Kumpulan Cerita Pendek Kalo Kalian Suka Sama Cerpen/Short Silahkan di Baca.
kumpulan cerita pendek yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan manusia dari momen-momen kecil yang menyentuh hingga peristiwa besar yang mengguncang jiwa. Setiap cerita mengajak pembaca menyelami perasaan tokoh-tokohnya, mulai dari kebahagiaan yang sederhana, dilema moral, hingga pencarian makna dalam kesendirian. Dengan latar yang beragam, dari desa yang tenang hingga hiruk-pikuk kota besar, kumpulan ini menawarkan refleksi mendalam tentang cinta, kehilangan, harapan, dan kebebasan. Melalui narasi yang indah dan menyentuh, pembaca diajak untuk menemukan sisi-sisi baru dari kehidupan yang mungkin selama ini terlewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfwondz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan di Sudut Kamar.
Di sebuah rumah tua yang terletak di pinggiran kota, hiduplah seorang pemuda bernama Arka. Rumah itu dikenal angker oleh warga sekitar. Meskipun demikian, Arka merasa betah tinggal di sana. Ia baru saja kehilangan orang tuanya dan tidak memiliki tempat lain untuk berlindung. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai merasakan keanehan yang tak terjelaskan di dalam rumah tersebut.
Suatu malam, ketika hujan deras mengguyur, Arka duduk di ruang tamu sambil membaca buku. Suasana tenang itu mendadak pecah oleh suara ketukan lembut yang datang dari sudut kamar tidurnya. Awalnya, ia mengira itu hanya suara angin yang menggerakkan jendela. Namun, semakin ia memperhatikan, semakin jelas suara itu terdengar seperti suara seseorang yang berbisik.
“Siapa di sana?” Arka bertanya, suaranya bergetar. Tidak ada jawaban. Ketukan itu semakin keras dan berirama, seakan-akan meminta perhatian. Dengan rasa penasaran dan sedikit ketakutan, Arka memutuskan untuk mendekati sudut kamar.
Saat ia membuka pintu kamar, bayangan gelap terlihat melintas cepat. Jantungnya berdegup kencang. “Hanya imajinasiku,” katanya pada diri sendiri. Namun, rasa takut tidak bisa diabaikan.
Ia menyalakan lampu kamar, dan ruangan itu seketika dipenuhi cahaya. Namun, tidak ada siapa pun di dalamnya. Arka berusaha menenangkan diri dan kembali ke ruang tamu. Namun, ketukan di sudut kamar terus mengganggu pikirannya. Dia tak bisa fokus pada bacaannya lagi.
Keesokan harinya, Arka memutuskan untuk mengunjungi teman dekatnya, Sinta. Ia bercerita tentang pengalaman aneh yang dialaminya. Sinta mendengarkan dengan seksama, meski raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
“Arka, mungkin kamu butuh istirahat. Rumah itu… ada banyak cerita di sana. Dulu, banyak orang yang tinggal di sana dan pergi dengan cara yang tidak baik,” ujar Sinta pelan.
“Apa maksudmu?” tanya Arka, alisnya berkerut.
“Dengar, ada rumor tentang hantu yang menghantui rumah itu. Konon, mereka yang pernah tinggal di sana tidak pernah kembali,” Sinta menjelaskan.
Arka merasa dingin menyelusup ke seluruh tubuhnya. Namun, ia tidak percaya pada cerita-cerita semacam itu. “Itu hanya mitos,” jawabnya, berusaha mengabaikan rasa takut yang menyelimuti.
Malam itu, Arka kembali ke rumahnya. Dia mencoba untuk tidur, tetapi bayangan di sudut kamar kembali menghantuinya. Suara ketukan itu semakin keras, dan Arka merasa seolah ada yang mengawasinya. Dengan keberanian yang tersisa, ia memutuskan untuk berbicara kepada bayangan itu.
“Siapa kau? Kenapa kau menggangguku?” teriaknya, suaranya bergema di dalam kegelapan. Tak lama kemudian, suara lembut terjawab.
“Aku di sini, Arka. Aku tidak berniat mencelakakanmu. Aku hanya ingin membantumu,” suara itu terdengar seperti bisikan lembut.
“Bantuan? Dari siapa?” Arka merasa bingung dan ketakutan. “Siapa kamu sebenarnya?”
“Cobalah untuk melihatku. Aku terjebak di sini. Tolong,” suara itu memohon.
Dengan hati berdebar, Arka menyalakan lampu. Di sudut kamar, ia melihat sosok bayangan samar, berbentuk wanita dengan wajah yang samar-samar. Arka terperangah dan mundur beberapa langkah. “Apa… apa yang kau inginkan dariku?”
“Aku butuh pertolonganmu untuk keluar dari sini. Dulu, aku tinggal di rumah ini. Aku… tidak bisa pergi. Tolong bantu aku,” suara itu kembali terdengar.
