Juliette, terlahir dari keluarga yang minim simpati dan tidak pengertian.
Membuat ia tumbuh menjadi gadis mandiri dan sulit berekspresi.
Di tengah perjalanan hidupnya yang pahit, ia justru bertemu dengan yang Pria semakin membuat perasaannya kacau.
Bagaimana kelanjutan hidup Juliette?
Akankah ada seseorang yang memperbaiki hidupnya?
Simak kelanjutannya, Behind The Teärs by Nona Lavenderoof.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lavenderoof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Ingin Istirahat
Romeo tersenyum lebar, seakan hal ini justru menambah kesenangan dalam percakapan mereka yang aneh.
Ia tidak menyangka, gadis yang sudah beberapa kali ia temui terlihat kaku dan dingin ternyata bisa menyenangkan ini.
"Iya, seperti itu."
Juliet hanya mengangkat bahu dan kembali menikmati es krimnya, namun dalam hatinya ada sedikit kehangatan yang mulai tumbuh.
Dan malam ini, dia merasa aneh, tapi juga nyaman. Entah kenapa, dia mulai merasa sedikit lebih ringan setelah mengucapkan kata-kata itu, meski tidak sepenuhnya mengerti mengapa.
Romeo masih memandangnya dengan senyum tipis.
"Senang bertemu denganmu, Juliet" Ucap Romeo dengan nada yang penuh kekaguman, meskipun ia tahu tak akan mudah mengerti gadis ini sepenuhnya.
Juliet menoleh sekilas ke arah Romeo, senyum kecil terukir di bibirnya yang biasanya kaku.
Tidak ada kata-kata lebih lanjut, hanya keheningan yang nyaman di antara mereka.
*
Setelah pertemuan itu, mereka pulang, Juliet kembali ke asramanya. Membersihkan tubuh dan bersiap untuk tidur.
Juliet mengabaikan permintaan yang baru ia terima dari telpon kakaknya tadi. Ingin kembali mengumpulkan sinyal kantuknya yang sedikit berhamburan.
Dan memikirkannya lagi besok.
Namun dering dari ponselnya kembali berbunyi, Juliet menolaknya.
"Apalagi yang ingin kau katakan, bu? Ini sudah larut malam, aku ingin istirahat."
Namun dering ponsel kembali terdengar. Ia pun menengok siapa yang menghubunginya.
Drt... Drtt...
Esme (Medical Tim) incoming Voice Call...
...
["dr. Juliette Yosep, Panggilan dariku saja kau menolaknya. Bagaimana saat ada pasien yang tiba-tiba menelponmu?"]
["Aku pikir orang lain yang menelponku."]
["Apa itu alasan yang sering kau gunakan untuk menghindari komunikasi dengan pasien? Sekarang anggap aku pasienmu! Apa yang akan kau katakan, kau tanyakan pada pasienmu?"]
["Kau tau, kau bukan pasien. Cukup katakan apa yang kau ingin katakan."]
["Apa kau sudah menyadari kesalahan dan kekuranganmu? Komunikasi seperti ini saja kau ingin cepat mengakhirinya. Apa kau lupa? Simulasi pertama kita kemarin gagal karena kau, Yosep!"]
["Aku tidak lupa."]
["Lusa kami akan belajar bersama dirumahku. Mencari kelemahan masing-masing dan memperbaikinya bersama-sama. Ikutlah dengan kami, maka kita akan belajar bersama-sama."]
["Tidak perlu mengajariku. Aku akan bisa dengan caraku sendiri."]
["Apa kau tak bisa beramah tamah sedikit? Terserah kau saja! Kau masih punya waktu tiga minggu lagi, manfaatkan waktu liburmu, belajarlah kalau kau memang bisa sendiri. Perbaiki skill komunikasi dan etika-mu atau kita akan gagal lagi seperti sebelumnya."]
["Akan aku coba."]
["I know you smart. Tapi kedokteran tidak hanya menggunakan kecerdasan dari otak saja. Juga komunikasi dari hati yang baik. Maka pastikan tim kita tidak akan gagal dalam "Kasus klinis dan presentasi tim" nanti atau kami akan mengeluarkanmu dan mencari orang lain!"]
....
"Solidaritas dan kolaborasi tim. Pelatihan Etika dan komunikasi kedokteran. Kasus klinis dan presentasi tim. Etika kedokteran dan studi kasus etis."
Juliet memikirkan semua tugas yang baginya terasa sangat sulit.
Ia memang pintar dibidang akademik dan beberapa non-akademik.
Tapi komunikasi, apalagi tugas yang memerlukan kerja sama tim, itu terasa sangat sulit baginya.
"Etika, komunikasi, kolaborasi, sosialisasi. Semua itu... Aku punya banyak kekurangan."
Ia harus bisa bersikap profesional jika ingin lulus dalam tugasnya.
Juliet tengah serius memikirkan cara yang bisa mempermudah kesulitan, namun ponselnya kembali berdering, membuatnya kesal.
Drt.. Drtt...
Juliet mengangkat panggilan itu, tanpa melihat ke layar ponselnya.
["Kenapa lagi? Sudah kubilang aku bisa sendiri. Kau terus menelpon itulah yang justru menggangguku!"]
["Oh jadi seperti itu caramu bicara pada orang tua? Anak kurang a jar!"]
Juliet terkejut saat yang terdengar dari telpon adalah suara ibu. Ternyata benar, tertera nama Ibu di layar ponselnya.
Padahal ia mengira kalau Esme yang menelponnya lagi.
["Kenapa kau diam saja? Jawab aku!"]
["Aku tidak tau kalau ibu, aku pikir orang lain."]
Hope you enjoy this bab!
Thank you and happy reading!