Narecha memilih untuk melarikan diri dari kehidupannya penuh akan kebohongan dan penderitaan
Lima tahun berselang, Narecha terpaksa kembali pada kehidupan sebelumnya, meninggalkan berjuta kenangan indah yang dia ukir ditempat barunya.
Apakah Narecha sanggup bertahan dengan kehidupannya yang penuh dengan intrik?
Di tengah masalah besar yang terjadi padanya, datang laki-laki dari masa lalunya yang memaksa masuk lagi dalam kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ssintia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terbelenggu
...••••...
Ketika waktu sudah hampir tengah malam, akhirnya Echa berhasil keluar dari rumah Pram. Itu pun harus melalui perdebatan yang cukup alot membuat Echa harus memutar kepalanya untuk memberikan alasan yang tepat untuk Pram membiarkannya pulang.
Satu hal yang perlu Echa ingat dengan benar, Pram itu begitu keras kepala.
Jika ingin antara keduanya berpikir dengan benar, sebisa mungkin Echa harus mencari celah agar Pram mengalah. Karena kalau tidak, pria itu memiliki berjuta sanggahan juga alasan yang membuat Echa tidak bisa berkutik.
Seperti kali ini, sudah Echa kirim pesan beberapa kali pada Pram jika dirinya bisa pulang setelah mengajar sendiri tapi pria itu memaksanya untuk menjemput. Dan tidak ada penolakan katanya karena kebetulan arah kantor dan sekolah memang sejalan.
Echa yang malas membuat keributan akhirnya mengalah saja. Merasa percuma mendebat sekalipun.
"Sudah makan?" Pram bertanya setelah Echa memasang seatbelt dan menyimpan tasnya di bangku belakang.
Echa menganggukkan kepalanya, "Sudah."
"Ada tempat yang ingin kamu singgahi terlebih dahulu?" Pram menatap Echa dengan tatapan matanya yang terlihat teduh.
"Ngga perlu mas, langsung pulang aja." Echa ingin segera mengistirahatkan badannya yang akhir-akhir ini selalu cepat lelah. Mungkin karena tamu bulanannya sebentar lagi akan datang.
"Oke, kalau berubah pikiran kamu bilang aja." Pram melajukan mobilnya tanpa berniat Echa balas perkataannya.
"Terimakasih mas," setelah mengatakan hal itu, cepat-cepat Echa keluar tanpa mendengar balasan dari Pram yang terlihat masih ingin berbicara padanya.
Melangkahkan kakinya lebar-lebar, Echa masuk kedalam gedung apartemen.
Sebelum menutup pintu lift, suara seseorang yang menyerukan namanya membuat Echa urung menekan tombol. Menunggu orang yang memanggilnya itu.
Terlihat Lania berlari dengan kondisi yang jauh dari kata rapi alias berantakan masuk kedalam lift.
"Habis dari mana kamu?" Echa bertanya sebab melihat penampilan Lania yang berbeda dari biasanya. Apalagi diwaktu yang hampir tengah malam seperti ini.
"Tadi ada kegiatan di kampus yang cukup menguras tenaga." Jawab Lania seraya menyeka keringat di pelipisnya. Bahkan rambutnya pun sudah lepek menandakan aktivitas gadis itu hari ini benar-benar berat.
"Mau minum?" tanya Echa menawarkan.
"Ngga haus, aku masih punya." Lania menggerakkan ransel di punggungnya dan memperlihatkan botol minum yang berada di sisi ranselnya.
"Oke."
"Kak," Lania terlihat ragu-ragu untuk berkata pada Echa.
"Apa?"
"Kemarin aku curi dengar ada dua orang pria yang cari kakak di post satpam." Beritahu Lania membuat tubuh Echa yang sebelumnya menyandar pada lift langsung menegak.
"Terus mereka ngapain?"
"Kalau ngga salah dengan pak satpam bilang ngga bisa kasih info penghuni apartemen dengan sembarangan," jelas Lania membuat Echa bernafas lega.
"Siapa sebenarnya mereka kak?" Lania menatap Echa dengan wajah yang terlihat ingin tahu.