Arka berusaha berpikir jernih. “Bagaimana caranya? Apa yang harus aku lakukan?”
“Temukan barang yang kutinggalkan. Itu adalah satu-satunya cara aku bisa bebas,” jawabnya, suaranya semakin lemah.
Setelah beberapa hari, Arka memutuskan untuk mencari barang yang dimaksud. Ia mulai menjelajahi setiap sudut rumah, mencoba mencari tahu lebih banyak tentang sejarah rumah itu. Di dalam lemari tua, Arka menemukan sebuah kotak kayu kecil berdebu. Dengan penasaran, ia membukanya dan menemukan sebuah kalung perak yang cantik, dengan liontin berbentuk hati.
“Ini dia,” bisiknya. “Apakah ini barangmu?”
Begitu kalung itu berada di tangannya, bayangan wanita itu muncul kembali, kali ini lebih jelas. “Ya, itu milikku. Sekarang, kau harus membakarnya,” ujarnya.
“Kenapa aku harus membakarnya?” Arka bingung.
“Itu adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri kutukan ini. Hanya dengan cara itu aku bisa pergi,” jawabnya, matanya memancarkan harapan.
Malam itu, Arka menyalakan api unggun di halaman belakang rumahnya. Dengan rasa ragu, ia meletakkan kalung di atas api. Bayangan wanita itu berdiri di sampingnya, tatapannya penuh harap.
“Bersiaplah,” ia berbisik, “aku berterima kasih padamu.”
Api membakar kalung itu, mengeluarkan aroma aneh yang menyengat. Tiba-tiba, suara teriakan lembut terdengar dari dalam api, lalu bayangan wanita itu mulai menghilang.
“Arka! Terima kasih! Akhirnya, aku bisa pergi!” serunya dengan suara penuh rasa syukur sebelum lenyap sepenuhnya.
Arka terperangah melihat semua itu. Rasa lega dan ketakutan bercampur aduk. Setelah peristiwa itu, rumah tua itu terasa lebih tenang. Ia tidak lagi mendengar suara ketukan, dan bayangan di sudut kamar pun menghilang.
Setelah peristiwa tersebut, Arka kembali ke kehidupan sehari-harinya. Meskipun ia masih merasa trauma dengan apa yang terjadi, ia merasa lebih kuat. Rumah tua itu kini tidak lagi terasa menakutkan baginya.
Suatu malam, Arka mendapat telepon dari Sinta. “Arka, apa kabar? Aku mendengar bahwa kamu sudah tenang sekarang,” tanya Sinta.
“Ya, aku baik-baik saja. Rumah itu terasa lebih hidup sekarang,” jawab Arka.
“Aku senang mendengarnya. Apa kamu ingin bertemu dan bercerita lebih lanjut?” Sinta menawarkan.
“Baiklah. Aku rindu cerita-cerita kita,” Arka menyetujui dengan semangat.
Setelah beberapa menit mengobrol, Arka merasakan ketenangan yang menyelimuti. Dia tidak lagi merasa sendirian. Hanya satu hal yang tersisa di pikirannya: apakah dia benar-benar bebas dari bayangan yang menghantuinya, atau apakah ada lebih banyak cerita yang belum terungkap?
Setelah mengakhiri percakapan, Arka mengamati ruangan yang kini tenang. Ia tahu bahwa meski bayangan itu telah pergi, ingatan akan pengalaman itu akan selalu tersimpan di dalam hatinya. Namun, ia merasa siap untuk melanjutkan hidupnya.
Hari-hari berikutnya, Arka berusaha membuka lembaran baru. Dia mulai menata kembali hidupnya dan merencanakan masa depan. Suatu hari, ketika dia membersihkan ruang tamu, ia menemukan sebuah buku tua yang tertinggal di rak.
Saat membukanya, ia menemukan catatan yang ditulis oleh pemilik sebelumnya. Setiap halaman berisi kisah-kisah menakutkan tentang rumah tersebut. Arka membaca dengan seksama dan terkejut saat menemukan cerita tentang seorang wanita yang hilang di rumah itu—wanita yang ternyata adalah sosok bayangan yang ditemuinya.
“Ini tidak mungkin,” Arka bergumam, darahnya berdesir.
Kini, dia mulai meragukan ketenangan yang dia rasakan. Apakah dia benar-benar telah membebaskan jiwa wanita itu, atau justru mengundang lebih banyak bayangan untuk datang? Arka merasa jantungnya berdebar, menyadari bahwa mungkin, ini baru permulaan.
Dia menatap jendela kamar, berpikir tentang apa yang mungkin akan datang selanjutnya. Ketika cahaya bulan menyinari ruang tamu, Arka tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa bayangan itu mungkin masih ada di suatu tempat, menunggu untuk diceritakan.