Astin yang sakit 3 hari telah meninggal duni, tetapi sebuah jiwa yang tersesat mengambil ahli tubuhnya.
Astin lalu berubah menjadi sangat berbeda, memberi kejutan pada orang-orang yang selama ini menghina Astin.
Kejutan apakah itu?
Yuk baca untuk mengetahuinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon To Raja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Perdebatan di meja makan
Chika kembali ke rumahnya dengan penuh kekesalan, begitu tiba di rumah, ia melihat ibunya sedang bersama dengan teman-temannya berbincang di ruang keluarga.
Chika langsung mengubah ekspresi wajahnya, tersenyum dengan polos menghampiri semua orang.
"Halo semuanya," ucap Chika dengan suara yang begitu lembut, langsung menarik perhatian semua orang yang ada di sana.
"Putriku sudah pulang, ayo duduk di sin--"
"Tidak Bu, Aku punya sedikit pekerjaan di kamar, kalau begitu nikmati waktu kalian semua," ucap Chika sambil menunduk memberi hormat pada semua orang lalu dia berjalan ke arah tangga dan terus menuju kamarnya.
Setelah tiba di kamar, Chika langsung melemparkan tasnya ke arah ranjang dan dengan gusar berjalan ke arah balkon.
Setelah tiba di balkon, Chika memukul pembatas balkon, menggertakkan giginya, "beraninya perempuan itu! Mulai sekarang aku tidak bisa bersikap halus lagi padanya, aku harus lebih keras lagi padanya dan membiarkan dia kembali ke posisinya semula!" Geram Chika mencengkram pagar pembatas dengan sangat erat.
Ketika dia sedang berdiri dengan pandangan begitu gelap, ponsel yang ada di dalam kamar tiba-tiba berdering hingga dia kembali memeriksa ponselnya dan mendapati sebuah panggilan telepon dari nomor tak dikenal.
Meski nomor ponsel tersebut tidak tersimpan, namun Chika jelas telah menebak Siapa yang meneleponnya sehingga dia langsung mengangkat panggilan telepon itu.
"Pesananmu sudah siap, anak buahku sudah dalam perjalanan mengantarnya ke rumahmu, mungkin akan tiba beberapa menit lagi," kata pria dari seberang telepon langsung membuat Chika mengukir sebuah senyuman kemenangan di wajahnya.
"Aku akan menghubungimu lagi nanti," ucap Chika mematikan panggilan telepon itu dan segera memblokir nomor yang masuk.
Setelah selesai, Chika turun ke lantai bawah, pergi ke pintu gerbang dan mendapati seorang pria muncul menggunakan sebuah motor berwarna hitam dengan barang-barang yang dikenakan pria itu juga serba hitam.
Sang pria menghentikan motornya nya tepat di depan Chika lalu menyerahkan sebuah paket kecil yang dibungkus dengan lakban hitam.
Setelah selesai, pria itu langsung pergi dan Chika menyimpan paket tersebut ke dalam sakunya lalu kembali ke kamar.
Saat tiba di kamar, Chika membuka paket tersebut dan mendapati sebuah cairan yang membuatnya tersenyum.
"Kali ini aku akan membuatnya lebih heboh dari sebelum-sebelumnya," ucap Chika sambil memandang cairan bening yang memenuhi botol kecil di tangannya.
Sebelumnya dia pernah menggunakan cairan tersebut untuk menjebak Astin, dan semuanya berjalan dengan lancar. Jadi kali ini Chika yakin dia bisa melakukannya lagi seperti terakhir kalinya.
Kali ini Arga pasti akan lebih marah lagi karena ini sudah menjadi yang kesekian kalinya Astin menggunakan trik yang sama.
Chika pun menyimpan cairan tersebut ke dalam tasnya, dan dengan cepat mengganti pakaiannya sebelum meninggalkan rumah.
Dia lewat di sebuah restoran, membungkus makanan menggunakan Tupperware yang sebelumnya telah tersedia dalam mobilnya.
Setelah selesai, dia lanjut menyetir menuju kediaman Sigala.
"Chika," Sandriana terkejut melihat kedatangan Chika, padahal sebelumnya perempuan itu pergi sambil menangis-nangis, namun sekarang kembali lagi?
"Halo tante," terlihat wajah Chika berusaha mengukir sebuah senyuman sambil melangkah mendekati Sandriana.
"Ibu menyuruhku mengantar ini ke mari," ucap Chika Seraya menyerahkan paper bag berisi makanan yang sebelumnya telah Ia beli di restoran.
"Astaga, Ibumu sungguh repot-repot, sampaikan terima kasih Tante padanya ya," ucap Sandriana menerima paper bag tersebut dan saat ini dia merasa sedikit bersalah pada perempuan di hadapannya atas peristiwa yang terjadi tadi sore.
"Baik tante, kalau begitu aku pergi dul--"
"Bagaimana bisa kau langsung pergi begitu saja? Tinggallah, kita makan malam bersama," ucap Sandriana.
Chika menggigit di Bibir bawahnya, melirik ke arah tangga dan mendapati di ujung atas tangga seorang perempuan berdiri sambil menatapnya, "itu.."