"Kakak juga ngga tahu." Begitu lift berdenting dan pintunya terbuka, keduanya bergegas keluar.
"Kak aku duluan ya, mau cepat-cepat mandi terus tidur."
"Iya sana, kamu harus cepat-cepat istirahat." Echa mendorong bahu Lania pelan didepan pintu apartemennya.
"Bye."
Setelah membersihkan diri dan berganti dengan piyaman pendek, Echa menjatuhkan dirinya diatas bean bag yang belum lama ini dia beli.
Pikirannya kembali pada percakapan di lift tadi bermasa Lania. Siapa yang mencarinya, perasaan Echa tidak memiliki urusan apapun dengan orang lain. Jangan hitung urusan dengan keluarganya.
Di tangan Echa terdapat ipad yang kini sedang dia utak-atik dengan begitu seriusnya.
Setelah lima tahun berlalu, hari ini Echa berniat untuk mengaktifkan lagi salah satu media sosialnya. Ya meskipun Echa tidak ingin membagikan momen apapun.
Dan seperti dugaannya, baru beberapa menit Echa login, sudah masuk pesan dari dua orang yang langsung membombardirnya dengan kalimat-kalimat makian disebuah grup yang berisikan tiga orang.
Echa terkekeh membacanya. Dia belum berniat untuk membalasnya.
Biarlah, dua orang itu penasaran akan dirinya. Echa menantikan wajah keduanya yang sekarang pastinya tengah jengkel akan kemunculan temannya setelah lima tahun menghilang tanpa jejak.
Nah, setelah dua orang itu diam tidak lagi mengirim pesan, Echa akhirnya muncul dengan beberapa kalimat yang dia kirimkan.
Segala umpatan dan makian langsung berdatangan lagi membuat Echa tergelak. Sungguh lucu kedua temannya itu. Setelah perbincangan cukup panjang, dua temannya Echa itu sepakat untuk bertemu di hari minggu yang mana dua hari lagi.
Echa oke-oke saja, dia juga sebenarnya sudah merindukan dua kurcacinya itu.
Karena rasa kantuk sudah datang, Echa mematikan Ipad-nya dan menyimpannya diatas meja belajar.
Echa berniat untuk tidur sampai siang mengingat jika besok tanggal merah.
Tadinya dua temannya itu memaksa agar ketiganya bertemu besok saja.
Tapi Echa yang ingin beristirahat tidak menyetujuinya. Echa benar-benar ingin menghabiskan waktunya besok seharian di apartemen tanpa pergi kemana-mana.
Echa terbangun ketika mendengar ponselnya yang terus-terusan berbunyi. Ah Echa lupa untuk mematikan benda itu semalam.
Menilik jam dinding dengan mata menyipit menunjukkan pukul sembilan pagi membuatnya mengerang. Tadinya Echa berniat tidur sampai pukul sepuluh tapi kalau sudah terbangun seperti ini tidak akan bisa dia tidur lagi.
Jadi pilihannya hanya bangun.
Mengambil ponselnya di nakas, mata Echa menyipit ketika melihat ada lima panggilan tidak terjawab dari nomor asing.
Siapa pemilik nomor asing yang sudah mengganggu tidurnya itu. Awas saja Echa akan membuat perhitungan jika nomor asing itu hanya main-main.
Dan nomor asing itu kembali menghubunginya membuat Echa mengangkatnya setelah beberapa detik dia biarkan.
"Baru bangun?" suara seorang pria terdengar membuat Echa langsung bisa mengenali siapa pemiliknya.
"Mas Pram?"
"Iya, ini saya,"
"Mas ada perlu apa?" Siapapun orangnya Echa akan kesal karena mengganggu tidurnya.
"Bisa kita bertemu siang nanti?"
Echa terdiam sejenak meresapi ajakan Pram yang tidak dia duga-duga. Kemarin bukannya mereka baru bertemu, jadi untuk apalagi pria itu mengajaknya bertemu.
Sebenarnya Echa masih mencoba denial untuk kejadian kemarin. Antara sadar dan tidak sadar. Otak cerdas Echa mendadak menghilang hanya karena dihadapkan dengan masalah percintaan seperti itu.
......••••......