitter untuk Lala?"
Secara reflek keningku mengkerut "Apa maksud embak?"
"Arimbi Arimbi, kalau aku jadi kamu, aku sudah pergi dari sini sejak lama"
Garis-garis di keningku sepertinya kian dalam karena ucapannya barusan.
"Masa iya harus menunggu di usir sama mas Bima si"
"Kenapa mas Bima harus mengusirku?" Tanyaku berusaha tenang.
Wanita yang tak hanya pintar tapi elegan ini tersenyum sinis lengkap dengan tatapan mengejek, seakan dia sudah sangat yakin mas Bima memang akan mengusirku.
"Kamu ini istri yang tak di anggap, Arimbi. Seharusnya kamu sadar dong, kalau pernikahan kalian hanya tertulis di atas kertas"
"Ckkk ... Siapa bilang? awalnya memang pernikahan kami sangatlah datar, tapi waktu merubah segalanya, mbak Gesya"
"Oh ya?" Gesya mengangkat satu alisnya, jelas sekali dari gestur tubuhnya kalau dia sedang merendahkanku. "Nggak mungkin mas Bima berbohong kan, kalau sampai detik ini kalian masih tidur terpisah?"
Apa maksudnya? Bagaimana dia tahu kalau kami tidur terpisah? Benarkah mas Bima yang memberitahukannya?
"Sadar diri Arimbi, kamu hanya di manfaatkan untuk merawat Lala, mas Bima sama sekali tak berniat membuka hatinya untukmu, jadi aku saranin lebih baik pergi secepatnya sebelum mas Bima mengusirmu"
Astaghfirullah, dari bahasanya jelas menggambarkan kalau dia sama sekali tak menghormatiku.
"Saat aku dan mas Bima bersiap untuk menikah, saat itu juga kamu harus siap pergi dari kehidupan mas Bima dan juga Lala"
"Apa yang kamu katakan Gesya?"
Mengabaikan perkataanku, Gesya kembali menerbitkan senyum sinis.
"Sekali lagi aku beri tahu" ujar Gesya sarkastis. "Mungkin tidak lama lagi mas Bima akan menceraikanmu, lalu setelah itu aku akan menikah dengan mas Bima"
Aku terkesiap, menahan diri agar tak meledak.
"Mungkin tidak lama setelah mas Bima pulang dari dinasnya" tambahnya masih sesantai sebelumnya.
Tiba-tiba terdengar bunyi microwave yang menandakan kalau makanan sudah selesai di panaskan.
Senyum sinis di wajahnya kian tajam, setajam perkataannya yang langsung mampu menembus jantungku.
"Bagi mas Bima, kamu bukan siapa-siapa, camkan itu!"
Usai mengatakan itu Gesya berbalik lalu berjalan menuju microwave.
Aku termangu, kembali mengulas setiap ucapan Gesya beberapa saat lalu.
Jahat kamu mas, memanfaatkanku sampai dua tahun lamanya. Tega sekali mas menceritakan kondisi rumah tangga kita pada mantan adik ipar mas.
Bersambung.
Buat yang selalu nungguin upnya, maaf ya belum bisa crazzy up, tapi akan selalu up setiap hari.
Nanti kalau sibuknya sudah agak reda, aku pasti up banyak-banyak.
Like, komen, dan vote ya. Biar lanjut terus 😇
Semangat berkarya