Sandriana mengikuti arah tatapan Chika, dan melihat menantunya sedang menuruni tangga.
"Tidak apa-apa, Ayo ke meja makan sekarang," ucap Sandriana akhirnya dijawab anggukan Chika.
Dia pun segera mengikuti Sandriana dengan langkah pelan, sengaja dilambatkan agar Astin bisa mengejarnya.
Setelah hampir tiba di pintu menuju ruang makan, Chika menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Astin.
Astin yang sudah cukup dekat pun menghentikan langkahnya, saling berpandangan dengan Chika.
"Aku minta maaf atas apa yang terjadi tadi siang," Chika mulai berbicara dengan volume suara yang diukur bisa didengar oleh Sandriana yang sudah ada di ruang makan, "Aku tahu aku sudah salah membicarakan hal seperti itu secara sembarangan. Aku,, bisakah kau memaafkanku?" Chika mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Astin.
Astin tersenyum, tapi dia tetap diam saja, sama sekali tidak berniat untuk membalas jabatan tangan itu hingga membuat Chika ikut tersenyum.
"Aku akan membantumu mendapatkan Erik," ucap Chika sebelum akhirnya menjatuhkan tubuhnya ke belakang seolah-olah Dia baru saja didorong oleh Astin.
Bruk!
"Akhh!!!" Chika langsung menjerit begitu tubuhnya menyentuh lantai, membuat Sandriana yang sedang menata makanan di atas meja makan pun terkejut melihat ke arah sumber suara.
Begitu melihat Chika telah berbaring di lantai sambil memegangi punggungnya, dia pun langsung berlari menghampiri Chika.
"Apa yang terjadi?" Tanya Sandriana seraya berlutut membantu Chika untuk duduk.
"Akhh,, Tante punggungku!!!" Chika mengeluh sambil menahan air matanya agar tidak menetes ke pipi.
Wajah kesakitan Chika membuat Sandriana sangat panik, dia langsung mengangkat kepalanya menatap Astin.
"Cepat hubungi ambulans!" Perintah Sandriana dengan panik.
Astin terdiam ketika Sandriana menatap ke arahnya, terlihat jelas Chika yang dibelakangi Sandriana mengukir sebuah senyuman menghina di wajahnya.
"Baiklah," ucap Astin mengeluarkan ponselnya, tetap tenang menelpon ambulans.
Namun belum saja panggilan telepon itu terhubung, Chika sudah berkata, "tidak,, tidak usah, aku akan baik-baik saja setelah beristirahat sebentar."
"Kau yakin?" Sandriana menatap Chika dengan raut wajah cemasnya dan melihat Chika menganggukkan kepalanya dengan ekspresi masih menahan sakitnya.
"Kalau begitu,,," Sandriana menghela nafas berbalik menatap Astin, "cepat bantu dia berdiri!" Perintah Sandriana membuat Astin langsung membantu Sandriana dan membawa Chika duduk di meja makan.
Begitu duduk di meja makan, Sandriana mengambil air putih dan memberikannya pada Chika.
"Aku akan menelpon dokter supaya dia datang memeriksamu," ucap Sandriana dijawab anggukan pelan Chika.
"Mungkin obat yang ada di kamar Tante bisa membantumu, tunggu sebentar," ucap Sandriana segera berlari dari dapur meninggalkan 2 perempuan di sana.
Setelah Sandriana pergi, Chika berbalik menatap Astin yang sudah duduk di hadapannya, "dengan begini, Bukankah jalanmu untuk bercerai dengan Arga semacam dekat? Lalu setelah itu kau bisa bersama-sama dengan Erik, aku akan membantumu," ucap Chika tanpa sedikitpun rasa bersalah.
"Jadi kau sengaja menjatuhkan dirimu untuk,,,, ya lakukanlah sesukamu," kata Astin dengan ekspresi tidak perduli.
"Kau! Aku melakukan semuanya demi melancarkan jalanmu bersama Erik, tidak bisakah kau sedikit berterima kasih padaku? Atau,, atau,," Chika menggertakkan giginya melihat perempuan di hadapannya yang tampak acuh tak acuh.
"Kapan aku bilang aku mau bercerai? Hentikanlah semuanya, kau membuatku sellau disalahpahami," ucap Astin.
"Bukankah kau bilang--"
"Kubilang hentikan!" tegas Astin membuat Chika sangat terkejut, tak menyangka Astin benar-benar telah memalingkan hatinya dari erik.
Sementara Astin, dia berdiri setelah teleponnya berdering, perempuan itu menjauh dari Chika mengangkat panggilan teleponnya.
Bersamaan dengan itu, Chika dengan cepat mengeluarkan cairan yang sebelumnya telah dia siapkan dan meneteskannya pada minuman milik Arga.
Setelah selesai, Chika menyembunyikan botol obat tetes tersebut ke dalam tasnya dan duduk menunggu. Sebuah senyuman menyerigai muncul di bibir Chika.
'Kali ini aku tidak akan membiarkanmu!' tegas Chika dalam hati.
dasar ular kadot