aku tidak tahu apakah pernikahanku akan berjalan sempurna atau tidak...
aku juga tidak tahu apakah aku mampu melewati pernikahan ini hingga akhir atau tidak...
hanya Tuhanlah yang tahu akhir kisah cinta pernikahanku ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembicaraan Dingin
Mizan Rayaz turun dari lantai atas menuju ke ruangan tamu di rumah Sulaiman.
Langkah kakinya panjang seakan-akan ingin segera mencapai ruangan tamu di lantai bawah.
Ekspresi wajahnya dingin, tatapannya membenci saat dia hendak menemui Sulaiman.
Masih terlihat sejumlah anak buahnya berbaris rapi di depan pintu masuk rumah, sebagian menunggu di luar ruangan.
Saat Mizan turun dari lantai atas, semua anak buah Mizan Rayaz langsung menoleh serempak ke arahnya serta menghampirinya.
"Aku akan berpamitan dengan pemilik rumah, semua baik-baik saja, jangan cemaskan aku", kata Mizan.
Mizan meminta kepada anak buahnya untuk kembali ke tempatnya masing-masing.
Tampak anak buah Mizan kembali berbaris di ruangan depan utama.
Mizan melangkah cepat ke dalam ruangan tamu, dilihatnya Sulaiman yang duduk di sofa seorang diri dan hanya ditemani oleh secangkir minuman.
Saat melihat Mizan Rayaz memasuki ruangan tamu, Sulaiman hanya memandangnya tajam dari arah dia duduk.
"Apa kau telah bertemu dengan Alishba ?" tanyanya dengan ekspresi serius.
Mizan mengangguk pelan, namun ekspresi wajahnya berubah sangat dingin sekali ketika dia melihat ke arah Sulaiman.
Dirapikannya jas yang dia kenakan seraya menatap tajam ke arah Sulaiman, adik iparnya itu.
"Aku telah bertemu Alishba, mungkin aku akan sering menjenguknya kemari, dan kuharap kau selalu menjaganya dengan baik", sahut Mizan sembari menggenggam erat-erat tepi jas miliknya dengan sorot mata dingin.
"Kau akan kemari ? Untuk apa ?" tanya Sulaiman seraya menaikkan salah satu alisnya ke atas.
"Hal terpenting di hidupku adalah melihat adik perempuanku dalam kondisi baik-baik saja, apa pun itu alasannya, aku harus memastikannya, dia berada di tangan yang tepat", sahut Mizan.
"Heh... ?!" sahut Sulaiman sembari tersenyum tipis.
Sulaiman terlihat kesal karena Mizan mulai turut campur dalam rumah tangganya.
"Di tangan yang tepat, katamu ?" kata Sulaiman.
"Yah, kami selalu berharap bahwa adik kami akan bahagia dengan menikahi seorang pria hebat", sahut Mizan.
"Apa maksud ucapanmu itu, aku tidak mengerti, kak ?" tanya Sulaiman seraya menoleh ke arah Mizan Rayaz yang masih berdiri tegap di hadapannya.
"Aku ingin kebahagiaan Alishba", sahut Mizan dengan sorot mata dingin.
"Kebahagiaan katamu ? Apakah Alishba merasa dirinya tidak bahagia menikah denganku ?" tanya Sulaiman.
"Aku berharap dia bahagia", sahut Mizan.
Mizan berusaha mengendalikan emosinya saat dia melihat Sulaiman, kedua tangannya terkepal erat di samping sisi kanan-kirinya.
Sulaiman memalingkan muka, menatap ke arah bawah.
"Apa kamu lupa bahwa aku adalah kakak Alishba ?" tanya Mizan.
"Lupa ?!" sahut Sulaiman seraya mengernyitkan keningnya lalu memandang lurus ke arah Mizan Rayaz.
"Ya, disini aku tekankan kepadamu bahwa aku akan membuat perhitungan pada siapa pun juga yang telah membuat hidup adik perempuan ku tidak bahagia", kata Mizan.
"Rupanya kau salah orang, kak Mizan", sahut Sulaiman.
"Seandainya aku salah orang, tetap aku tidak akan mengubah keputusanku, untuk menghajar siapa saja yang menyebabkan air mata Alishba mengalir dari kedua mata indahnya", kata Mizan.
"Dan kau menuduhku bahwa aku akan membuatnya menangis karena dia tidak bahagia", sahut Sulaiman.
Mizan yang sudah tidak tahan dengan Sulaiman, berjalan mendekat ke arah adik iparnya itu.
Tiba-tiba Mizan meraih kuat-kuat ujung kerah pakaian milik Sulaiman, ditariknya adik iparnya itu hingga dia berdiri dari tempat duduknya seraya menatapnya lekat-lekat.
"Ku peringatkan padamu secara baik-baik, jika kamu membuatnya menangis maka aku tidak akan segan-segan menghajarmu", kata Mizan.
"Kau berani menyentuh ku sedangkan keluarga mu meminta aliansi pernikahan dari keluarga ku", sahut Sulaiman.
"Aku tidak peduli dengan adanya aliansi pernikahan yang ku inginkan adalah kebahagiaan Alishba dan seharusnya kamu dapat memahaminya", kata Mizan.
"Apa kau tuli atau berpura-pura tidak mendengar ucapan ku ?" sahut Sulaiman.
Kata-kata Sulaiman semakin membuat Mizan sangat marah sekali dengannya.
