Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sebelas
Tuhan, aku juga manusia yang terkadang ingin di hapus air matanya. Ingin bersandar di pundak yang menurutku aman dan nyaman. Aku juga ingin menceritakan semuanya . Meluapkan apa pun yang membuatku lega pada akhirnya. Ternyata aku membutuhkan itu semua. Bukan sekedar ingin saja. Aku tahu ini salah, aku tahu seharusnya ini tak aku lakukan. Aku seorang istri. Tapi Tuhan, aku juga manusia biasa yang membutuhkan tempat berbagi di saat hati ini sudah tak sanggup menanggung semua beban.
Dicky membawa perlengkapan melukis, hobi dan kegemaran Ghendis yang harus dia lupakan karena ibunya tak menginginkan dia menjadi pelukis. Tak ada masa depan, itu yang ibunya katakan.
Ghendis dan Dicky memiliki kegemaran yang sama. Mereka berdua lalu melukis keindahan pantai. Tampak senyum selalu terukir di wajah wanita itu, membuat Dicky terlihat bahagia.
"Selesai ...," ucap Ghendis dengan suara yang riang. Sejenak dia melupakan semua masalahnya. Selalu begitu. Dicky tahu cara agar gadis itu tersenyum kembali.
Tadi awalnya Dicky yang ingin melupakan Ghendis datang ke pantai ini untuk melukis seorang diri. Namun, siapa yang menduga dia justru bertemu dengan orang yang ingin dia lupakan. Gadis yang sangat dia cintai sedang menangis. Pria mana yang tega membiarkan dia seorang diri.
Ghendis mendekati Dicky dan melihat hasil lukisan pria itu. Lukisannya seperti mengisyaratkan kesedihan. Gadis itu kembali murung. Dia tahu kekasihnya pasti masih belum menerima pernikahannya.
"Kamu masih marah?" tanya Ghendis.
"Marah untuk apa, Dis? Dicky balik bertanya.
"Marah karena aku menikah dengan Mas Aksa," jawab Ghendis dengan suara pelan.
Dicky menghentikan kegiatan melukisnya dan memandangi Ghendis dengan tersenyum. Dia tak ingin membuat gadis itu kembali murung.
"Ghendis, aku ikhlas melepaskan kamu dengan Aksa, atau pun pria lain, asal kamu bahagia. Aku juga tak mungkin marah kamu menikah dengan pria lain, jika aku marah sama saja aku mengingkari takdir Allah. Semua yang terjadi di muka bumi itu pastilah atas izin dari Tuhan," ucap Dicky dengan tersenyum.
"Terima kasih, Dick. Kamu selalu saja mengerti aku. Sedangkan aku hanya bisa memberi kamu luka," balas Ghendis dengan suara pelan.
"Siapa bilang kamu hanya memberi luka. Selama kita berhubungan, aku selalu merasa bahagia. Kamu membuat hari-hariku berwarna. Jangan pernah berpikir begitu lagi. Kamu itu kebahagiaanku," ucap Dicky.
"Cinta itu tak harus memiliki. Cukup melihat orang yang kita sayangi bahagia aja itu udah cukup. Mencintai bukanlah menguasai. Biarlah aku mencintai dengan caraku sendiri. Merelakan kamu pergi mungkin adalah jalan yang terbaik untuk kita sekarang," ucap Dicky selanjutnya.
Ghendis tak bisa menahan lagi air matanya. Dia sebenarnya juga tak ingin berpisah, tetap ingin bersama. Tapi dia sadar itu salah. Walau dia menikah secara terpaksa, tetap saja dia dikatakan selingkuh jika berjalan dengan pria selain suaminya.
Hingga sore mereka menghabiskan waktu berdua. Dicky ingin mengantar Ghendis, tapi gadis itu menolaknya. Tak ingin menjadi masalah baru baginya jika Aksa melihat dia di antar pria lain.
**
Ghendis memasuki rumah dengan langkah pelan. Jam tujuh dia baru pulang. Tadi gadis itu menyempatkan diri membeli perlengkapan melukis untuk menghabiskan waktu di rumah, karena dia sudah tak bekerja.
