BY : GULOJOWO NOVEL KE-7 😘
"Menikahlah dengan ku, aku pastikan ayah mu bisa melihat lagi."
Gluk!
"Dan jika kamu bisa membangunkan milik ku, maka aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan."
Gluk!
Lagi-lagi Kirana, gadis yang akrab dengan panggilan Kiran itu menelan ludahnya berkali-kali saat mendengar ucapan dari bosnya yang menurut rumor yang beredar di kantor tempatnya bekerja, bosnya itu mengidap impoten.
Apakah Kirana akan menerima tawaran bosnya itu dengan iming-iming yang dijanjikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GuloJowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 11
Pukul sembilan malam mereka baru tiba. Mobil yang dikendarai oleh sekretaris Niko berhenti tepat di depan rumah Kirana. Kirana bersiap membuka pintu mobil setelah sebelumnya berterima kasih terlebih dahulu kepada sekretaris Niko. Mei pun juga demikian. Ia juga bersiap turun dari mobil setelah berterima kasih dengan atasannya itu. Padahal rumahnya masih beberapa meter dari rumah Kirana. Tapi memang tidak terlalu jauh sih. Hanya terpaut beberapa rumah saja dari rumah sahabatnya itu.
"Loh Mei, kamu juga turun di sini? Apa rumah kamu juga di sini?" Tanya sekretaris Niko saat melihat Mei juga ikut membuka pintu mobil bagian belakang.
Kirana dan Mei langsung menoleh kembali dan menganggukkan kepala bersamaan. "Iya pak."
"Owh, ya sudah." Terlihat sekretaris Niko mengangguk-anggukkan kepalanya.
Kirana dan Mei pun segera turun. Sekretaris Niko juga ikut turun dari dalam mobil kemudian mendekati kedua gadis yang nampak kebingungan itu.
"Sekali lagi terima kasih Pak." Ulang Kirana agar atasannya itu segera pergi. Namun bukannya pergi sekretaris Niko masih berdiri tegak di dekat mereka.
"Sama-sama." Sekretaris Niko mengulas senyum.
"Eem, kalau gitu aku pulang dulu Ran. Mari pak." Mei langsung berlari meninggalkan Kirana dan atasannya itu. Mei pikir ada sesuatu yang ingin dibicarakan oleh sekretaris Niko kepada Kirana. Jadi dirinya segera pergi untuk memberikan ruang kepada keduanya.
Setelah kepergian Mei, Kirana malah menjadi kikuk sendiri tidak tahu harus berbuat apa agar atasannya itu segera pergi.
"Ayo aku antar." Ujar sekretaris Niko yang membuat Kirana kaget.
"Eh, nggak usah Pak terima kasih. Sampai di sini saja." Tolak Kirana halus agar sekretaris Niko tidak tersinggung.
"Nggak papa ayo, biar nanti aku yang jelasin sama orang tua kamu kenapa kamu pulang selarut ini."
"Eng-enggak papa pak. Tadi saya juga sudah mengabari Ayah kalau lembur."
"Apa kamu tidak ingin menawari saya minum dulu."
"Eh, eem, baiklah kalau begitu mari masuk." Tidak ada pilihan lain selain membawa atasannya itu masuk. Tidak buruk juga kalau hanya sekedar memberi minum sebagai tanda terima kasih karena sudah mengantarkannya sampai ke rumah.
Kirana mendorong pintu rumahnya perlahan kemudian mempersilahkan sekretaris Niko masuk ke dalam rumah sederhananya itu. "Silahkan duduk dulu pak."
Sekretaris Niko pun mengangguk kemudian mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada di ruang tamu. Bukan sofa empuk, hanya kursi yang terbuat dari kayu jati namun cukup bagus dan nyaman bila diduduki.
"Na! Ana kah itu?" Seru Pak Irwan dari dalam.
"Iya ayah, ini Ana." Kirana pun ikut berseru menyahut ayahnya. "Sebentar ya pak, saya buatkan minum dulu." Kirana langsung berlalu masuk ke dalam setelah mendapat anggukan dari sekretaris Niko.