"Aku tidak peduli apa yang kau ucapkan, dan persetan dengan aliansi pernikahan, jika selama itu justru hanya memberatkan Alishba dan tidak membahagiakan dia, maka aku akan memutuskan mengakhiri pernikahan terkutuk ini", kata Mizan.
"Kau berani mengancam ku ?!" sahut Sulaiman.
"Kenapa tidak ?" jawab Mizan dengan sorot mata dinginnya. "Aku akan selalu mengancammu seperti layaknya dirimu yang mengancam Alishba, kau paham perkataan ku ini ?!"
"Tenanglah, kak Mizan !" sahut Sulaiman.
Sulaiman berusaha melepaskan cengkraman tangan Mizan dari arah kerah pakaiannya seraya menepisnya pelan.
"Tidak perlu beradu kekuatan, kita bisa membicarakannya secara kekeluargaan meski kau tidak menginginkannya", kata Sulaiman.
Mizan yang telah dipengaruhi oleh emosi langsung menarik kembali pakaian Sulaiman.
"Aku tidak menginginkannya !" sahut Mizan.
"Tenanglah ! Tenangkan dirimu, kak !" kata Sulaiman.
"Jika kau berani menyentuh dia lagi dengan kasar, aku tegaskan padamu secara empat mata bahwa aku akan membuat mu bertekuk lutut di hadapan Alishba", sahut Mizan.
"Jangan terpancing amarah, semua yang kau pikirkan tidaklah benar, pernikahan kami benar-benar bahagia, kak Mizan", kata Sulaiman.
"Bahagia katamu ?!" sahut Mizan dengan sorot mata tajam.
"Ya, kak..., kami sangat bahagia...", kata Sulaiman menutup-nutupi ketidakbahagiaan pernikahan Alishba dengannya.
"Kau berbohong, Sulaiman !" teriak Mizan marah.
"Aku tidak berbohong, kak !" sahut Sulaiman gemetaran.
"Kau bohong !!!" teriak Mizan.
Mizan langsung mengayunkan pukulannya ke arah wajah Sulaiman hingga adik iparnya itu jatuh tersungkur ke lantai ruangan tamu.
Bruk !
Mizan menatap dingin tanpa ekspresi ke arah Sulaiman.
Terlihat Sulaiman mengaduh kesakitan seraya merintih di atas lantai ruangan tamu.
"Ini satu pukulan buatmu karena telah mengambil kesucian Alishba secara paksa !" ucap Mizan.
Sulaiman hanya terdiam tersungkur sembari memegangi wajahnya yang terkena pukulan dari Mizan.
Mizan mendekat ke arah Sulaiman lalu berjongkok cepat di sisi adik iparnya itu seraya berkata pelan dengan menggertakkan gerahamnya.
"Sekali lagi ku peringatkan pada dirimu, jika kau melukai Alishba sekali lagi dan membuatnya menangis karena ulah mu, maka terang-terangan aku akan mencari mu dan menghajar mu lebih berat dari ini !" kata Mizan.
Mizan menarik kasar ujung kepala Sulaiman lalu membisikinya lagi.
"Kau harus ingat itu ! Karena yang kau hadapi adalah anggota keluarga Rayaz, jika kau menyentuh salah satu dari kami dan menyakitinya, kau akan tanggung sendiri akibatnya, kau mengerti itu, adik iparku tersayang !" bisiknya di dekat telinga Sulaiman.
Sulaiman hanya meringis menahan kesakitan, dia tidak berani melawan Mizan karena jumlah orang-orangnya kalah banyak dari anak buah Mizan, dia hanya terdiam dengan wajah lebam memerah.
"Kau mengerti atau tidak ?" kata Mizan yang masih memandangi Sulaiman.
Sulaiman tidak menjawab ucapan Mizan, dia hanya diam membisu seraya menahan rasa sakit di wajahnya akibat pukulan keras dari kakan iparnya itu.
"Kau mengerti atau tidak ??? Hah ???" teriak Mizan di dekat telinga Sulaiman.
"A-aku mengerti, kak !!!" sahut Sulaiman tersentak kaget.
"Bagus...", ucap Mizan seraya menepuk pelan punggung Sulaiman lalu beranjak berdiri.
Mizan menatap ke arah Sulaiman, masih dengan sorot mata tajamnya sembari menahan amarahnya.
"Aku akan kembali lagi ke rumah ini, dan aku akan membawa orang-orang ku lebih banyak lagi dari hari ini", kata Mizan.
Mizan lalu berjalan meninggalkan ruangan tamu kediaman Sulaiman tanpa basa-basi lagi, dan di belakangnya, sejumlah orang-orangnya mengikuti langkah kaki Mizan Rayaz, saat dia berlalu pergi.
Diruangan tamu rumah mewah milik Sulaiman.
Tampak Sulaiman Harmam masih terbaring tersungkur di atas lantai ruangan tamu, akibat pukulan keras dari Mizan yang tersulut emosinya, sebab Mizan mendengar curahan hati adik perempuannya yang tidak bahagia menikah dengan Sulaiman sehingga menyebabkan Sulaiman menjadi korban kakak iparnya yang menghajarnya karena ulah Sulaiman sendiri yang telah menyakiti Alishba.
serem amat nikah kayak gini, thor !
aliansi pernikahan, gak ada tulus-tulusnya, gak ada cinta juga klo nikah seperti iniiii...