Saat memasuki rumah, dia melihat Aksa yang sedang menonton di ruang keluarga. Tanpa menyapa Ghendis berjalan. Ketika ingin menaiki tangga, langkah kakinya terhenti mendengar ucapan suaminya.
"Pulang dari mana kamu? Habis selingkuh?" tanya Aksa dengan suara mengejek.
Ghendis tak menjawab, dia kembali melangkahkan kakinya. Tapi baru dua anak tangga dinaiki, dia kembali berhenti mendengar ucapan pria itu.
"Ini bukan rumah singgah. Kamu tak bisa pergi dengan sembarang pria lalu kembali lagi. Sudah aku katakan, jaga nama baikku. Rekan kerjaku tahu kamu itu istriku. Aku tak mau jika mereka tahu istriku seorang jalang yang masih saja berhubunganan dengan pria lain padahal telah menikah," ucap Aksa dengan penuh penekanan.
Ghendis mendengar semua ucapan Aksa, tapi tak menanggapi. Dia kembali melangkahkan kakinya. Tubuhnya dan juga hatinya terlalu lelah hanya untuk sekedar menjawab ucapan pria itu.
Melihat Ghendis yang hanya diam dan terus melangkah, Aksa mengepalkan tangannya. Seperti menahan emosi.
Ghendis langsung masuk kamar dan membersihkan diri. Dia lalu duduk di sofa yang berada dekat jendela. Matanya memandangi langit tanpa kedip. Lampu kamar sengaja dia matikan.
"Hai diriku, maaf ya belum bisa bahagia. Maaf untuk malam hari dengan mata yang sulit tertidur. Atau bahkan malam hari dengan air mata yang tak henti-henti membasahi pipi. Terima kasih ya sudah bertahan sejauh ini. Kamu itu hebat banget. Di saat keadaan hati kurang baik, tapi kamu masih bisa terlihat baik-baik saja di depan semua orang. Terima kasih ya sudah sekuat dan seberusaha ini untuk terlihat baik-baik saja," gumam Ghendis pada dirinya sendiri.
Ghendis kembali menangis terisak. Hingga tak menyadari jika ada seseorang yang membuka pintunya. Aksa yang ingin marah dengan gadis itu mengurungkan niatnya mendengar isak tangis istrinya itu. Dia justru terpaku mendengarnya.
Tak berapa lama, pria itu menutup kembali pintu kamar Ghendis dengan perlahan. Saat dia ingin meninggalkan kamar itu, Alice memanggil.
"Papi, Mimi mana?" tanya Alice.
Aksa mendekati sang putri dan menggendongnya. Dia tersenyum pada bocah itu yang wajahnya sangat mirip dengan istrinya Grace.
"Kamu mau apa mencari Mimi?" tanya Aksa.
"Aku ingin bobok dengan Mimi," jawab Alice.
"Mimi capek. Malam ini kamu tidur dengan papi saja. Di kamar Papi," ucap Aksa dan membawa putrinya ke kamar.
Di dalam kamar. Ghendis berjalan menuju tempat tidur. Perutnya terasa lapar. Tapi dia tak menghiraukan. Selera makannya hilang mendengar ucapan Aksa yang mengatakan dirinya jalang.
Ghendis membaringkan tubuhnya. Mencoba memejamkan mata. Tapi setelah setengah jam berlalu, matanya belum juga terlelap.
"Tubuhku tidak sakit tapi aku sibuk mencari sembuh. Tubuhku tidak terluka tapi aku menangis. Entah kenapa dan apa sebabnya. Sial ... separah apa lukamu hati? Jangan menyiksa aku begini. Aku ingin tetap kuat. Aku ingin tetap tegar. Jangan buat aku lemah."
...----------------...
cantik gini ko di jahatin to Aksaa..
awas yoo.. nanti bucin looh
handuk mana hajduuuk😫😩😩😩😩😩
baca cerita Gendist ...
terasa semakin sakit di hati
hatiku ikut sakit