"Ayah," Kirana terlebih dahulu menghampiri ayahnya yang duduk di depan TV. Segera ia meraih tangan ayahnya kemudian menciumnya. "Kok TV-nya nggak dinyalain?"
"Percuma, ayah kan nggak bisa lihat."
"Tapi kan Ayah masih bisa mendengarkannya."
"Ya sudah nggak papa, baru pulang?"
"Iya ayah, tadi kan Kiran udah bilang sama ayah kalau Kiran lembur hari ini."
Pak Irwan terkekeh seraya mengusap kepala anak gadisnya. "Tadi kamu ngomong sama siapa?"
"Owh, itu tadi bosnya Kiran yah. Nganterin Kiran sama Mei karena motor Mei tadi pagi kempes di jalan, jadi ditinggal di bengkel."
"Owh, apa sudah pulang?"
"Belum, masih duduk di depan. Ini mau Kiran buatin minum."
"Anterin Ayah ke depan kalau begitu. Ayah mau berterima kasih dengan bos mu yang baik itu. Karena sudah sudi mengantarkan anak ayah pulang."
Kirana pun mengangguk kemudian segera membimbing ayahnya keluar untuk menemui sekretaris Niko.
Sejak tadi sebenarnya sekretaris Niko mendengarkan semua percakapan yang terjadi antara anak dan ayah itu. Jarak ruang tamu dan ruang tengah yang berdempetan itu memudahkannya tanpa harus menguping. Dan sekarang bisa ia lihat dengan jelas saat Kirana keluar dengan menggandeng ayahnya yang nampak berjalan dengan meraba-raba. Ternyata memang pendengarannya tidak salah. Ayah dari Kirana itu ternyata memang tidak bisa melihat.
"Selamat malam pak." Sekretaris Niko berdiri dari duduknya seraya mengulurkan tangannya.
"Malam pak." Balas pak Irwan. Karena dirinya tidak melihat jadi dirinya tidak membalas uluran tangan sekretaris Niko.
"Maaf pak, ayah saya tidak bisa melihat." Ujar Kirana.
"Owh maaf." Sekretaris Niko segera menarik tangannya kembali.
"Tak apa." Pak Irwan terkekeh. "Silahkan duduk pak. Terimakasih karena sudah sudi mengantarkan anak saya pulang."
"Sama-sama pak." Sahut sekretaris Niko.
Kirana langsung berlalu masuk ke dalam untuk membuat minum. Sedangkan sekretaris Niko sepeninggal Kirana langsung melanjutkan obrolannya dengan Pak Irwan. Sekretaris Niko berusaha mengakrabkan diri dengan ayahnya Kirana. Banyak yang ditanyakan oleh sekretaris Niko, terutama tentang penyebab Pak Irwan kehilangan penglihatannya. Pak Irwan pun tanpa sungkan menceritakan penyebab dirinya tidak bisa melihat lagi. Pak Irwan dapat merasakan bahwa atasan dari anaknya itu adalah orang baik. Jadi dia pun tidak sungkan untuk bercerita.
Obrolan keduanya mengalir begitu saja hingga tak terasa waktu sudah semakin larut. Bahkan Kirana sudah tidak terlihat batang hidungnya lagi setelah membuatkan kopi untuk mereka. Mungkin Kirana sudah terbuai ke alam mimpi.
Untuk pertama kalinya sekretaris Niko menikmati kopi buatan Kirana yang benar-benar terasa nikmat. Pantas saja bosnya itu sampe ketagihan. Rupanya Kirana pandai membuat kopi dengan rasa yang pas di lidah. Tidak kemanisan dan juga tidak kepahitan. Sekretaris Niko dan pak Irwan sampe tidak sadar saat ini waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat saking asyiknya mengobrol. Padahal keduanya baru saja bertemu dan sebelumnya belum pernah mengenal satu sama lain. Segera sekretaris Niko pamit kepada Pak Irwan karena tidak etis rasanya bertamu hingga selarut ini.
*****
*****
*****
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏
Terimakasih
rasain luuu